3 - Red String

9K 878 111
                                    


Benang merah takdir.

Renjun pernah mendengar legenda ini dari neneknya di Cina. Konon, di jari kelingking setiap orang ada benang merah yang tak kasat mata, yang akan terhubung dengan dan hanya dengan soulmate-nya. Benang tersebut bisa menghubungkan dua orang pasangan di tempat yang sangat berjauhan, bahkan bisa saja terpisah ruang dan waktu. Saat Renjun mendengar cerita ini, dia hanya takjub.

Mana dia tahu kalau itu bukan legenda?

Legenda yang menjadi kebenaran ini mulai dibuka sejak pasangan selebriti ternama menceritakan kisah awal pertemuan mereka yang menjadi buah bibir seterusnya. Terkuaklah pasangan-pasangan awet yang terbentuk dari benang merah takdir ini yang membuatnya mempercayai, "Kalau mau langgeng, cari jodoh yang tepat dulu."

Itulah kenapa Renjun tak pernah terburu-buru menjalin hubungan. Teman dekat? Banyak. Teman yang sangat dekat ke hati? Oh, ada tapi karena benang merah itu tak muncul di matanya, anggap saja cuma orang yang mau mampir.

"NJUN-GE, CEVAT!!! NANTI PERTANDINGANNYA KEBURU SELESAI."

"Ga usah teriak, Lele. Gege udah siap kok, " serunya pada Chenle yang masih teriak-teriak di lantai bawah. Heran deh, ini anak sudah puber tapi suaranya tetap aja kayak lumba-lumba lagi main hula-hula. Malah ditambah bahasa alay. Renjun sudah bisa menduga, itu pasti diajarkan curut kelebihan kalsium yang cuma pengen dipanggil Jisung Pwarkk.

Mereka pun akhirnya menaiki mobil yang dikendarai sopir Chenle.

Lo, mau kemana mereka?

Jadi, untuk mengawali awal mereka masuk ke klub bulu tangkis di sekolah, mereka harus menonton pertandingan atlet sekolah mereka sebagai salah satu absensi pre-anggota. Pre-anggota, belum jadi anggota.

Susah amat ya jadi anggota klub. Iya, tapi Chenle bersikeras ikut. Katanya sih mau nambah keahlian memikat wanita setelah pindah dari klub panahan, berkuda, dan fencing. Ya udah sih, sesukanya Chenle saja, namanya juga holkay.

Renjun sama sekali tidak berminat pada olahraga yang banyak lompat dan larinya itu. Maklum, dia orang seni yang lebih memilih menyimpan energinya untuk menciptakan keindahan. Bohong deng, Renjun memang nggak jago dan nggak mau jago olahraga.

Lalu, kenapa ikutan? Ini semua karena Ayah Chenle yang memintanya menjadi bodyguard Chenle selama bersekolah di Korea. Nyusahin aja. Bayangkan kawan-kawan, Renjun yang lembut itu masuk klub berkuda. Capek kan Renjunnya.

Makanya, saat sekarang ia di depan stadion pertandingan, Renjun menghela napas lelah. Bersama pemuda hiperaktif sekelas Chenle cukup menguras energinya.

"WOAAA."

Chenle yang takjub melepaskan lumba-lumbanya lagi. Renjun justru pusing melihat panjang antrian dari para pre-anggota klub yang sepertinya didominasi perempuan ini.

"Tuh kan Ge, banyak ceweknya."

Iyain aja. Padahal sudah keliatan kalau mereka cuma fans-fans kurang kerjaan yang nonton pertandingan bawa kamera, penstick, dan goodies ber-cover foto atlet mereka. Dia heran, ini pertandingan atau konser NCT Dream sih?

Jangan salah, konon atlet mereka memang keturunan tampan dan terkenal. Renjun tahu beberapa diantaranya kok, tapi tidak sampai kenal juga.

"KYAAAA. Sunbae ini keren banget"

Terdengar pekikan lagi. Chenle bahagia. Renjun merana. Dalam hati, dia merutuk, pasti berisik kalau latihan dengan kondisi banyak cewek begini. Renjun tidak mau membayangkan.

Setelah mereka mendapat tempat dan stempel (ga elit banget ya), mereka pun duduk di bangku penonton terdepan. Para pemain belum masuk ke lapangan jadi Renjun pun melakukan pemindaian singkat. Di lapangan pertandingan, ada panitia pertandingan, kru penyiaran TV, staff medis dan seluruh aparat pertandingan. Oke, sejauh ini aman. Di bangku penonton ada penonton.

Cheerleaders mulai bersorak tanda atlet akan segera memasuki lapangan tanding.

"Ge, cheerleader-nya cantik-cantik."

Kalau tidak ingat Chenle ini adiknya, sudah dia...

"Ah!"

Renjun mengalihkan pandangannya dari Chenle ke tangan kirinya, lebih tepatnya pada benang merah yang muncul di kelingkingnya.

Ke mana? Siapa? Sekarang?

Renjun menelusuri benang merah yang mulai memanjang ke arah lapangan itu dengan hati yang berdebar. Jangan katakan soulmate-nya adalah salah satu atlet hari ini.

Ketika benang itu terhubung ke kelingking seseorang, Renjun langsung melarikan pandangannya ke wajah yang ternyata juga menatap tajam ke arahnya. Renjun menelan ludah.

"Lele, aku dalam masalah."

"Hah?"

Chenle tidak mengerti dan mulai menanyakan sesuatu dalam bahasa ibunya. Renjun yang panik, menggenggam tangan Chenle.

"Lele, kalau akhirnya nanti aku mundur dari klub nggak apa-apa kan?"

"Gege bicara apa sih?"

Chenle yang akhirnya merasa ada yang menatap mereka mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang beralis khas burung camar sedang menatap tajam ke arah mereka, tepatnya Renjun yang sedang panik.

"Oh, Kak Mark. Halo."

Chenle justru melambai-lambai bahagia.

"Loh, Kak Mark kemana?"

Renjun menoleh ke lapangan dan mendapati Mark berlari ke pintu keluar lapangan. Pelatih dan rekan-rekan atletnya memanggil Mark yang berlari seperti kesetanan dan Renjun cukup punya firasat buruk untuk hal itu.

Ketika pekikan penonton dan fans semakin keras, ia baru saja menyadari bahwa Mark, salah satu atlet terkenal di klubnya, lebih tepatnya Ketua Klub Bulu Tangkis sekarang, sedang berlari dari ujung bangku penonton ke arahnya.

Seolah tak peduli dengan pekikan fans, Mark memantapkan diri berjalan beberapa langkah tepat ke depan Renjun. Renjun menahan napas.

"Namamu?"tanyanya sambil mengulurkan tangan.

Renjun mau tak mau membalas uluran itu sambil menenangkan detak jantungnya.

"Renjun."

Mark mengulas senyum yang sialnya tampan sekali.

"Aku Mark, dan sepertinya kita jodoh. Setelah pertandingan ini selesai, bisa menungguku di sini? Aku harus segera bertanding jadi kuharap kamu mau menungguku selesai. Tidak apa-apa kan?"

Ditanya dengan nada selembut itu dari bintang sekolah, Renjun cuma bisa menggangguk.

Cupp.

"Terima kasih. Doakan kami menang ya, Renjun."

Tangan yang sejak tadi dijabat Mark, diangkat dan dikecup.

"Aku ke lapangan dulu, ya."

Dengan rambutnya yang diacak pelan, Mark kembali ke lapangan meninggalkan pekikan histeris para fans, dan pelukan erat dari Chenle yang sedari tadi menjadi saksi pertemuan soulmate-nya.

"Congratulations, Gege! Aku akan menyusul segera setelah masuk klub."

Renjun sudah tidak dapat berpikir. Dia hanya bisa berdoa semoga semuanya lancar dan tidak terjadi perang antara pacar dan fans seperti yang biasa terjadi pada drama yang tak sengaja ditontonnya.





[Mark x Renjun]
---Fin, 26 April 2018

Saya ngetik tanpa arah, biasa kalau ngetik di hp emang kaya gini jadinya. Ide awal udah Markren, tapi pas ngetik malah menjurus ke Renle (kerasa kan banyak momen di awal?)

Untung baca ulang, baru ngeh ga masuk akal.

Next?

MOMENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang