Chapter 5 - "Pertemuan."

45 4 1
                                    

"pesen milo es nya satu sama kopi susu Ya mba," kata Devina kepada pelayan yang sedang menunggu mereka memesan. Pelayan itu pun menuliskan pesanan mereka di suatu catatan kecil. "oke, ditunggu ya," balasnya sebelum pergi dari hadapan mereka.

"tumben ngga pesen cappucino?" tanya Renzo. Ia membuka jaket jeans nya dan menggantungnya di belakang kursi.

"lagi pengen yang manis-manis," jawab Devina.

"batalin aja pesanannya," sahut Renzo kemudian, membuat Devina bingung.

"loh kok gitu?"

"lo pesen air putih, pas mau minum sambil liatin gue. Pasti ntar rasanya jadi kayak teh,"

"tapi gue maunya milo, dasar kutil onta. Ngalus mulu dah kerjaan lu." balas Devina sambil menjitak pelan jidat Renzo. Renzo hanya pasrah sambil mengusap bagian yang menjadi korban dari kekesalan Devina tadi.

Tak lama kemudian, pesanan mereka pun datang. Sesudah menaruh segelas milo es dan kopi susu, Pelayan itu hendak pergi, namun suara Renzo menghentikan langkahnya.

"eh mba, bentar deh," tukas Renzo, membuat pelayan itu mau tak mau meladeninya.

"menurut mba, saya manis ngga?" tanya Renzo. Devina kaget, matanya mempelototin Renzo, namun anak itu pura-pura tidak melihat. Sementara yang ditanya mencoba mengamati wajah Renzo, sangat serius, hingga matanya menyipit. "ah mba, nggak usah gitu juga kali, haha-"

"nggak mas. Biasa aja."

Renzo yang tadinya ingin tertawa sombong langsung terdiam dibuatnya.

"maaf, tapi letak manisnya mas itu dimana ya?"

"PFFFT..." Refleks, tawa Devina membuncah, namun gadis itu mencoba menahannya.

"yaudah mba, gajadi." ucap Renzo kesal. Nada bicaranya yang turun drastis membuat Devina semakin tak bisa menahan tawanya.

Pelayan itu pun mengangguk dan kembali ke tempatnya.

Sedetik kemudian, tawa Devina pecah. Devina benar-benar mengakak, bahkan tangannya sampai memukul-mukul meja. Sedangkan Renzo, anak itu memilih mengabaikannya sembari meminum pesanannya disertai wajah yang kelewat datar. Matanya menatap tajam ke arah Devina yang kini sudah mulai tenang, namun masih memegang perutnya yang kesakitan karena kebanyakan tertawa.

"itu mba-mba nya," ucap Devina terbatah-batah, tawanya kembali membuncah namun tak separah tadi. "itu antara terlalu gengsi sama kelewat jujur tau ngga,"

"lu ketawa lagi, gue balik." Renzo mengancam. Mendengar itu, Devina pun mulai menetralkan dirinya, walaupun perutnya masih geli ingin tertawa. Tetapi jika ia tertawa lagi sekarang, bisa-bisa Renzo meninggalkannya.

"iya, iya. Maapin dep ya," Devina meminta maaf dengan wajah yang diimut-imutkan. Membuat Renzo gemas dan malah mencubit pipi Devina.

Gampang kalo buat dia ga ngambek lagi mah, tutur Devina dalam hati.

"oke, back to topic," Devina mengambil milo es nya dan menyeruputnya sekali. "apa yang mau lu ceritain?"

"jadi gini," Renzo mulai bercerita. "jadi si Diego itu udah lama suka sama Alea-"

"TUHKAN APA GUE DUGA! PANTESAN GUE SERING NGELIAT DIA NGELIRIK-LIRIK ALE.. MMPPHHH!" Dengan cepat Renzo menutup mulut Devina.

Devina yang tak bisa bernapas itu pun akhirnya memukul-mukul tangan Renzo agar melepaskannya, namun anak itu tak kunjung melakukan apa yang Devina inginkan. Hingga akhirnya Devina sendiri yang melepaskannya, yaitu dengan cara menggigit jari Renzo. Renzo berteriak kesakitan, sambil menggerak-gerakkan tangannya yang digigit Devina tadi. Namun ketika samar-samar ia melihat ke samping, ia menjadi diam, begitu juga dengan Devina. Seperti paham apa yang terjadi, mereka perlahan melirik sekitar.. Dan.. BOOM!

Semua mata tertuju kepada mereka.

Dengan rasa malu yang-sebenarnya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Devina dan Renzo pun kembali duduk tenang dan perlahan. Sesudah itu mereka terdiam dengan wajah yang tertunduk ke bawah.

"lu sih! Pake tutup mulut gue segala!" bisik Devina kesal.

"lah lu ngapain gigit jari gue? Sakit tau!" balas Renzo sambil mengusap-usap jarinya tadi.

Saat keadaan kembali normal, begitu juga dengan mereka. Mereka berakting seperti tak terjadi apa-apa, kemudian mulai berbicara seperti yang biasa dilakukan pasangan normal. Tertawa seperti pasangan normal. Tetapi anehnya, mereka tidak tahu apa yang mereka berbicarakan. Sangat absurd. Seperti saat Renzo berkata, "gue tadi eek ga cebok dong," yang dibalas oleh Devina, "oh ya? Gue juga tadi ketiduran di kelas sampe kena marah bu may!" kemudian mereka tertawa.

Tiba-tiba, ekspresi Devina berubah menjadi serius, badannya ia majukan kedepan, melipat kedua tangannya ke atas meja. Renzo yang melihat itu pun juga ikut melakukan hal yang sama.

"oke, lanjut." kata Devina.

"oke. Jadi, lu tau kan tentang Genta?"

Devina mengangguk.

"nah, kan si Genta rupanya tau kalo Diego ini suka sama Alea. Terus, si Genta ngejadiin Alea ini jadi bahan taruhan. Genta nantang si Diego, siapa yang bisa dapetin Alea, dia yang menang,"

"hm, terus, hadiahnya apa?"

Renzo mengangkat kedua bahunya. "ga tau. Soalnya Diego udah terlanjur manas dan langsung ngehajar si Genta,"

Devina mengangguk mengerti. Ia tampak berpikir, beberapa kali ia mengetukkan jari telunjuknya ke atas meja. "terus masalah Diego sama Genta udah kelar?"

"Yakali! Setelah dia tau sifat asli Genta yang begitu? Mana mungkin Diego ngebiarin gitu aja. Dia pasti bakal terus jaga-jaga kalau-kalau Genta ngelakuin hal yang ga baik ke Alea." jelas Renzo. "dan sekarang, karena masalah tadi, mereka berdua di skors. Bedanya, Genta cuma 3 hari sedangkan Diego seminggu."

"lah kok gitu?!" Devina tak setuju.

"katanya, karena si Diego udah terlalu sering ngelanggar peraturan sekolah," Renzo menatap Devina. "by the way, Diego ada ngasih pesan buat lu, dan buat temen-temen gue,"

"apa?" tanya Devina penasaran.

"selama Diego di skors, dia minta tolong ke kita buat ngejagain Alea. Dari Genta dan temen-temennya terutama. Dia bilang kayaknya Genta punya rencana gitu, ga ngerti lah. Cuma dia yang tau,"

Devina mengangguk mengerti.

Sesudah itu, mereka pun berbincang-bincang sebentar, sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu.

MEANING OF YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang