11. Cumulonimbus kembali lagi

43 6 21
                                    

"Awan yang terindah adalah Cirrocumulus karena keteduhannya menenangkan hati. Sebaliknya awan yang mengerikan adalah Cumulonimbus karena dinginnya menghancurkan hati."

*****

Cumulonimbus 2: The Secret

*****

Aku menghelakan napasku. Yuda tertawa cengengesan lalu mengelap sisa-sisa air matanya dengan lengan kanannya. Rhea dan Friska memasang wajah yang lembut, turut merasakan suasana yang hangat ini.

"Ya sudah. Rhea, kamu duduk saja dulu. Friska, Yuda, tolong temani Rhea ya. Aku mau ganti pakaian dulu," aku bergegas pergi ke kamarku.

"Ya, kakak," Friska yang menjawab perkataanku. "Ayo, kak Freya, kita duduk di sini!"

"Iya," Rhea mengangguk.

Aku melihat mereka sekilas saja. Senyuman terpatri di wajahku. Merasa senang karena adik-adikku menerima kehadiran Rhea dengan tangan terbuka.

Syukurlah, keluargaku menyukai Rhea, batinku seraya masuk ke kamarku.

Pintu tertutup secara otomatis. Aku meletakkan tas ke atas meja belajar, dan juga melepaskan jaket. Kemudian aku menukar pakaianku dengan pakaian kasual yang lebih santai. Setelah itu, aku bergegas keluar, tapi berhenti di depan pintu karena ponsel bergetar di saku celanaku.

Karena penasaran, aku mengecek ponselku. Kuaktifkan ponsel setelah menekan tombol yang ada di bagian bawah, muncul layar virtual digital berbentuk segiempat. Tertera nomor telepon asing yang muncul di layar ponselku.

"Siapa ya?" aku menggeser jempol ke kanan untuk menjawab telepon.

Terdengar suara seorang pria yang menggema di layar ponsel, tapi wajahnya tidak kelihatan di layar itu. Hanya warna hitam yang menyelimuti seluruh layar.

"Apa kau yang bernama Deva Praditia itu?"

"Ya. Itu benar. Siapa kau?"

"Aku adalah awan."

"Hah? Awan?"

"Awan Cumulonimbus yang telah kau kalahkan lima bulan yang lalu."

"Apa? Jangan bercanda!"

"Untuk lebih jelasnya, kau pergilah ke pulau kembar. Aku akan menunggumu di sana, besok pagi."

"Hei, tunggu, apa maksudmu?"

PIP!

Komunikasi antar video call terputus. Aku terpaku di tempat. Jari jempolku sibuk mencari nomor telepon orang asing yang meneleponku barusan. Tapi, tidak ditemukan di daftar riwayat panggilan masuk.

"Siapa dia? Siapa orang yang mengaku sebagai awan Cumulonimbus? Tidak mungkin, Cumulonimbus bisa berbicara seperti manusia," gumamku yang penasaran dengan semua ini.

Sesaat aku teringat sewaktu aku dan Rhea melawan Cumulonimbus. Cumulonimbus berubah menjadi sosok raksasa yang menyerupai manusia berkepala serigala. Tekanan kekuatannya sangat besar, sehingga hampir membuatku terlempar jauh. Tapi, untung ada Rhea yang menolongku.

Berkat peluru Cumulus, ia mengurung Cumulonimbus di dalamnya lalu meledakkan Cumulonimbus tanpa tersisa. Aku menyaksikannya bersama Rhea.

Seandainya memang ada satu Cumulonimbus yang masih tersisa, selamat dari ledakan itu. Tidak mungkin ia berwujud manusia dan berbicara denganku. Fakta yang kuyakini sampai sekarang, tidak mungkin ia alien yang berasal dari luar angkasa. Ia hanyalah sebuah percobaan yang diciptakan untuk menurunkan hujan di beberapa tempat yang mengalami kekeringan. Tapi, tanpa diketahui penyebabnya, ia menjadi tak terkendalikan, berkembang dengan cepat dan meluas ke seluruh bumi. Ia menjadi monster awan yang berjumlah tak terhitung. Membinasakan manusia dan menjadikan bumi sebagai planet air.

Cumulonimbus 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang