"Shasa bangun"Suara teriakan dan gedoran pintu membuat Shasa harus mengakhiri petualangan dalam dunia mimpinya. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali dan menguap malas. Sebelum ia resmi turun dari ranjang kebesarannya, ia merentangkan kedua tangannya ke atas dan menetralkan semua otot yang ia punya.
Jam kecil di atas nakasnya telah menunjukkan angka tujuh lebih tiga puluh lima menit. Bukanlah hal tabu bagi gadis itu. Ini malah telah menjadi kebiasaan yang sangat rutin ia lakukan satu minggu ini. Bangun kesiangan dan terlambat sampai di sekolah. But, she so happy. Like it.
"Shasa... lo berangkat sendiri"
Teriakan demi teriakan itu akhirnya hilang. Raisa, ia gadis yang telah membangunkan Shasa, adik kembarnya yang terbilang sangat malas. Raisa setiap pagi harus merelakan teriakannya untuk adiknya. Padahal Raisa bukan tipe orang yang suka berteriak. Gadis itu malah mempunyai kepribadian yang kalem dan lembut.
Raisa Arisanti Florentine. Gadis berambut hitam sepinggang, mempunyai manik mata biru, manja dan lemah lembut. Rajin bangun pagi dan juga pintar. Itulah yang membuatnya menjadi anak emas orang tuanya.
Shasa Velma Florentine. Gadis urakan dan pembangkang terhadap perintah orang tua. Ia memiliki sifat berkebalikan dengan Raisa, kakaknya. Ia suka bangun siang, terlambat ke sekolah, jarang mengerjakan PR—pernah PRnya malah dikerjakan oleh Raisa—dan juga jauh dari kata berprestasi. Sampai-sampai ia sangat dicintai oleh guru BP di sekolahnya. Hampir setiap hari ia mengunjungi ruang BK karena panggilan-panggilan dari guru BP yang menyayanginya.
Shasa berjalan dengan santainya saat menuruni tangga. Rambut coklat sepunggungnya ia biarkan tergerai. Gadis itu terus berjalan tanpa menghiraukan pembantu rumahtangga yang menyuruhnya untuk sarapan.
Jika Raisa rajin makan tepat waktu. Lain lagi dengan Shasa. Ia sangat jarang untuk sarapan pagi. Perutnya hanya diisi saat jam istirahat di sekolahnya. Itupun jika ia sedang tidak sibuk mengganggu murid lain.
Jika Raisa pulang tepat waktu. Shasa juga. Namun gadis itu pulang hanya untuk mengganti pakaiannya saja. Setelah itu ia pergi ke tempat yang selama dua minggu ini digelutinya.
🌸
SMA Purnama. Tulisan itu terpampang dengan jelas di atas pintu gerbang sebuah gedung tua namun masih terawat. Seseorang dengan motor sportnya berhenti tepat di depan pintu gerbang itu yang kini telah tertutup.
Jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan angka tujuh lebih dua puluh menit. Artinya ia terlambat selama dua puluh menit.
"Terlambat lagi kamu?"
Suara bernada ketus yang sangat familiar di telinga berhasil membuat gadis itu mengalihkan pandangannya dari ponsel yang ia pegang. Gadis itu lantas tersenyum semanis mungkin ketika melihat guru BP yang sedang menampilkan wajah garangnya bak kucing Afrika.
"Shasa ikut saya ke ruang BK" perintah Bu Emi—guru BP—pada Shasa. Ya gadis itu, orang yang terlambat lagi adalah Shasa.
"Siap Bu" ucap Shasa lantang seakan tidak bersalah.
Kemudian gadis itu memarkirkan motor sportnya di parkiran yang telah disediakan sebelum mengikuti Bu Emi ke wilayah kekuasaannya.
🌸
"Lang, kayaknya reputasi lo sebagai bad boy di sekolah ini bentar lagi lengser deh" ujar Patrick, pria dengan seragam yang tidak dimasukkan itu tengah melahap bakso yang dipesannya.
Di sudut kantin, seperti biasa Langit, Patrick, Bian, dan juga tim 'bad boy' lainnya berduduk ria menghabiskan waktu istirahat. Meja paling pojok itu telah menjadi tempat sejati mereka selama duduk di bangku SMA. Tidak ada yang berani menduduki tempat itu selain orang yang mungkin ingin mencari mati pada Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker Couple (Completed)
Teen Fiction#2 In Wattyawards2018 Bukan hal yang mudah menyandang predikat sebagai 'troublemaker'. Walau tetap menikmatinya, namun ada suatu hal yang membuatnya merasa kecil. Bukan karena teman-teman dan guru di sekolahnya. Tetapi karena orang tua yang selalu m...