"Dhis, cewek waktu itu siapa?" Tomy memecahkan keheningan diantara mereka berdua yang kini telah duduk disebuah caffee yang biasa mereka kunjungi bersama teman- teman mereka yang lainnya.
"Kenapa?" tanya Yudhis singit.
"Cantik." satu kata yang keluar dari mulut Temannya itu membuat Yudhis melebarkan matanya.Tomy adalah satu satunya teman Yudhis yang mempunyai kemiripan dengannya mengenai cewek. Tomy seperti dirinya , jarang memuji seorang cewek cantik. Jika kata 'cantik' sudah keluar dari mulut mereka. Artinya mereka tertarik dengan Cewek itu. Karena itu Yudhis melebarkan kedua bola matanya.
"Dia punya gue." pernyataan yang Yudhis berikan kepada Tomy seperti sebuah peringatan, namun hal itu tidak membuat Tomy bergedik ngeri.
"Santai, gabakal gue embat." Yudhis tersenyum miring mendengarnya sambil meminum segelas lattenya yang sedari tadi sudah ditangannya.
"Tapi kalo suatu saat dia milih gue. Sorry dhis. Gue gabisa nolak." lanjutan ucapan terakhir Tomy membuat Yudhis menarik baju yang dikenakan Tomy.
"Dia ga akan pernah lepas dari gue!" setelah mengatakan itu Yudhis tetap menatap tajam lawan bicaranya itu yang kini sedang tersenyum miring didepannya. Mungkin kalau Tomy bukan sahabatnya sudah ia habisi di tempat itu sekarang itu juga. Namun Yudhis memilih mendorong tubuh pria itu lalu pergi meninggalkan caffe itu.***
Lama tidak berjumpa dengan bola basket yang dipegangnya hari ini, sampai membuat Shena lupa akan waktu matahari tenggelam telah tiba. Hari libur sekolahnya kali ini, ia isi dengan pergi ke sebuah taman di dekat rumahnya yang dulu, rumah masa kecilnya. Yang kini telah dihuni oleh orang lain.
Shena rindu dengan teman masa kecilnya. Teman bermain bola basket ditaman itu hingga lupa untuk pulang.
Teman masa kecilnya, yang tidak ia ketahui dimana keberadaanya sekarang. Bahkan, Shena tak ingat namanya. Ia hanya ingat kenangan - kenangan kecil saat teman masa kecilnya itu menemaninya saat bermain basket.
Saat ini, Shena menghentikan permainan basketnya itu. Ia terduduk di lapangan basket itu. Meraih botol minum disampingnya ,lalu meneguknya hingga setengah.
Ia termenung, sepintas dipikirannya ia ingin kembali ke masa kecilnya. Dimana ia masih polos ,tidak mengetahui apapun tentang hidup. Hanya kesenangan dan bermain yang ia tahu. Tidak ada beban, tidak ada masalah dan bahkan tidak berfikir cara melanjutkan hidup dengan baik dikedepannya.
Kini, ia sudah beranjak dewasa. Semua kepenatan dalam hidupnya membuatnya selalu ingin menjadi anak kecil lagi. Selalu ingin menutup mata dan telinga. Selalu ingin lupa akan suatu hal yang menurutnya pahit.
Shena, gadis itu rapuh, kesepian, selalu bertindak sendiri dengan apapun yang terjadi dalam hidupnya.
Shena menutup matanya dan menarik nafasnya dalam dalam lalu ia hembuskan perlahan dengan mata yang masih tertutup. Setelah itu ia tundukan kepalanya, menaruh jidatnya di atas lututnya yang terangkat separuh sambil memeluk kakinya.
"Bola keluar dari lapangan. Kenapa ga diambil? Malah diem disini." suara bass itu, suara yang tak asing dikuping Shena.
Shena berdiri. Mebersihkan celananya dan meraih mengambil bola basketnya dari tangan kekar pemilik suara bass tadi.
"Etss, kalahin gue dulu kalo mau ambil." alih- alih ingin memberikan bola basket itu kepada pemiliknya, ia pemilik suara bass itu memilih untuk meng- drible bola basket milik Shena dengan senyuman yang bagi Shena itu adalah senyuman tertengil dari cowok itu.
Shena tidak memperdulikan ajakan cowok itu. Ia memilih pergi. Walau hatinya resah. Karena bola basketnya masih ditangan cowok itu. Ia tidak rela kalau bola basktenya hilang apa lagi di ambil oleh cowok itu. Tapi, ia lebih tidak ingin berurusan dengan cowok itu lagi.
Kenapa, disaat Shena ingin sendiri, cowok itu tiba- tiba ada ditempat yang sama dengannya.
Itulah yang ada dibenak Shena saat ini. Kebetulan macam apa yang tidak masuk akal seperti ini.Takdir? Lagi -lagi Shena bertanya soal takdir dalam benaknya.
Sedangkan, cowok itu. Ia mengehentikan drible pada bola basket itu. Ia hanya menatap punggung Shena. Tidak berniat mengejar. Karena ia tahu, ada sesuatu hal yang dipikirkan gadis itu. Ia tidak ingin menambah mood Shena menjadi buruk.
Jadi, ia memilih bermain sendiri dengan bola basket milik Shena.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME BACK!
Teen Fiction"gausah ngehindar terus, sampe kiamat juga cuman lo yang gue kejar." ternyata pemilik suara bass yang ia hindari sudah mecekal lengan kanannya. "lepas!" nada sinis yang diucapkannya malah membuat sang pemilik suara bass itu menarik lengannya hinga...