Kini, dua bulan sudah pernikahan kami. Rasanya? Tidak jelas.
Awalnya, kupikir pernikahan ini akan berjalan biasa saja. Seperti jalan tol. Tidak ada tanjakan, tidak ada turunan dan tidak ada belok kanan juga kiri. Ya, intinya hambar saja begitu. Maksudku, menyadari masih banyak misteri yang belum terungkap dalam pernikahan ini.
Jujur, perasaan Zay masih tanda tanya bagiku. Dan aku? Ah, jangan ditanya. Sulit untukku memiliki perasaan lebih padanya. Karena kini sifat menyebalkannya malah naik ke stadium empat.
Kenapa?
Percayalah, dia itu benar-benar suami sekaligus dosen paling durhaka pada istri yang merangkap mahasiswinya.
Seperti pagi ini.
Saat suara jam weker itu berhasil membangunkan tidur lelapku.
Astaga! Kenapa bisa jam kecil berbentuk domba ini tergeletak tepat di samping telinga. Pasti dia pelakunya.
Siapa lagi kalau bukan lelaki yang sedang duduk di atas sajadah. Kali ini yang dia baca Al-Quran, bukan buku.
"Cepet ambil wudu, jangan terlalu banyak drama," ucapnya tanpa melihat ke arahku.
Hah, aku pikir dia belum pulang dari mesjid.
"Kenapa enggak bangunin?" Aku berdiri di sampingnya.
Dia menoleh, lalu mengerling malas. "Belajar mandiri, bangun sendiri. Jangan manja, maunya dibangunin terus."
Aku menggeram kesal, lalu masuk ke dalam kamar mandi.
***
"Kesiangan lagi, hukuman bertambah," ucapnya sambil mengancingkan lengan kemeja.
Tentu saja ucapan itu dia tujukan padaku. Aku yang awalnya hanya memperhatikan punggung Zay dari bayang cermin, mau tak mau tergerak untuk menghampiri.
Baru saja berdiri di belakangnya, dia berbalik dengan cepat, memperlihatkan senyum devil-nya. Membuatku terkesiap.
Cepat aku mengambil tindakan. "Masa nambah lagi? Cuma telat setengah jam, itu juga kamu yang enggak bangunin aku," protesku sambil mengacungkan sisir ke depan wajahnya.
Zay memundurkan kepala, menepis pelan benda di tanganku. "Makanya, punya telinga itu gunakan dengan baik. Dan ingat, hargai waktu walau hanya setengah jam, is-tri-ku." Matanya menatap lekat, saat mengeja kata istriku.
Kubalas melotot. Eh, dia malah memutar tubuh, melangkah santai keluar dari kamar.
Sial ...!
Apa maunya dia?
***
"Al, hari ini jadi, 'kan?" Jihan berbisik di sampingku.
Aku yang masih duduk pun mendongkak, melihat kedua alisnya yang terangkat beberapa kali. "Hukuman gue nambah!" cetusku.
"Lho, bukannya sampai kemarin?" Mata Jihan membulat.
"Tadi pagi gue kesiangan lagi!" Aku mencebikkan bibir."Ampun, Alena! Bangun subuh aja susah amat, sih?"
Aku berdiri, lalu meraih tas. "Lo pikir jadi istri itu gampang, hah?" Kutatap kedua mata Jihan.Dia mengedip seketika. "Ya, gampang, lah! Bangunin suami, siapin makan, terus ... temenin bobo, deh!" Jihan menyeringai menampakkan gigi-giginya.
Aku berdecak kesal. Tahu apa dia soal tugas istri? Ditambah lagi, menjadi istri dari seorang Zayid Arsyad Sabdika. Merana, cuy!
"Lagian kenapa sih, suami kamu itu kasih aturan gituan?" Jihan menyeimbangi langkah cepatku.
"Enggak tau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSENKU TENGIL (END @Webnovel)
Chick-LitMenikah dengan Dosen yang notabene ... ter-most di kampus! . . . . . Hati-hati! Cerita ini mengandung kelebayan tingkat tinggi 😑 Cover by @AdeleMoon ⚠ SUDAH DIHAPUS BEBERAPA BAGIAN, UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN. TINGKYU. 🙏 KETCUP TAK TERHING...