Mencintaimu dalam diam adalah caraku untuk bertahan. Cukup dengan menyebut namamu dalam hamparan sajadahku dan menyapamu melalui doa-doa kepada Rabb-ku.
***
Masih sama seperti biasanya, tidak ada yang terlalu spesial pada kegiatan Haifa. Hanya mengulang berulang kali kegiatan yang sama seperti minggu sebelumnya. Jika seperti ini, ia merasa rindu rumah, padahal masih satu minggu dari kuliahnya berjalan.Astagfirullah.
Haifa menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali, mencoba mengusir rasa malas yang datang menggoda dengan seenaknya. Membangun ilmu saja malas, bagaimana mau minta membangun rumah tangga?
"Haifa!"
Haifa mengedarkan pandangannya mendongak menatap ke sekeliling. Saat ini, ia duduk di taman Fakultas bersama Shinta yang tampak kalut menyalin kuis take home. Menurut Haifa sebenarnya bukan kuis take home, melainkan take kostkarena ia mengerjakan di kost bukan di rumah.
Haifa terkikik geli karena kerecehannya pagi-pagi—saat Shinta yang melupakan kuis mereka itu.
"Assalamu'alaikum Bu Tia," sambut Haifa ramah. Kemudian diikuti dengan Shinta yang berusaha menutupi aksinya itu.
"Wa'alaikumussalam."
Haifa tidak pernah membeda-bedakan dosennya, karena semua memiliki kelebihan di masing-masing dan intinya sama-sama mengamalkan ilmu yang dimiliki. Tetapi, ia paling dekat dengan Tia, dosen yang saat ini mengajarkan Mata Kuliah Manajemen dan Layanan Informasi di semester empat.
Tia juga tidak pernah enggan untuk menyapanya atau membalas sapaanya jika berpapasan di jalan. Bukan berarti Haifa di anak emaskan, tetapi karena dosennya tersebut memang sering kali meminta saran atau informasi mengenai kajian-kajian pada Haifa.
"Kalian lagi ngapain?" tanya Tia. Ia ikut duduk di kursi kosong yang ada di meja bundar.
"Lagi nunggu kelas, Bu Tia," jawab Haifa.
"Sambil belajar?" Tia tampak menunjuk buku-buku yang berserakan di atas meja dengan dagunya.
Shinta mengangguk. "Iya Bu, hehe."
"Mata kuliah apa, Shin?" tanya Tia sekali lagi berbasa-basi.
"Temu Kembali Informasi," jawab Shinta singkat.
Tia menganggukkan kepalanya mengerti. "Oh iya Fa, sampai lupa tadi nyamperin kamu mau ngomong apa."
"Kenapa, Bu? Saya baru ada kajian lagi besok," kekeh Haifa. Tampaknya ia sudah mulai menebak akan kedatangan dosennya itu.
"Bukan ngomongin itu atuh, sok tahu kamu," ucap Tia ikut terkekeh.
"Terus kenapa, Bu?" Haifa bertanya penasaran.
"Ngomong-ngomong kamu masih lama nggak nih kelasnya?" Tia memastikan.
Haifa mengecek jam yang ada di ponselnya, "Masih satu jam lagi," jawabnya.
Sedangkan Shinta yang sedari tadi menyimak pembicaraan keduanya, mulai ketar-ketir memikirkan nasib kuisnya. Sepertinya ia harus mencari cari untuk terlepas dari situasi tersebut.
"Jadi begini, tahun ini Fakultas bakalan ngadain kayak MTQ gitu, tapi antar jurusan aja sih. Kamu mau jadi CO acara nggak?" Tia mulai menjelaskan kedatangannya.
"Hem, gimana Bu?" Haifa tampak tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Nanti ketua pelaksananya anak dari angkatan kamu juga, tapi beda prodi. Yang kembar itu, Arvan atau Arvin kalau nggak salah, lupa yang mana. Kamu mau 'kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
SEQUEL HAIFA ON PROCESS
SpiritualADA SEQUEL HAIFA BACA YUK! [TELAH TERSEDIA DI GRAMEDIA DAN TOKO BUKU LAINNYA] BLURB VERSI WATTPAD Di balik buku yang menutupi sebagian wajahnya, Haifa mengamati dalam diam setiap tingkah laku Arvin. Bagaimana laki-laki itu berbicara dan tertawa, sem...