-Sebab Tak ada perpisahan yg indah, kecuali karena Allah-
❤❤❤
.
.
.Berita kehamilan Yuhi tersebar dengan cepat ke telinga keluarga besar. Mereka merasa sangat bahagia. Tak terkecuali dengan Pak Rusli, meski hanya tersenyum tipis, orang-orang tau bahwa saat ini, ada hal yang mengganggu hati hingga membuatnya tak sepenuh hati bahagia atas kehamilan sang menantu.
Siang itu, Yuhi berinisiatif mengunjungi rumah mertuanya sendiri, tanpa Ilmi. Pak Rusli dan Bu Ainun menyambut dengan baik.
Kala menyambut yuhi, Raut wajah Bu Ainun tampak sangat lesu, yuhi menyadarinya, "Mama sakit, ya?" tanya Yuhi.
"Hanya rindu saja kok, Nak," jawab Bu Ainun, lalu tersenyum tipis.
Yuhi memahami maksud Bu Ainun, sementara Pak Rusli hanya terdiam. Hatinya belum melunak untuk menerima kesalahan anak bungsunya, hingga hari itu.
"Nak, kamu duduk dulu, ya? Mama ambilkan kue dan minuman didalam," ucap Bu Ainun sembari beranjak dari duduk.
"Gak usah, Ma," tolak Yuhi, halus.
"Tidak apa. Kebetulan semalam Gaza bawa kue bolu buatannya. enak, Kamu harus cicipi," ucap Bu Ainun, lalu bergerak menuju dapur.
Pak Rusli yang sedari tadi diam, membuat Yuhi merasa canggung.
Yuhi pun mencoba mengulik isi hati ayah mertuanya."Papa sehat?" ucap Yuhi berbasa-basi.
"Alhamdulillah," jawab Pak Rusli sambil tersenyum.
"Papa tidak senang yah mendengar kabar kehamilan Yuhi?" tanya Yuhi dengan ragu.
Mendengar pernyataan Yuhi, Pak Rusli langsung menoleh dan meluruskan pernyataan itu.
"Siapa bilang, Nak? Papa senang sekali kok. Bagaimana tidak? Nantinya kamu akan melahirkan bayi kembar, bukan?" ucap Pak Rusli.
Yuhi mengangguk pelan, "Tapi, kenapa Papa terlihat setengah hati, seperti ada hal lain yang mengganggu pikiran?" kejar Yuhi.
Pak Rusli menghela napas, lalu diam tertunduk.
"Apa ini masih karena kak Adib?" Tanya yuhi,
Pak Rusli bergeming.
"Pa, maafkan Kak Adib." Ucap Yuhi lembut, menarik kembali pandangan ayah mertua.
"Sampai kapan Papa mau mendiaminya? Apa dengan begitu akan mengubah semua yang telah terjadi?" tanya Yuhi lagi.
Pak Rusli menatap wajah sang menantu lekat-lekat,
"Bagaimana dengan rasa sakit dan penderitaanmu selama ini, nak?" tanya Pak Rusli.
"Aku sudah melewatinya, kan Pa? Itu tidak ada sangkut paut dengan sikap Papa yang terus mendiami Kak Adib." Yuhi tersenyum tipis. Hatinya menghangat ketika airmata berkumpul, dan hendak tumpah.
Pak Rusli diam, mencoba pelan-pelan mencerna maksud omongan yuhi,
"Aku tidak menyesalinya lagi, Pa. Allah sudah gantikan rasa sakitku dengan kebahagiaan yang berlimpah. Ketika adiknya datang sebagai penghancur hidupku, Allah menggiring kakaknya untuk memperbaiki. Aku memang melewati banyak penderitaan karena dia. Tapi, kakaknya datang menggenggam tanganku untuk melanjutkan perjalanan ini. Jadi, sekarang apa masalahnya?" lanjut Yuhi panjang lebar.
"Kamu sungguh sudah memaafkan Adib, Nak?" tanya Pak Rusli dengan mata berkaca-kaca.
"Iya, Pa. Aku sedang mencobanya, dan untuk itu, Aku butuh doa Papa. Tapi, bagaimana Papa bisa mendoakanku kalau papa sendiri masih bergelut dengan kemarahan?" ucap Yuhi dengan air mata yang menetes perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat Berlesung Pipi [END]
SpiritualKebahagiaan yg baru saja ia temukan dalam sebuah lingkaran ukhuwah itu, lenyap dalam sekejap mata, ketika sesuatu yg ghaib datang menghancurkan? Salahnya kah? Atau memang kehendak takdir? -Yuhila risya- . . Follow IG: @ulyarisya