Meja kita saling berhadapan
Seperdua apple tea dalam gelas
Pencipta 4 porsi donat berlumur kenangan yang rumit
Mungkin notasi jeda yang seakan malu memerahkan wajahkuBagaimana kali ini aku bersauh sedangkan tatapmu hanya ilusi manis
mengacak ngacak pikiranku
yang menjuntai pada pusaran asmara
merambati pula pada cahaya di bulatan matamuAku benar-benar pulas terbawa ambing pusaran hati
Sehingga lisanku tajam menyeretmu dalam goresan luka
Menabur penolakan mentah yang kulontarkan
Nyata nya, sulit!
dan aku masih benar-benar pulas terbawa ambing pusaran hati dalam dawai bait puisi rintisan hujanSejenak kehangatan kita wujudkan meninggi dalam pintu-Nya
Bersembahyang
senantiasa mendamaikan pusaran hati yang benar-benar kali ini menyejukan
Menuju matahari yang akan setengah terbenam di ujung baratAndai saja kau tahu
arsiran pena dalam bait-bait puisi ini memburu waktu pulangku dalam balik arah sembari kata maafku terhadap tajamnya lisan menangguhkan berbagai kisah duluHanyalah tempo percobaan untuk aku arahkan pusaran hati ini dalam menghentikan pengharapan tanpa dengan rasa suka ataupun tidak suka
Lalu berujar sendu sebelum matahari terbit
Yang tak asing namamu terngiang di lanjutan penyimpan memori
Terkadang rasa rinduku menitik malam hari
di cabik nya rasa sakit
tidaklah lara di telaganya
Sembariku sampaikan lagi maaf yang terdalam
dan, andai kau pun tahu itu
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Puisi
PoetryMembaca puisi adalah membaca diri. Menulis puisi adalah menuangkan isian hati. Sejauh ini, apakah kamu sudah siap menyelam luatan kata bersamaku? "Selamat menunaikan ibadah puisi". -Joko Pinurbo