19

1.1K 199 8
                                    

Anggi

Aku terbangun, dan mendapati Diva tengah berbincang dengan Joni. Dimana Chan?

"Mbak udah bangun?" tanya Joni. Kalau aku masih merem itu berarti tidur, Joni!

"Chan mana?" tanyaku ganti.

"Ciee… yang udah kangen aja nih ye! Aku suruh pulang buat mandi sama ambil keperluan buat Kakak." jawab Diva sekalian menggodaku.

Aku hanya beroh ria, dan kembali diam.

Kosong. Pikiranku kosong.

*

Chandra

Anggi jadi banyak melamun, gue lagi nyuapin dia. Diva pamit karena Ardan rewel minta pulang, dan Joni juga pamit. Tinggal kita berdua.

Terlintas keinginan buat ngajak Anggi ke luar kamar. Gue tahu pasti dia bosan, apalagi lusa baru boleh pulang sedangkan gue besok pagi harus kerja lagi, dan balik 5 hari lagi.

Gue takut kalau Anggi kenapa-napa.

"Jalan-jalan yuk!" ajak gue, dia masih melamun. Gue siapin aja kursi rodanya, dan langsung menggendong kemudian mendudukkannya di atas kursi roda.

"Eh? Mau kemana?"

"Ke taman, cari suasana baru."

Anggi tidak berontak, dia diam saja. Hingga tiba di taman, ia masih melamun. Sepertinya juga dia tidak sadar udah gue bawa di taman.

"Anggi!" gue memanggilnya seraya mengusak pelan kedua bahunya, lalu duduk berjongkok di hadapannya.

Anggi hanya menatap tak lama ia melihat ke arah lain tanpa ekspresi.

Jujur gue takut dengan Anggi yang nampak tak bernyawa.

"Aku pernah gak cerita kalau sebenarnya aku bukan anak pertama?"

Gue lihat Anggi langsung menatap mata gue intens, seperti mencari kebenaran dari diri gue.

"Belum," jawabnya.

"Waktu aku SMA, Ibu pernah cerita kalau sebenarnya aku punya Kakak perempuan. Tapi Kakakku lahir prematur dengan keadaan yang sangat lemah, waktu itu umur Ibu memang tergolong sangat muda jadi ASI pun sangat susah keluar. Belum ada satu minggu, Kakakku meninggal. Empat tahun kemudian lahirlah aku, Chandrasa Adi Baskara."

"Bapak juga sama kayak aku, Nggi. Menyalahkan istrinya sendiri, setelahnya hampir dua tahun Ibu mendiamkan Bapak. Ibu gak mau ketemu sama Bapak jadi tinggal terus di rumah Kakek."

Gue genggam kedua tangannya, "Aku baru ingat ternyata kisah yang dialami orang tua ku, terjadi juga di hidup kita. Maafin aku, Nggi."

Anggi menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis, gue ulurkan kedua tangan untuk memeluknya sekarang.

Tak peduli seberapa banyak orang yang akan melihat kita.

"Aku tarik ucapan aku, Nggi! Tolong percaya lagi sama aku, aku bakal jaga mulut aku supaya gak nyakitin kamu."

Anggi masih terisak, ia memelukku erat.

"Maafin aku juga, Chan."

***

Critical Relationship; Bang ChanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang