Chapter 9

44 4 0
                                    

Bingung, cemas, takut, semua bercampur menjadi satu kesatuan. Seakan tubuhnya telah dirasuki oleh ketiga rasa itu. Hingga yang dilakukan Renzo sekarang hanya diam, duduk termenung, sambil memilin tangannya.

Kelima temannya yang sudah daritadi mengajaknya bicara akhirnya pun menyerah. Benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada anak itu. Soal keluarganya? Tidak. Kerap kali ketika Renzo dilanda sebuah masalah yang mengenai keluarganya, Renzo tak pernah cemas, takut, atau badmood. Kata kasarnya, ia tak perduli.

Kompak, pikiran mereka pun hanya menuju satu nama yang bisa membuat Renzo menjadi seperti ini.

Devina.

"lu berantem ama Devina?"

Hanzel yang memang terkenal ceplas-ceplos itu pun mewakili teman-temannya--yang sebenarnya tidak berani untuk bertanya dikarenakan wajah Renzo yang tidak mendukung.

Tanpa menjawab ataupun melihat, Renzo bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan teman-temannya yang tercenung melihatnya pergi begitu saja.

--------------------------🌸--------------------------

"le, ada yang nyariin, tuh."

Alea yang sedari tadi menggambar tidak jelas pun menaruh pulpennya dengan kasar, kemudian menatap Dalvin, teman sekelasnya.

"siapa?" tanya Alea jutek. Bahkan, dari nada bicaranya pun Dalvin tahu perempuan ini sedang tidak mood.

"liat aja sendiri." jawab Dalvin cepat, kemudian pergi dari hadapan cewek itu. Alea menghembuskan napas kasar, kakinya melangkah keluar kelas. Namun, ketika melihat cowok berperawakan tinggi putih dengan rahang tegas itu berdiri di depan kelasnya, mood Alea semakin parah.

"ngapain lu kesini?" pertanyaan itu seperti serpihan kaca yang langsung menusuk hati Renzo. Apalagi saat melihat wajah Alea yang menunjukkan bahwa ia tak suka keberadaan dirinya.

"d-devina ga mas-" belum sempat Renzo menyelesaikan perkataannya, Alea langsung menyelonong masuk kembali ke dalam kelas. Renzo sempat meneriakkan namanya berkali-kali, namun Alea seperti pura-pura tuli. Pasrah, cowok itu pun menyenderkan tubuhnya ke dinding. Namun sebentar saja, karena ia langsung menegakkannya kembali saat Alea kembali sambil membawa kantong plastik merah.

"Devina ga masuk. Sakit." ucap Alea singkat sambil menyodorkan kantong itu  dengan kasar.

"ngeliat apa lu sat?" bentak Alea kesal saat Renzo tak juga mengambilnya. "ambil atau gue buang?"

Renzo pun mengambilnya secara perlahan. Kemudian tangan satunya ia gunakan untuk menahan Alea ketika ingin berbalik. Namun Alea dengan cepat menyentaknya kuat, hingga terlepas.

"devina sakit apa?" tanya Renzo semakin cemas. Matanya menatap Alea dengan penuh harapan, berharap sahabat Devina itu mau berbaik hati kepadanya--yang bahkan ia sendiri tak tahu mengapa Alea menjadi seperti ini.

"tanya sendiri. Lu kan pacarnya." sentak Alea kemudian meninggalkan Renzo.

Semua itu berlangsung begitu singkat, hingga kedua insan itu tak menyadari bahwa ada manusia lain yang menyaksikan itu.

----------------------🌸--------------------------

Renzo bersandar di belakang gedung sekolah, menatap kotak yang sedang di depannya dengan tatapan nanar. Kotak dengan bungkusan kado.

Setelah berdiam cukup lama, Renzo pun membuka kotak tersebut. Diambilnya sebuah buku kecil yang merupakan isi dari hadiah tersebut. Dan hanya melihat cover luarnya, Renzo langsung tahu darimana hadiah ini berasal.

MEANING OF YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang