1:0

36.6K 3.6K 537
                                    

Angin dingin berhembus menusuk kulit. Yoongi pun mulai mengusap-usap lengannya untuk mengurangi hawa dingin yang menusuk sampai ketulangnya.

Malam semakin larut, orang-orang yang datang bersamaan dengannya mulai beranjak pergi. Membuat tempat ini semakin sepi dan terasa kosong.

"Mau sampai kapan kau akan berdiam diri disini? Ini sudah jam 1 dini hari, Yoongi." keluh seorang wanita yang terlihat sangat kedinginan, padahal ia sudah memakai beberapa lapis baju dan sweater tebal.

Yoongi hanya diam membisu. Tak bosan-bosannya ia menatap kelip cahaya bintang yang memantul disepanjang aliran sungai Han.

"Apa kau tak merasa dingin sama sekali?" tanya wanita itu memastikan, sebenarnya ia hanya ingin pulang.

Merasa diabaikan, wanita itu merengek lagi. Berusaha agar pria keras kepala itu mau mendengarkan permintaannya.

"Yoongi-ah, aku ingin pulang! Aku kedinginan! Aku bosan jika kau terus diam saja—aku bingung harus bagaimana! Aku merasa terabaikan disini!" omelnya tak kuat lagi menahan keheningan mereka.

Yoongi lalu menghembuskan napasnya panjang. Ia hanya menoleh sebentar dan kembali dengan kegiatannya menatapi hamparan sungai Han— tak bergeming sedikitpun.

Sebenarnya wanita yang berada disampingnya tahu betul jika Yoongi sedang memikirkan sesuatu yang membuat dirinya sampai kacau begini. Dan tiba-tiba wanita itu bangkit dari duduknya, "aku ke mobil sebentar untuk mengambil selimutku," pamitnya yang akan beranjak pergi tapi pergelangan tangannya langsung ditahan oleh Yoongi.

"Wendy-ah" panggilnya lirih seraya menatap mata mengantuk Wendy yang mulai memerah, "aku harus bagaimana sekarang?" Yoongi menundukan kepalanya.

Pertanyaan itu membuat Wendy mengerjapkan matanya pelan. Kemudian ia berdiri di depan Yoongi yang masih duduk di bangku. Ia mengelus kepala Yoongi untuk menenangkannya. Baru kemudian berjongkok agar ia dapat melihat wajah Yoongi yang menunduk sedih.

"Apa hatimu sesakit itu?" tanya Wendy seraya menangkup pipi Yoongi agar mata mereka kembali bertemu, tapi Yoongi tak juga mau menatapnya.

Awalnya Yoongi ragu untuk menjawab pertanyaan itu, tapi setelah ia rasakan kembali ternyata hatinya terasa sangat sakit, pun akhirnya ia tidak yakin jika hatinya sedang dalam kondisi baik-baik saja.

Melihat reaksi kebingungan Yoongi, Wendy tersenyum hangat. "Kau boleh menangis, Yoon. Aku akan berusaha menutupimu." kemudian Wendy berdiri lagi di depan Yoongi. Menangkup wajah Yoongi dan mendongakkannya ke atas agar ia mau melihatnya.

"Kenapa dengan tatapan itu?" tanya Wendy kebingungan melihat raut wajah Yoongi yang tengah tersenyum sendu.

"Untuk apa aku menangis jika kau sedang bersamaku?" jawab Yoongi membohongi hatinya sendiri.

"Kau begitu mencintai wanita itu, Yoon. Aku sangat tahu itu."

Raut wajah Yoongi sontak berubah menjadi resah. Ia begitu heran dengan wanita yang selalu menganggap cinta itu adalah segalanya.

"Tidak, Wen. Aku tidak mencintainya. Aku hanya— sangat— sangat membutuhkannya... " ucap Yoongi lirih yang sekarang sudah memeluk pinggang Wendy, membenamkan wajahnya pada perut datar wanita itu. Entah apa yang sedang Yoongi pikirkan— ia hanya butuh seperti ini untuk sebentar saja.

"Kenapa kau sedih jika kau tak mencintainya?" Wendy lalu mengelus kepala bagian belakang milik Yoongi.

"Aku tidak pernah percaya dengan cinta, bagiku; cinta adalah impian kosong bagi orang-orang yang terbuang, tempat bagi orang yang tidak mempunyai harapan. Cinta adalah sampah yang bisa membuat hatimu sakit!" Yoongi memundurkan wajahnya menjauh dari tubuh Wendy, dan dapat Wendy lihat dengan jelas bahwa mata Yoongi mulai berkaca-kaca.

✔️ IF ONLY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang