DT. 19

10.4K 543 101
                                    

Mati?!

Apa maksudnya?

"Siapa yang meninggal?" Aku mendongkak menatapnya.

Zay menggelengkan kepala.

"Siapa?!"

Zay melepas pelukan. Menghapus tetesan air yang membasahi pipinya. Dua tahun aku mengenalnya, baru kali ini kulihat dia menangis. Perihnya, dia menangisi perempuan lain.

"Jangan tanyakan lagi tentang Luna. Dia ... sudah meninggal," ucapnya lemah.

Aku terperangah. Jadi itu alasannya Luna tidak ada di pesta pernikahan Chelsea. Kupikir ....

Zay mengedipkan mata agak lama. Lalu memelukku kembali. "Bagaimana pun juga, aku tetap mencintaimu, Alena."

Aku bergeming. Sementara otak berputar, mengingat kilas balik pertemuan pertama kami, yang dia katakan sangat mensyukurinya.

"Kuharap kamu bisa--"

"Bohong!" Aku berusaha mengentak lingkaran tangannya, tapi Zay begitu kuat memelukku. "Kamu cuma jadikan aku tumbal, enggak lebih! Luna meninggal, terus kamu jadikan aku sebagai penggantinya. Iya, 'kan?"

Zay menggelengkan kepala berkali-kali, dengan isak tangis tertahan. "Tidak, Alena! Bukan seperti itu!"

"Cukup!" Aku mengangkat telapak tangan. "Beri aku waktu untuk berpikir atas semua fakta ini!"

Zay memejamkan matanya dengan kepala mendongkak. Perlahan tangannya terlepas, tak lagi memeluk. Lengan kokohnya sempat menyentuh pundakku ketika dia melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Sementara aku hanya menatap gerakan lesunya itu dengan hati yang tetap bergemuruh.

***

Aku membuka mata setelah merasa yakin Zay terlelap. Benar kata orang, jika sedang banyak pikiran maka kenikmatan tidur pun sulit dirasakan.

Kutarik selimut yang menutupi kepala. Hanya demi menghindar dari Zay aku berpura-pura tidur. Aku menengok ke belakang, dia tidak ada. Di mana?

Sedikit terenyak saat mendapatinya sedang terlelap di atas sofa. Ah, benar-benar kembali ke titik itu. Masa di mana ingin merasakan hangat pelukannya saja terasa sulit.

Hah, memangnya siapa yang ingin dipeluk olehnya?

Aku beranjak dari ranjang. Melangkah pelan menuju pintu. Kupalingkan wajah, menatapnya lekat.

Sesungguhnya, ada rindu dan sayang yang bersembunyi dalam dada ini. Baru saja mencecap indahnya pernikahan, sekarang harus ternoda hanya karena masa lalu.

Sebagiannya lagi adalah rasa iba. Terenyuh, jika benar yang dia katakan soal 'ditinggal mati itu menyiksa', adalah tentang kepergian Luna.

Aku ingat, ejekanku soal kesukaannya pada buah pare. 'Aku sudah biasa mengalami pahitnya kehidupan, rasa pare ini bukan apa-apa bagiku'. Kupikir itu hanya sekadar guyonannya, tapi ternyata ....

Ugh, kini aku terbelenggu rasa penasaran. Seperti apa masalahnya, Zay tampak tidak ingin menceritakan. Kini dia seakan menyiksaku secara perlahan, hanya dengan teka-teki hidupnya.

Aku berpaling dari wajah damai itu, menutup pintu pelan.

Maaf, Mas. Nyatanya di balik rindu ini, masih ada keegoisan yang memuncak, juga benci atas masalah yang belum terselesaikan. Seakan hanya aku yang tersudut dalam bayang masa lalu, sementara kamu?

Langkah gontaiku membawa tubuh ini ke arah dapur. Ah, pantas saja. Pasti karena perutku yang terasa lapar. Aku lupa belum makan malam. Sudah lemah hati, lemah badan pula.

DOSENKU TENGIL (END @Webnovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang