INDIGO ✓

3.4K 304 32
                                    


Warning: konten sedikit sugestif.

A/N: bisa dibaca terpisah. Tidak berhubungan dengan kelanjutan cerita indigo yg dibuat oleh partner saya. Well, selamat membaca.

...

watch your step

...

Sekali lagi, Jimin mendapati pria jangkung itu tepekur di depan taman Fakultas Teknik.

Dia hanya memerhatikan dari jarak kurang lebih 5 meter ini, saat sorot mata polos Kim Taehyung berkedip konstan dengan datar, tanpa minat, memandang kosong ke batang pohon yang berjejer jarang. Mengabaikan satu dua mahasiswa lain di sekitar, plus tatap penuh penasaran yang dilayangkan.

Mendecih, Jimin menghampiri dengan banyak makian dalam kepala. Dia yakin tebakannya benar, soal Taehyung yang tidak kekurangan teman karena sekali lihat pun, memang menarik perhatian. Mungkin karena paras, sikap dingin cenderung misterius, dan lain sebagainya yang memukau bagi orang kebanyakan.

Apalah Jimin yang masih perlu usaha untuk bisa berinteraksi dengan orang-orang. Kalau itu Taehyung, mungkin satu kedip dan sebuah senyum saja cukup untuk membuat yang lain tertarik.

Sejujurnya Jimin heran, kenapa Taehyung tidak memiliki minat bersosialisasi sama sekali? Sebenarnya, apa yang dia cari?

Hah, dunia dan segala kenaifannya. Bagai roda setan yang tiap putaran sudah ditentukan entah sejak kapan.

Telapak melambai di depan muka yang lebih tinggi. "Hei, Kim Taehyung, ayo pulang bersamaku." Dalam hati, Jimin menghitung. Satu, dua, tiga, sampai pandangan Taehyung mulai memfokuskan atensi dan kerjapan yang bertambah membawanya kembali dari 'keadaan trans'. "Habis lihat apa, kamu?"

Hidung yang berdiri angkuh digaruk pemiliknya beberapa kali. Undakan anak tangga dipijak hingga Taehyung menjejeri lalu berjalan bersama. "Ah, bukan apa-apa, Jimin."

Selalu saja begini, Jimin mengangguk sambil mengiringi langkah Taehyung yang bertambah. Mereka berjalan dalam diam, sampai persimpangan satu blok sesudah gerbang utama kampus memisahkan.

Tidak apa, ini baru hari ketiga. Taehyung pasti bosan Jimin ikuti terus menerus. Lama-lama dia akan membeberkan semua yang Jimin pertanyakan.

Lagipula, ia memang benar penasaran pada hal yang satu ini. Maka menunggu barang berapa waktu lagi tidak akan membuatnya urung.

...

"Kenapa kamu penasaran sekali, sih, Jimin?"

Satu waktu setelah sekian hari, Taehyung mau membicarakan topik yang membawa Jimin ke lingkarannya. Mencondongkan diri dari kursi seberang, pemuda Park menumpuk kedua lengan diatas meja. Dibelakang cangkir kopi late dan berpiring kudapan manis lain. Menatap Taehyung yang meneguk cokelat cair pesanannya sendiri.

Seringai terbit di sudut bibir, Jimin senang dugaannya tepat jika sedikit sogokan dapat membujuk Taehyung.

"Ya karena aku tidak pernah melihatnya secara langsung, Taehyung."

Di belakang mug, mata besar Taehyung kentara mengkalkulasi. Tidak salah jika dia masuk ke Fakultas Teknik, pikir Jimin. Di Ekonomi juga cocok. Orangnya memang penuh perhitungan akan segala sesuatu. Kelak, dia pasti menjadi SDM mumpuni di bidangnya, Jimin yakini hal tersebut. Sayang sekali Taehyung tidak menempuh jalur studi yang sama, padahal jika iya, pertemuan mereka mungkin sudah terjadi sejak lama.

ficlet 2 [VMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang