CHAPTER 7

124 20 9
                                    

Di sebuah istana dengan arsitektur bergaya Eropa dengan warna gelap mendominasi bangunan kokoh tersebut.
Terdengar raungan-raungan memilukan dan suara pecutan cambuk  memekikan telinga siapa saja yang mendengarnya.

Seorang laki-laki masuk dengan tergesa, kaki panjangnya berpijak dengan kasar diatas karpet berwarna merah darah itu, lalu pintu utama terbuka dan ia segera berjalan menuju salah satu ruangan terbesar di istana itu. "Ada apa ibu memanggilku?" ucapnya langsung, meninggalkan tata krama yang selalu diajarkannya selama ini oleh ayahnya. Sosok yang sedang duduk di balik meja kayu menghentikan kegiatannya, dan ia menatap balik dengan mata tajam berwarna hitam kelam.

Ruangan itu sangat besar dengan delapan jendela besar yang mengelilinginya. Dan terdiri dari interior yang cukup mengerikan, beberapa tengkorak hewan dan manusia sebagai pajangan dan barang-barang berwarna merah dan hitam yang mendominasi.

"Kau sudah mengetahuinya?" tanya sosok cantik itu yang berada dibalik meja kayu.

"Apa yang harus ku ketahui? Tentang ancaman kematian yang datang mendekat?" tanya lelaki tersebut acuh melupakan fakta bahwa wanita dihadapannya ini adalah ibu kandungnya, orang yang melahirkannya dan jauh lebih tua darinya yang sepantasnya mendapat hormat darinya.

"Ibu harap kau sudah mempersiapkan segalanya. Tapi sepertinya kau menunggu kematian seseorang."

"Seseorang? Siapa?" laki-laki itu mengerutkan keningnya, responnya akan selalu berbeda ketika mendengar 'siapa yang akan mati' Jujur is sangat sensitive dengan hal tersebut.

"Kau sudah tahu siapa yang ibu maksud. Berpura-pura bodoh tidak akan membantu."

"Ibu tahu sendiri kan. Aku tidak terlalu tertarik dan tidak peduli siapa yang akan menjemput ajalnya. Sama seperti ibu membunuh ayah, pada malam bulan purnama. Bukankah ibu sangat menikmatinya. Memuaskan diri dengan menduduki tahta ayah."

Sosok cantik itu tersenyum mengerikan, saat ia memutar kembali memori ingatannya ke masa yang paling membahagiakan menurutnya. "Itu adalah hari yang sangat menyenangkan dan membahagiakan untukku."

"Lalu?"

"Mencapai segalanya dengan mudah dalam satu genggaman. Menguasai seluruh kerajaan adalah hal yang tidak bisa ditolak. Sangat menggiurkan."

"Ibu terlalu tamak, dan obsesi ibu juga sangat besar. Bahkan aku merasa ibu masih belum puas dengan apa yang sudah ibu dapatkan." ucap laki-laki muda itu kesal. Dimana letak kelembutan kasih sayang ibunya. Tidak ada. Seolah wanita yang berada di hadapannya ini bukan sosok ibu yang penuh kehangatan seperti kebanyakan ibu lainnya.

Sosok wanita dengan gaun agungnya menunjukan bahwa dia adalah seorang ratu, namun tidak dengan mahkota besar yang ia kenakan. Mahkota yang seharusnya dipakai oleh seorang raja.

"Siapapun akan seperti itu. Kau pun juga."

"Aku tidak yakin akan hal itu." ucap sosok berjubah hitam dengan rambut hitam kelam dan mata berwarna sama yang kini menahan kekesalannya.

"Oh benarkah? Kita lihat saja nanti." serunya seperti tantangan.

.
.
Candy Magic
.
.

Sungmin disambut baik oleh penduduk kerajaan laut timur. Sesampai di dalam istana mereka di jamu dengan baik dan terlalu berlebihan menurut Sungmin.

Saat menikmati jamuan makan siang terdengar pintu ruangan yang terbuka. Menampakan sosok cantik dengan gaun berwarna biru langit, dan jangan lupa mata berwarna serupa dengan gaun yang dikenakannya.

"I..ibu?" ucap gadis tersebut bergerak kikuk.

"Sayang, apa yang kau lakukan disini?"

"A-aku hanya ingin berkunjung. Lagipula aku sudah meminta izin kepada nenek," sahut sosok cantik itu sambil berjalan anggun menuju orang yang melahirkannya. Namun tidak dipungkiri ia mencuri pandang kearah salahsatu lima pemuda tampan di depannya.

CANDY MAGICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang