Kata Hati

2K 90 24
                                    

Pada bagian ini sengaja saya beri judul kata hati, bukan kata author atau pun kata pengantar. Sudah cukup lama sejak saya mulai serius menulis di tahun 2016 lalu, kini saya kembali lagi dengan tulisan yang jauh lebih berani.

Mengapa? Karena dalam buku kali ini saya akan menceritakan beberapa kisah perjalanan kehidupan saya yang selama ini saya berusaha untuk terus sembunyikan. Dan tentu, semua ini bisa terjadi karena hati saya yang terus menjerit ingin didengar dan dibebaskan. Maka dari itu saya beri judul kata hati.

Awalnya saya ingin menulis buku yang berisi kesenangan saja alias penuh dengan cerita kebahagiaan, candaan atau lelucon yang mampu mengocok isi perut pembaca. Tapi, nampaknya saya gagal karena selera humor saya sudah di ambang batas kronis yang sangat receh lagi garing. Saya tidak begitu ahli menghibur banyak orang dengan kisah kocak nan lucu.

Walau begitu, saya berharap melalui buku saya ini pembaca tetap merasa sedikit terhibur dengan banyak kejutan tak terduga di dalamnya. Tujuan utama saya menulis buku ini adalah hanya ingin menyampaikan seluruh isi hati lagi keluh kesah saya yang terpendam begitu lama di ruang waktu yang sudah berkarat dan mengusang.

Pada akhirnya saya mengerti lagi memahami bahwa semua rasa yang beragam itu hadir di kehidupan bukan untuk menghukum apalagi menghakimi diri. Semata-mata semua datang untuk mengajar lagi mendidik penuh tanggung jawab, bahwa kehidupan adalah hal yang akan dan harus selalu berjalan dengan penuh keikhlasan.

Tidak pernah ada hal yang pasti dalam kehidupan, tidak ada angka matematis untuk berpikir bahwa apa yang kita usahakan akan berbuah sama dengan hasil yang akan didapatkan. Karena pengharapan yang berlebih, ambisi yang tak terarah itulah saya menjadi tersesat sangat jauh dari rumah.

Saya pernah berjalan di jalan yang sangat gelap dan tak memiliki arah tujuan. Terombang-ambing dengan fenomena dunia yang menyilaukan. Dipusingkan dengan banyak pemikiran dan kata orang. Sibuk mengejar ambisi yang tak memiliki nyawa dan ruh murni dalam setiap usahanya untuk mewujudkan.

Saya memiliki ambisi dan harapan yang amat tinggi namun masih kabur soal tujuan. Entah itu tujuan jangka pendek saya maupun jangka panjang. Rasanya saya merasa sangat bodoh dan malu jika mengingat dan menengok sosok diri saya yang dulu. Saya tidak ingin berada di jalan yang sama lagi, karena itu saya memulai semuanya lagi dari awal mulai sekarang.

Memang, harga yang harus saya bayar saat ini adalah: Perjuangan tanpa henti. Saya harus berjuang demi kehidupan dan diri saya sendiri tanpa kenal lelah dan putus asa. Saya tidak boleh menyerah. Saya mengatakan banyak hal itu pada diri saya berulang kali agar tak mudah goyah ketika diterpa angin badai. Segera bangkit ketika terjatuh. Dan menghibur diri sendiri ketika bersedih.

Sungguh, tidak pernah ada jalan pintas untuk mencapai suatu tujuan dalam hidup. Apalagi, jika tujuan dan cita-cita dalam hidup itu adalah sesuatu yang baik dan mulia. Mana bisa kita wujudkan dengan banyak warna kelicikan, kemalasan, kebodohan. Tidak, tidak akan pernah kita raih tujuan jika semua energi negatif itu masih kita jadikan tameng atas pembenaran diri kita yang merasa bahwa 'Saya adalah korban'.

Pada satu titik, saya memang pernah merasa menjadi si korban. Atas segala luka, perih dan penderitaan yang saya rasakan waktu itu. Saya merasa saya adalah korban kejahatan dari banyak perlakuan dan perkataan beberapa orang yang tak cukup pintar menggunakan fugsi otak, mulut dan perasaaanya dengan baik.

Saya pun pernah menjadi mayat hidup yang hanya terus membawa kisah masa lalu yang sudah seharusnya saya lupakan dan ikhlaskan malah saya jadikan beban berat dari hari ke hari.

Menatap kehidupan dengan kacamata pesimis. Mendengar dengan pendengaran penuh curiga. Merasakan banyak hal dalam kehidupan dengan hati yang sakit. Amarah, dendam, kecewa, benci adalah beberapa kawan dekat saya dulu ketika menjalani kehidupan.

Saya benar-benar merasa tidak aman. Dengan semua hal yang ada di dunia ini, bahkan keluarga, saudara, teman dan diri saya sendiri. Dada saya terasa sempit dan rasa menyesakkan itu semakin parah seiring bergulirnya waktu.

Saya kira saya akan membaik dan lebih bersemangat hidup ketika menghabiskan banyak waktu dengan hal-hal positif. Namun, nyatanya tidak. Seberapa banyak pun waktu yang saya habiskan untuk membentuk dan menarik energi positif dari sekitar. Tetap saja saya merasa mati. Saya haus akan rasa dan aroma kehidupan yang penuh dengan pergerakan yang jelas dan tujuan yang pasti.

Bergabung dengan berbagai bermacam organisasi yang positif, belajar banyak bahasa baru, berkumpul menghabiskan waktu dengan teman-teman dan sahabat terbaik dengan penuh tawa dan canda. Mengikuti kajian ilmu agama. Menjaga kehidupan agar tetap seimbang. Selalu mengevaluasi daftar beberapa hal yang harus dicapai agar tetap dalam koridor kefokusan.

Membaca buku-buku yang bagus. Menonton acara televisi yang berkualitas. Membaca dan mendengar lelucon lucu dari buku dan teman dekat. Mendengar lagu-lagu yang keren. Semua sudah saya lakukan dengan cukup baik dan cekatan. Tapi, kenapa saya masih saja merasa kosong? Apa yang salah?

Itulah awal mula perjalanan penuh perjuangan dan pengorbanan saya dimulai. Ketika muncul pertanyaan-pertanyaan yang masih saya terus bimbangkan akan jawabannya. Kenapa saya merasa kosong? Hampa? Mati? Apa yang salah dengan saya? Apa yang salah dengan kehidupan saya?

Saya sudah menjalankan kehidupan dengan baik. Dengan tetap menjaga keselarasan diri dengan lingkungan sekitar. Saya tidak pernah merasa menjatuhkan orang, menghina orang, apalagi memfitnah orang. Saya tidak bisa berbuat seperti itu.

Saya pun bukan seorang berandal yang suka menghabiskan banyak uang orangtua untuk bersenang-senang dengan membeli minuman keras apalagi narkoba. Saya pun bukan seorang pemuda-pemudi yang sibuk memikirkan tren gaya kekinian dan popularitas. Saya merasa hidup sudah baik dalam jalur yang benar.

Saya senang membaca, saya suka belajar. Banyak waktu yang saya habiskan hanya di perpustakaan, kamar, majelis ilmu. Saya tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang menyeramkan macam dunia malam. Bermain dengan teman pun tidak jauh-jauh dari taman yang banyak fasilitas gratisnya, mall— ke mall pun lagi-lagi seringnya untuk mengerjakan tugas dengan fasilitas wi-fi gratis, makan makanan terjangkau dan murah, seringnya berkunjung ke toko buku dan arena permainan.

Berolahraga di lapangan. Mengadakan pertemuan dengan teman komunitas. Sudah, hanya sebatas itu rutinitas kehidupan saya terus berulang-ulang. Tapi, kenapa saya merasa masih saja ada hal yang kurang?

Ini semua tentangmu, bukanlah buku yang berisikan tulisan-tulisan puitis tentang si dia. Bukan juga berisi soal cinta-cintaan atau hal–hal manis. Ini adalah sebuah pembelajaran penting yang diabadikan lewat tulisan yang saya harapkan akan bermanfaat untuk banyak orang, penuh dengan perenungan-perenungan akan nilai dan makna kehidupan.

Bagaimana pun kehidupan dunia ini melukismu dengan banyak warna dan kejadian. Kamu harus tetap terima itu dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan. Tidak banyak mengeluh dan berputus asa seperti pecundang.

Tetap bangkit penuh percaya diri walaupun sudah dijatuhkan berkali-kali. Tak pernah mau menyerah apalagi membirkan diri kosong dan akhirnya hanya terisi dengan fenomena dunia yang fana dan penuh dengan ketidakpastian. Tidak takut dan berani untuk memulai sesuatu lagi dari awal.

Pada catatan ini saya ingin menyampaikan; bacalah dengan hati dan perasaan. Juga akal dan pemahaman yang mendalam. Maaf, jika beberapa bagian di buku ini saya tulis dengan penuh luapan emosi. Saya hanyalah manusia yang tak luput dari kesalahan lagi kekurangan. Saya pun bisa merasa sakit dan terluka seperti kamu.

Kehidupan sebenarnya mengajarkan banyak hal sederhana yang mungkin belum kamu pahami dengan baik. Bahwa, sebelum memutuskan untuk berjuang dan meraih suatu keberhasilan. Hal pertama yang perlu kamu pastikan adalah dirimu sendiri. Karena hanya lewat dirimulah kehidupan akan terasa hidup. Dan hanya lewat dirimulah Allah akan mencurahkan kasih, bimbingan serta cahaya-Nya agar kamu tak tersesat jauh dari rumah.










Bogor, Januari 2019

Afnan Syahirain                          

Ini Semua Tentangmu | TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang