~ Renjun's POV ~
Aduh, kenapa matematika ku harus mendapatkan nilai 99. Sial sekali hanya karena salah satu angka 😫. Ayah pasti akan memarahiku lagi.
"Em, Pa." Panggilku, mulai takut.
(Btw, Renjun sama ayahnya ngomong dengan bahasa Cina.)
Ayah selalu menuntutku untuk mendapatkan nilai sempurna, bahkan jika aku mendapatakan nilai yang lumayan bagus pun, aku akan tetap dihukumu, entah itu dengan dipukul ataupun dikurung.
Aku sebenarnya sudah tidak tahan lagi seperti ini. Tapi, tidak ada yang bisa kuandalkan ataupun tempat yang bisa ku pergi, mau tidak mau aku harus bertahan, seperti yang dipesan oleh ibu terakhir kali.
"Apa maumu?" Tanyanya dengan raut benci.
Selalu saja begitu, Ayah selalu menatapku dengan tatapan merendahkan ataupun benci.
"E-em, matematikaku mendapat nilai 99, Ayah. Maafkan aku."
"APA?! 99?! Kau itu bodoh atau apa?"
Pria paruh baya itu langsung mencari sesuatu yang bisa ia gunakan, sampai akhirnya ia melepaskan tali pinggangnya dan memukulku. Tentu saja air mata mengalir akibat rasa sakit yang menjalar ditubuhku ini. Jangan bilang aku seperti anak kecil, aku ini masih berumur 15 tahun.
"Kau anak tak berguna! Kamu tidak bisa menyelesaikan ujianmu dengan sempurna, haruskah 99? Kapan kau bisa melakukan sesuatu dengan sempurna?! Aku ragu kau itu anakku. Ibumu sepertinya menyesal di atas memiliki anak sepertimu. Dia pasti malu melahirkanmu." Hinanya.
Aku tidak tahan. Ketika pria di depanku ini menyebut mendiang ibu, rasanya seperti ada yang tidak mengenakkan di dalam hatiku, tidak seharusnya dia menyebut mendiang ibu. Ibu bukanlah orang yang seperti itu, karena dia satu-satunya orang yang peduli padaku di dunia ini.
Pria tua ini sudah keterlaluan. Sepertinya mati pun lebih baik, daripada hidup tersiksa dengan pria tua ini. Ini sama saja dengan penyiksaan sebelum mati.
"Kalau begitu mengapa Ayah tidak membuangku saja? Aku tidak tahan lagi, aku tidak akan mewarisi perusahaanmu. Kau urus saja perusahaan sialanmu itu, aku sudah muak dengan semua ini."
"Membuang? Kau sudah mulai berani, Huang Renjun! Baiklah, kalau itu yang kau inginkan. Aku akan untung tidak memiliki anak sepertimu. Aku akan membuangmu. Setelah kita pulang ke Cina, jangan harap kau bisa bertemu denganku lagi." Balas pria itu dengan senyuman melekat di wajahnya.
Aku tersenyum miris dengan air mata yang masih saja mengalir dari mataku. Sepertinya aku memang sudah tidak inginkan lagi. Hatiku terasa tidak enak.
"Daripada membuang, lebih baik saya mengangkat dan membesarkannya sebagai anak saya. Jarang sekali melihat anak yang unik seperti yang satu ini." Ucap sesorang tiba2.
Ayah dan aku menoleh dengan cepat ke arah pintu dan menemukan Park Sajangnim berdiri disitu dengan sekretarisnya menunggu di depan.
"I-Ini hanya kesalahpahaman, Park Sajangnim." - Ayah
Cih, uang dan imej diri sepertinya penting sekali baginya
"Kesalahpahaman.........saya tidak salah mendengar, bukan. Saya tidak buta dan tuli untuk mengetahui situasi, Tuan Huang." Tanyanya.
Sepertinya memiliki ayah seperti Park Sajangnim itu lebih baik meskipun ia terkesan dingin.
"A-ah, tidak mungkin, Park Sajangnim. Saya sangat menyayangi anak saya, tidak mungkin saya memukul dan memarahinya." Elaknya sambil merangkulku.
Sepertinya oeang ini bisa dinominasi sebagai Aktor Pendatang Terbaru Terbaik. Aktingnya sempurna sekali.
"Benarkah, Renjun-sshi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate 💫 - Wenyeol & Renjun (On Editing Process)
Romance#3. "Fate brought us together " Semoga suka!! Disclaimer: I do not own any of the people (except my own OC) and do not own any pictures/images in this story.