Twenty Two

4.2K 212 0
                                    

Percaya atau tidak yang jelas hatimu telah jatuh ke hatiku

Happy reading!

Shasa mengerjapkan matanya beberapa kali saat sinar yang menyilaukan matanya menembus celah gorden di kamar penginapannya. Kesadarannya belum terkumpul dengan baik. Bahkan mungkin nyawanya masih berkeliaran di alam mimpi. Namun aroma citrus dan bau khas tubuh Langit segera menyadarkannya. Mata gadis itu melebar menyadari dirinya sekarang berada dipelukan Langit. Bahkan ia malah lupa mengapa ia bisa tidur dipelukan Langit seperti ini.

Shasa menarik tubuhnya untuk menjauh namun apa daya ternyata pria itu malah semakin mengeratkan dekapannya. Sekarang Shasa merasa kehabisan oksigen. Dan tiba-tiba ruangan ber-AC itu terasa panas dan pengap. Shasa ingin pergi dari hadapan pria itu sekarang juga. Ia berharap bumi menelannya sekarang.

"Kok bantal guling jadi nyaman banget dipeluk sih?" gumam Langit dengan mata yang masih terpejam. Suaranya serak khas orang baru bangun tidur. Shasa hanya cengo dibuatnya.

Gue bukan bantal guling, hey!! Dan... gue emang nyaman buat dipeluk. Xixixi 😂

Langit yang masih terpejam namun otaknya sedang berkutat untuk berpikir, tiba-tiba melepas dekapannya dengan secepat kilat. Sampai-sampai pria itu memundurkan tubuhnya terlalu kebelakang hingga kepalanya membentur lemari.

"Akhh..." Langit meringis dengan tangannya yang memegangi kepalanya. Rasanya sebentar lagi benjolan sebesar bakso beranak akan muncul.

"Mana yang sakit?" Tanya Shasa khawatir. Gadis itu mendekat ke arah Langit yang masih merintih kesakitan karena kepalanya terasa senat-senut.

Langit sebenarnya speechless saat Shasa menanyakan daerah kepalanya yang sakit. Kebanyakan orang pasti akan bertanya 'lo nggak pa-pa kan?' padahal sudah tau si korban merintih kesakitan. Sedangkan Shasa lebih tau akan apa yang dirasakannya.

Shasa membantu Langit untuk duduk. Kemudian gadis itu mengusap-usap kepala Langit yang menurutnya bagian yang sakit.

"Dasar anak kecil!!" Cibir Shasa pada Langit. Menurutnya tingkah pria itu seperti balita yang bertingkah sesuka hatinya.

"Lagi sakit juga masih aja diomelin" sungut Langit tidak terima.

Shasa terkekeh pelan, "Iya deh maap. Lagian lo ngapain pake mundur-mundur jedotin kepala ke lemari?"

"Ya karena tadi gue meluk lo!!"

Hening selama sepuluh detik...

Shasa menunduk menyembunyikan semburat merah di pipinya. Pipinya terasa panas sekarang. Ini untuk yang kedua kalinya dan Shasa merasa mati rasa. Gadis itu ingin sekali menceburkan wajahnya di bak mandi. Atau menghadapkan wajahnya di depan lemari pendingin. Menceburkan dirinya ke kolam kodok juga tidak terlalu buruk.

"Nggak pa-pa kok" cicit Shasa yang masih bisa didengar oleh Langit. "Awalnya gue juga kaget. Tapi setelah gue pikir-pikir, gue nyaman dipeluk sama lo. Gue ngerasa—" Shasa menjeda untuk beberapa saat. Tenggorokannya terasa kering saat tiba-tiba otaknya mengingat kejadian masa lalu yang membuatnya menjadi takut sampai sekarang. "—di lindungin"

"Akh udah. Panas nih gue mau mandi!!" Seru Shasa tiba-tiba bangkit membuat Langit hanya dapat mengernyit heran.

"Malu deh kalo Langit lihat muka gue yang udah mirip kepiting rebus!!" racau Shasa di bawah shower. Bahkan walaupun sudah terkena air wajahnya masih saja terasa panas.

"Kampret emang tuh cowok"

"Lagian kok bisa gue tidur di bawah sama dia? Di pelukan dia pula?"

"Ah iya gue inget. Tadi malem hujan" Shasa tersenyum kecut saat mengingat hujan dan petir yang datang tadi malam.

Troublemaker Couple (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang