Disudut Kota Tua

6 1 0
                                    

Sekitar satu jam lebih sejak aku meninggalkan stasiun kereta dan berhenti di Kota Tua. Tak lama berselang gerimis turun membasahi tanah dan rumput disekitar menimbulkan genangan air dan aroma khas tanah basah yang menguap dan menjalar memenuhi Indra penciumanku.Dan akupun berlari kecil menghindari tetesan gerimis di sore itu menuju deretan toko yang berada diseputaran kota tua dan berhenti di deretan terakhir dari blok gedung ruko tersebut dan lalu melirik keatas dan terlihat jelas nama di plakat kayu yang dipernis dan dicat kuning yang bertuliskan " Triple Cups Coffee shop and Resto" berwarna coklat muda. Seraya menyeka pakaianku yang terkena basahan tetesan dari air hujan dan bergegas masuk kedalam Cafe untuk berteduh dan beristirahat sejenak yang dimana hujan pun mulai turun dengan derasnya.

Suasana didalam café cukup ramai ketika aku melewati pintu masuk. Terlihat disebelah sisi kananku terdapat kursi panjang yang terekat pada dinding café. Di dinding cafe terdapat gambar serta relief  bertemakopi dan perlengkapan lainnya yang bergaya tempo dulu. Disebelah sisi kiriku terdapat kursi duduk dan meja, ada yang untuk berdua, berempat dan enam orang. Di dindingnya terdapat gambar tentang Kota Tua yang dibingkai tersusun rapi memenuhi dinding café yang bergaya modern minimalis. sehingga jika terlihat dari arah sebelah kanan ke kiri seperti melintasi waktu dari masa lalu ke masa sekarang. Lalu akupun memilih duduk dibagian sebelah kiri menuju meja untuk dua orang yang terletak dekat jendela kaca agar dapat melihat pemandangan suasana luar. 

Hanya ada beberapa orang didalam café tersebut, disudut kiri dari tempat dudukku terlihat sepasang kekasih sedang asyik berswafoto berlatarkan dinding café, diseberang tempatku duduk di bagian kursi panjang terdapat seorang pria tua yang sedang duduk membaca Koran sambil mengisap pipa cangklong yang sesekali mengeluarkan kepulan asap dari mulutnya dan tidak jauh dari tempat duduk pria tua itu terdapat kumpulan lima anak muda pria dan wanita yang sepertinya teman kuliah maupun rekan kerjanya, bercakap cakap dan sesekali diselingi gelak tawa. Terdapat tiga orang pelayan café dan dua orang barista yang sedang sibuk bekerja melayani serta membuatkan pesanan para pelanggan café yang diikuti suara musik instrumen piano dari speaker yang mengalun lembut dan ceria yang terdengar samar menambah hangat suasana sore yang basah dihari itu.

"Selamat datang di "Triple Cups Coffee Shop and Resto," Kata seorang pelayan wanita yang datang menghampiri tepat disamping dimana aku duduk.

Rini namanya kulihat tag nama tertera dibagian kanan dari bajunya dengan ramah disertai senyuman kecil diwajahnya sambil menyodorkan menu harian café kepadaku.

"Mau pesan apa mas?, silahkan dipilih dan kebetulan kami juga punya menu baru hari ini dan apakah mas mau mencobanya atau sudah punya pilihan tersendiri?," katanya.

Sambil Rini mengeluarkan sebuah pena dan catatan kecil untuk menulis pesanan.

"Saya pesan cappuccino midwest hangat satu, mbak pintaku kepadanya," kalau soal menu baru itu, lainkali saja saya mencobanya," terima kasih.

"Baiklah. Terima kasih kembali," jawabnya.

Rini mencatat pesananku dan segera mengambil menu café dari atas meja lalu pergi mengantarkan pesananku kepada barista cafe.

Selagi menunggu pesananku datang, aku pun memeriksa ponselku dan tertera dilayar atas pemberitahuan dari sebuah aplikasi chatting dengan simbol gagang telepon yang berwarna hijau. Adikku Retno rupanya terlihat jelas dari foto dan namanya bertanya tentang keberadaanku saat ini.

"Kak Bagas sudah sampai dimana?, Ibu menanyakan kakak sedari tadi kak Bagas belum menghubungi. Ibu menjadi khawatir dan kakak hati – hati ya, jangan keluyuran lho, hehehe," isi dalam pesan textnya.

"Kakak sudah sampai, sekarang berada di sekitaran Kota Tua. Baiklah, besok kakak akan menelepon Ibu, selamat sore menjelang malam adikku," Isi balasan pesanku untuk mengakhiri percakapan.

Tak selang beberapa saat pesananku pun tiba dan akupun mulai menyeruput secangkir cappucino midwest hangat dan menikmatinya.


*   *  *    

Di Antara Seribu BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang