Prolog

30.2K 1.5K 46
                                    

"Kak, apa menurut lo Papa itu tampan?" tanya seorang lelaki dengan perawakan lebih kecil dari yang lain.

"Menurut lo?" Hanya kalimat tanya yang menjadi jawaban atas sebuah pertanyaan yang sempat terucap.

"Gue selalu mikir kalo Papa itu tinggi, rambutnya: hitam, lurus, rapi; bibirnya merah tebal, dan tampan. Kek lo." Tampak sebuah senyum di wajah keduanya kala kata demi kata itu selesai terucap.

"Jadi, gue rasa bukan salah ibu gue yang suka sama Papa. Itu kesalahan terbesar Papa karena terlahir tampan." Kalimat selanjutnya itu sontak membuat lelaki yang dipanggil kakak terkekeh.

"Sama kek dia, Kak. Bukan salah dia suka sama lo, tapi salah lo karena terlahir tampan," ucap lelaki itu sembari tersenyum lebar. Sedangkan yang lain terdiam. Tak punya sanggahan yang tepat.

Hanya keheningan yang menyelimuti keduanya setelah kalimat itu terlontar. Hingga suara berat kembali terdengar, "Gue iri sama lo." Kalimat yang begitu jelas, mengalir dengan lambat. Membuat sepasang kakak-adik itu bertukar pandang. Masih dengan keheningan yang membelenggu.

"Benar. Gue iri sama lo."

***


Central Java, 05.11.18

Revisi:

Centra Java, 10.22.18

My Younger BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang