"Gimana nih?"
"Hari ini, kita akan mengadakan ulangan matematika seperti biasanya. Okeh, siapkan alat tulis dan kertas di meja masing-masing. Selain itu tolong masukkan ke tas—"
"Loh? Salsa kemana? Gue kira tadi pelariannya ke kelas. Padahal dah bel masuk loh ini." Gumam lirih Erlita pada saat dia duduk di bangkunya dan mengedarkan pandangan ke sekitar kelas hanya untuk mencari keberadaan sahabatnya itu.
"Erlita, lo lagi nyari Salsa? Btw tadi gue lihat dia lari ke toilet cewe. Kejar aja kalo lo mau nilai lo ilang." Ujar salah satu teman seperjuangan Erlita dan Salsa yang duduk tepat di belakang bangku mereka, sebut saja Gabby. Dia berujar seperti tahu bagaimana rasa kekhawatirannya seorang Erlita.
Erlita hanya membelalakkan mata indahnya dan mengerucutkan bibirnya; pasrah.
******
"Halo? Ada orang di dalam?" Ujar Ardi sambil sebelah tangannya memegang gagang pintu toilet perempuan. Tangan yang lain mengetuk pintu disana.
"Mba kunti nya masih ada di dalam ga ya?" Ucap Ardi lirih.
"Eh, kok kayak kenal suara ini. Jawab ngga ya? Ntar kalo dia dobrak pintu dan ngelecehin Salsa gimana?" Batin Salsa yang masih ada di depan kaca besar toilet perempuan.
"Di dalam toilet ngga ada orang!" Teriak Salsa dengan lancarnya.
"Iyakah? Yang bener?" Tanya Ardi, suaranya ia naikkan 3 oktaf.
"Iyaaa~" Jawab Salsa.
Ardi pun membalikkan badannya, berniat kembali ke kelas tapi apa daya. Ia telat dengan banyak menit.
"Tuhkan bener, Harris bohong sama gue—
Hm, ke rooftop aja kali ya. Adem kan, mantap tu."
Lanjut Ardi..
Setelah sampai di tempat tujuan Ardi memandang sekolahnya dari atas, betapa ramainya kota di siang hari ini serta angin sepoi-sepoi yang membelai rambut halusnya memberikan kesan tersendiri bagi batin Ardi saat ia menutup kedua netra sipitnya.
"Salah banget ya? Kalo gue mengungkapkan apa yang gue rasa? Ah, kok nyeri sih hati gue?" Monolog Ardi sambil memegang dada kirinya.
"Nasib gue kok gini amat yah? Udah ga pernah pacaran, pas pertama kali nembak perempuan eh ditolak. Ya Allah ubah dong nasib gue!" Rengek Ardi dengan matanya yang masih terpejam serta mengadahkan kedua tangannya.
Seketika dia sadar tentang apa yang diucapkan.
"Eh gue tadi ngomong apaan sih aduh. Ya Allah maafkanlah hambamu ini yang sudah khilaf atas omongan tadi ya Allah maafkanlah. Aamiin." Mohon Ardi lalu mengusap mukanya dengan kedua tangan miliknya.
Tak ada yang mengetahui jika terdapat seorang perempuan yang mendengarkan ucapan Ardi tersebut.
Dia tersenyum memandangi Ardi dari belakang.
"Ih, lucunya itu cowok." Kata hatinya.
******
Beda Ardi, beda pula dengan Harris saat ini.
Memikirkan pelajaran kelas Harris membuat sebagian orang merasa sedikit muak. Yeah~ Pelajaran fisika bung. Sama seperti Harris saat kini.
"Kemana nih makhluk halus satu itu? Bolos kah?" Batin Harris.
Entah dapat dorongan darimana, otak harus tiba-tiba secara langsung mengingat akan perkataan Salsa di toilet tadi.
'Yakin aja ini yang terbaik. Karena ya karena pacaran ngak boleh kan. Pacaran dosa sebelum nikah. Dosa ku udah banyak astaga. Masa' iya mau nambah? Okelah mungkin ini terbaik buat Ardi dan gue'
"Hm, Jadi kesimpulannya Ardi ditolak? Woho!" Sambil mengepalkan tangan ke udara dan menariknya kebawah secara reflek karena tadi Harris memekik dengan keras hingga Pak Zaki -Guru Fisika- menoleh kearahnya.
"Harris! Ada apa kok teriak gitu? Ini bukan hutan, paham? " Cercah beliau.
"I-iya pak, maaf p-pak."
"Baiklah. Perhatikan saya!" Ucapnya tak terbantahkan.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Pacaran?
SpiritualIntinya, Pacaran = Haram. [Start: 29 Desember 2017-?] [ON-GOING]