9

1K 196 0
                                    

Chandra

Gue merasa jadi orang paling bahagia saat tahu ternyata istri gue tercinta ini tengah mengandung anak gue. Saat itu usianya masih 3 minggu, tapi gue udah senang banget.

Tiap jam gue mikir keadaan anak gue dalam kandungan, juga mikir gimana Anggi kalau gue tinggal kerja. Dan semuanya berjalan dengan baik, anak gue tumbuh sehat dalam rahimnya.

Apalagi saat empat bulan kemudian, setelah diperiksa kandungan. Anak gue laki-laki!

I'm so happy!

Tiap kali jam istirahat, gue sempatkan untuk telfon atau video call Anggi. Gue merasa lega karena Mbok Uyun terus menginap di rumah, jadi kalau jam kerjanya udah selesai semua Mbok Uyun gak pulang ke rumahnya. Setidaknya kalau gue jauh dari mereka ada yang jagain.

Kadang Diva gue suruh nemenin, Shilla istrinya Panji juga gue suruh ajakin Anggi chek up kandungannya, yang paling sering gue minta tolong adalah Risa dan Wahyu, temannya Anggi. Katanya, Anggi gak rewel, gak terlalu sering ngidam.

Kesibukkan yang mengharuskan gue libur cuma 2 hari dalam seminggu, membuat gue gak bisa memantau sendiri keadaan Anggi dan Chan Junior.

Sebenarnya Anggi udah disuruh Mama dan Ibu untuk cuti beberapa bulan sebelum lahiran, tapi Anggi tetap bersikeras untuk masuk kerja dan sesekali mengunjungi lokasi. Meski ia sudah membatasi lokasi-lokasi yang akan ia kunjungi, dan juga ia diberi waktu untuk pulang lebih awal. Gue masih khawatir.

Ya walaupun Chan Junior sehat selalu, gue sebagai Ayah masih khawatir. Takut terjadi apa-apa sama Chan Junior, bahkan Anggi.

"Apa yang disarankan Mama sama Ibu itu ada baiknya buat kamu dan Jagoan kita." ujar gue saat nelfon dia sehabis kerja.

"Aku nggak apa-apa, Chan. Kata dokter Jagoan kita juga sehat, kuat, dia aktif banget nendang-nendang."

"Ya tapi apa gak sebaiknya kamu mulai istirahat gitu sebelum due date kamu?"

"Gak bisa, Chan. Aku juga bosen kalau di rumah mulu gak ada kegiatan, semua udah diberesin sama Mbok, masa' aku gak dibolehin beres-beres rumah sama Mbok."

Begitulah Anggi, keras kepala. Gue iyain aja kemauan dia, cuma itu yang gue bisa. Tiap gue datang dia pasti meluk gue lama banget, habis itu nyium pipi gue, dan dia pasti bilang : Chan, masa' Jagoan kita minta aku meluk kamu sih?

Gue ketawa, Anggi juga ketawa.

Ah, gue rindu ketawa bareng dia.

*

Anggi

Aku bangun jam 8 pagi ini. Itu artinya dia sudah berangkat dari tadi, dan aku pun terlambat masuk kerja.

Sebelum mandi aku melihat handphone yang sedari tadi malam ku charger. Begitu banyak notifikasi panggilan tak terjawab sebanyak 50 panggilan, dan itu semua dari Chan.

Masih penting kah aku buat kamu?

Dan setelah aku mandi ada panggilan lagi. Kali ini bukan dari Chan, tapi dari Diva, adiknya.

"Hallo, Div? Kenapa ya?"

"Kakak sehat aja kan?"

Kedua alisku bertaut, "Sehat, Div."

Ada hembusan nafas lega yang ku dengar dari Diva sebelum ia berujar, "Abang telfon tadi subuh-subuh, katanya pintu kamar Kakak diketuk-ketuk Kakaknya gak nyahut sama sekali. Abang takut kalau Kak Anggi sakit."

"Kakak tidurnya lagi nyenyak banget tadi, jadi gak denger kalau ada yang ngetuk pintu. Ini aja baru bangun."

"Oh, yaudah deh. Diva tutup dulu telfonnya, hati-hati di jalan kalau berangkat kerja nanti ya, Kak!"

"Oke, kamu juga ya!"

Aku jadi teringat dulu, saat aku masih mengandung Naufal. Diva selalu menelfonku tengah malam, dan hanya menanyakan apakah ada sesuatu yang aku ingin makan tiba-tiba. Aku selalu bilang enggak, memang aku tidak ingin makan.

Kadang juga Diva datang bersama Ardan dan mengantarku jalan-jalan sore.

Masa kehamilanku dulu tidak terlalu merepotkan orang, justru orang-orang yang repot-repot untukku. Aku jarang mual-mual juga, tapi entah mengapa kalau Chan ada di rumah tiap bangun pagi hari selalu saja mual. Aku juga tidak ngidam aneh-aneh yang harus ini-itu, hanya tiap Chan datang aku ingin sekali memeluknya sangat lama, hingga tidur Chan ku jadikan guling.

Sepertinya kemauan Chan Junior alias Naufal adalah dekat dengan Ayahnya. Aku maklum jika Chan hanya punya waktu libur 2 hari, karena pekerjaannya itu menyangkut keperluan banyak orang. Bahkan saat idul fitri pun ia tetap bekerja, seingatku hanya satu kali aku merayakan idul fitri utuh bersama Chan.

Aku dapat merasakan senangnya Naufal setiap kali berinteraksi dengan Chan, apalagi tiap aku memeluknya otomatis perutku juga dapat dirasakan gejolaknya oleh Chan.

Aku menangis, lagi. Untuk kesekian kalinya mengingat Jagoan kecilku, Naufal.

***

Critical Relationship; Bang ChanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang