"Jadi, tadi lo ijin nggak ikut Pramuka dengan alasan sakit?" Alan melipat tangan di depan dada.
"Yah, gitu. Namanya juga kepepet." Irene menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Senyum lebarnya mengembang.
"Gue nggak suka!" Alan melempar pandang ke arah lain.
"Why?" Irene mengerutkan kening. Membuat kedua alisnya seakan menyatu di tengah.
"Nanti kalo lo beneran sakit gimana?" Nada bicara Alan masih menyiratkan rasa tak suka.
"Kan ada kamu?" Irene mengedipkan sebelah matanya. Alan menutup matanya. Mencoba agar tidak lengah dengan rayuan kekasihnya itu.
"Gue pacar lo. Bukan baby sitter lo." Terdengar dengkusan dari Alan. Irene mengerucutkan bibirnya. Membuat kedua pipinya menggembul sempurna.
"Okay, tahan Lan, tahan! Jangan kena rayu!" batin Alan. Ia menggeleng keras.
"Kok kamu gitu sama aku, sih?"
"Kok jadi main aku-kamu, apaan sih? Gue nggak suka. Geli, tau?"
"Lan... jangan ngambek dong? Oke, Irene nggak akan buat alasan sakit lagi. Tapi Alan jangan marah, ya?" Irene kembali mengedipkan sebelah matanya.
Alan menyerah sekarang. Ia tak lagi tahan dengan rayuan Irene.
"Iya, iya. Gue nggak marah. Tapi jangan pake aku-kamu, jangan pake Alan-Irene, gue geli."
"Terus? Pake sayang-sayangan? Apa bebeb-bebeban?" Irene mengerling jahil. Hal itu berhasil membuat kedua pipi Alan memerah. Alan mendelik kesal untuk menutupi ketersipuannya.
"Oke, gue serius sekarang. Buruan ajarin gue, ntar nggak selesai gue kena hukuman."
"Mana yang nggak bisa?" Alan masih berujar dingin.
"Yang model soalnya kek gini." Irene menunjuk satu soal yang menurutnya sulit. Dengan sigap, Alan menjelaskan soal yang dimaksud. Mengambil sebuah kertas untuknya corat-coret dalam menjawab soal fisika itu.
Irene menatap wajah Alan dalam-dalam. Ia tak memperhatikan penjelasan dari Alan, melainkan menikmati wajah tampan yang tampak lebih memesona saat sedang serius.
"Ngerti?" Terdengar kalimat tanya seusai cowok itu menjelaskan dengan panjang-lebar.
"Iya, ngerti." Irene mengangguk mantap meski ia tak yakin dengan jawabannya. Sedikit saja ia tak memperhatikan saat Alan menjelaskan tadi, lalu bagaimana bisa ia paham?
"Apa?"
"Mampus!" Irene mengumpat dalam hati. Ia mengacak rambutnya seraya menyengir.
Alan mendengkus kesal. Sedangkan Irene tersenyum tanpa merasa bersalah.
"Terus dari tadi apa yang lo perhatikan?"
"Wajah Alan." Senyum Irene mengembang lebih lebar.
Plak!
Sebuah buku mendarat tepat di kepala gadis itu. Irene mendengkus sembari mengusap kepalanya.
"Gue pulang kalau lo nggak serius." Alan bangkit dan mengambil tasnya.
"Ya udah sana pulang!" Irene melipat tangannya di depan dada.
"Oke, gue pulang sekarang!" Alan beranjak. Namun, sebelum ia benar-benar pergi, sebuah kecupan mendarat di pipi putih Alan. Sontak pemilik pipi itu membulatkan matanya.
"Hadiah buat Alan yang baik hati dan tidak sombong serta tampan membahana untuk menemani sang putri, Irene Adetya belajar dengan sabar."
Alan semakin melotot. Beruntung mereka berada di kamar Irene saat ini. Jadi, tidak ada orang lain yang melihat kelakuan mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Younger Brother
Novela JuvenilCover by @byarfh_ "Gue pengen pinter kayak lo, Kak, walau cuma sebentar. Gue pengen jadi orang yang berguna, walau cuma sekali. Gue pengen dikenang banyak orang, walau akhirnya gue bakalan lupa segalanya. Gue egois, 'kan?" Alka Cahya Hermawan. Lelak...