Ciuman Kim Taehyung yang semula perlahan, lembut, dan manis seiring dengan kepingan memori menyusupi benak Jimin itu kian berubah di tiap sekonnya. Bibirnya yang semula memagut itu bergetar, Jimin bahkan bisa merasakan kala giginya bergemeletuk.Manik Jimin yang masih terbuka mengerjap beberapa kali. Awalnya hanya memandang Taehyung dengan kosong karena benaknya tengah mengawang, tapi begitu kesadarannya terkumpul Jimin menatap nyalang pada air mata yang sudah menganak sungai di kedua pipi Taehyung.
Alis yang tebal berkerut di pertemuannya dengan kelopak mata memejam meski likuid bening menyelinap keluar dari tepinya. Taehyung terlihat sedikit gemetar, sebuah isakkan yang lolos darinya membuat Jimin terenyuh. Hatinya turut tercubit. Ia sakit melihat Taehyung seperti ini.
Jimin mengepalkan kedua tangannya yang semula kaku di sisi tubuh. Ia menangkup rahang Taehyung yang masih mengetat, mengusap kedua pipinya hati-hati dengan ibu jemari. “Taehyungie, shhh, Sayang. Sudah....”
Netra Jimin berkaca-kaca begitu Taehyung memandangnya langsung. Meskipun mata Taehyung tidak terlihat memerah sehabis tangis—mungkin karena dia memang bukan manusia biasa—ada banyak cerita tak tersampaikan yang bisa Jimin lihat dan pahami dari iris hazel yang masih menyorotkan pilu itu.
Diri Jimin di kehidupan yang sebelumnya beruntung sekali bisa membersamai sosok seperti Kim Taehyung... sedikit banyak Jimin jadi iri. Meskipun dia juga menjumpai Taehyung yang sama tapi apakah ia bisa disayangi seperti itu juga? Jika Taehyung sampai memendam kesakitan sebanyak ini... Jimin pikir dirinya yang dulu berengsek karena sudah melukai hati Taehyung.
“Taehyungie...,” mulai Jimin dengan mata yang tak lepas menatap Taehyung, “maaf karena aku sudah menyakitimu....” Setetes air jatuh dari matanya. “Maafkan aku? Maaf karena kau harus menanggung semuanya sendiri... karena aku sudah pergi darimu—,” ia terisak, “maaf untuk semuanya....”
“Tak apa, Jimin-ah.” Suara Taehyung serak dan terdengar lebih dalam. “Semuanya bukan salahmu. Berhenti meminta maaf dariku karena aku sudah memaafkanmu sejak ratusan tahun yang lalu.”
“Taehyungieee,” rengek Jimin, “itu pasti berat sekali—untuk mencariku seperti yang kau lakukan. Ba—bagaimana jika seandainya aku tidak pernah dilahirkan kembali?” Ia mengusap lelehan bening di pipi Taehyung. “Kau mau mencariku sampai kapan?”
Senyum lembut yang muncul di bibir Taehyung membuat hati Jimin bergetar. “Mungkin sampai aku sendiri yang mati. Baru di kehidupanku yang berikutnya kita akan bertemu lagi.”
“Bodoh.” Jimin tergelak pelan, ia merengkuh bahu Taehyung dan memeluknya erat. “Kalau kau juga mati kau akan melupakan aku, lupa akan kita, Tuan Immortal.”
Taehyung merengkuh pinggangnya, membuat mereka kian dekat. “Seratus tahun sejak kepergianmu... sesungguhnya aku sudah menyerah, Jimin-ah, atas harapanku untuk bisa menemukanmu lagi di dunia. Hidupku yang bukan kehidupan ini terasa kosong tanpamu.”
“I—itu lama sekali, kau tahu.” Jimin tertegun. Taehyung merengkuhnya lebih erat dan Jimin merasakan Taehyung mengecup pelipisnya.
“Butuh seratus tahun bagiku untuk bisa menerima kenyataan jika kau tidak kembali, Jimin-ah. Itu sulit, tentu. Terlebih saat aku harus meninggalkan Korea dan semua kenangan tentang dirimu.”
Jimin mulai tenang, tangisnya sudah berhenti. Tinggal isakkan saja yang masih muncul satu dua kali seiring pembicaraan. Ia merasa nyaman dalam pelukan Kim Taehyung. Jimin baru tahu jika merindukan seseorang—yang meskipun secara harafiah baru pertama kali ditemuinya—ternyata rasanya tetap sama. Menyakitkan. Membingungkan. Ia tidak ingin kehilangan lagi sosok Taehyung untuk kedua kalinya... bisa?
KAMU SEDANG MEMBACA
ficlet 2 [VMIN]
Fiksi Penggemar[ONESHOT COMPILATION] Ficlet: istilah bagi cerita yang lebih panjang dari drabble, namun tidak sepanjang oneshot biasanya. Word count; 500-1500 kata per part. SEMUANYA MATURE RATED Konsep sama seperti FICLET 1 | NEVER ENDING BOOK ❤️ [✓] berarti cer...