Six

6.6K 255 5
                                    

Shasa menggeliat malas saat tiba-tiba selimut yang menutupi tubuhnya terasa ditarik oleh seseorang. Gadis itu berniat merutuki siapa saja yang telah mengganggunya tidur. Orang itu tidak tau apa kalau sekarang Shasa sangat mengantuk. Bahkan ia merasa belum mendapatkan mimpi dari tidur.

"Bangun !! Kamu harus sekolah !!" Ujar orang yang telah membangunkan Shasa, yang ternyata adalah Jonathan.

"Hmm" Shasa bergumam pelan. Nyawanya masih belum sepenuhnya menyatu. "Lima menit lagi"

"Bangun !! Jangan jadi pemalas" ujar Jonathan menarik lengan anak gadisnya. "Kamu harus mencontoh Raisa yang rajin setiap saat"

"Ckkk" Shasa berdecak kesal. Raisa lagi Raisa lagi. Gadis itu memang telah menjadi sebongkah emas bagi orang tuanya. Sedangkan Shasa merasa dirinya hanyalah sebongkah upil yang tidak diperhatikan.

"Lima belas menit nggak turun, awas kamu ya" kata Jonathan memperingatkan sebelum ia memutuskan untuk keluar dari kamar Shasa.

"Iya iya" jawab Shasa sambil mengucek matanya. Kemudian gadis itu melihat ke arah jam kecil di atas nakas.

05.35

"Busettt baru jam segini udah di suruh bangun aja" ujar Shasa kemudian. Gadis itu langsung turun dari atas ranjang dan pergi menuju kamar mandi. Mau tidak mau ia harus cepat turun ke bawah dalam waktu kurang dari lima belas menit.

Bukan karena ia memutuskan untuk menjadi penurut seperti yang diinginkan Raisa tadi malam. Hanya saja Shasa sedang malas mendengar ocehan-ocehan berupa sindiran dari mulut ayahnya. Belum lagi dengan wajah ibunya yang berusaha bersikap baik di depannya. Padahal Shasa dapat melihat raut wajah itu sangatlah kesal padanya.

20 menit kemudian...

"SHASA..."

Suara itu telah menggema di seluruh ruangan. Shasa sedikit berlari saat menuruni tangga. Kenapa papanya itu sangat tidak sabaran.

"Lama banget kamu. Mau sekolah pake acara dandan segala" ujar Jonathan tanpa mengalihkan pandangannya dari roti yang sedang ia olesi dengan selai kacang.

Shasa menatap kesal ke arah ayahnya, "Siapa juga yang dandan. Gue nggak dandan juga udah cantik kok"

Oh apa papanya tidak lihat. Wajah Shasa yang begitu netralnya. Tanpa memakai bedak pun ia sudah putih. Tanpa memakai lipstik juga bibirnya sudah bersemu pink. Dan juga apa Jonathan tidak melihat ke arah Raisa. Gadis itu memakai pelembab wajah dan juga bedak setiap pagi. Walau hanya bedak bayi. Bibir gadis itu juga terlihat agak pucat. Tidak seindah bibir Shasa yang berwarna pink. Dan tentunya Raisa selalu mengoleskan lip teen di bibirnya.

"Sudah sudah anak Mama semua cantik" ujar Winda menengahi. Wanita itu kemudian duduk di samping suaminya.

"Sarapan dulu sayang" kata Winda sambil menaruh roti dengan selai kacang ke piring Raisa. "Kamu juga harus sarapan" lanjut wanita itu sambil menaruh roti dengan selai yang sama di piring Shasa. Tentunya tanpa kata 'sayang'. Ahh Shasa sedikit kesal. Bukan karena kata 'sayang' melainkan karena roti dengan selai kacang. Ia tidak suka kacang.

"Nggak usah deh Ma. Aku nggak laper"

"Kamu ini suka sekali tidak nurut. Kamu pikir sarapan harus menunggu perut kamu lapar"

"Papa ..." Winda mengelus tangan suaminya.

"Hhhhhh" terdengar helaan napas dari mulut Shasa. Gadis itu terpaksa meraih dua lembar roti gandum dan mengolesinya dengan selai coklat lalu menumpuk roti tersebut dan memakannya.

"Kamu bisa nggak menghargai Mama yang udah nyiapin ro—"

"Aku nggak suka kacang" sela Shasa cepat memotong perkataan Jonathan. Kenapa ia merasa selalu salah. Padahal saat ini ia rasa Winda lah yang salah. Wanita itu hanya ingat apa-apa saja yang disukai dan tidak disukai Raisa. Sedangkan dengan Shasa, mengingat gadis itu sangat membenci kacang saja tidak. Shasa semakin merasa bahwa dia memang hanyalah sebongkah upil yang tidak berguna.

Troublemaker Couple (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang