"Eh Kak, Mama udah pulang?" Alka mengambil tempat duduk di samping Alan. Sofa merah cukup panjang dan terasa nyaman untuk digunakan bersantai di depan televisi. Alka mengambil remote TV dan mengganti chanel.
"Belum." Alan menjawab tanpa menatap mata sang adik. Pandangannya masih setia pada ponselnya.
"Nih, lo yang nonton TV, apa TV-nya yang nonton lo?" komentar Alka.
"Hm."
"Ck, dasar! Kalau udah chatting sama pacar ya gitu." Alka tak dapat fokus pada layar televisi. Sesekali menoleh dan menyengir saat mendengar kekehan kakaknya.
"Ngomongin apa sih Kak?" Alka mencoba mencuri pandang pada layar ponsel kakaknya. Alan bertindak cepat. Segera, ia menjauhkan ponselnya agar Alka tak dapat melihatnya.
"Yang masih di bawah umur nggak boleh tahu." Alan kembali menatap layar ponselnya dan terkekeh lebar. Tak lagi terkekeh, bahkan kini tertawa terbahak-bahak.
Alka yang melihat hal itu hanya dapat menggeleng. Sesekali berdecak saat suara berisik kakaknya mengganggu.
"Eh Kak, lo kenal Kak Irene? Anak Pramuka itu," tanya Alka.
"Irene? Kelas XII IPA-1?" Alan tampak antusias. Ia mematikan layar ponselnya dan menatap mata sang adik lekat-lekat.
"Hm."
"Lo kenal dia dari mana?" tanya Alan.
"Pramuka. Gue ikut seleksi calon Bantara," ujar Alka.
"Lo tahu insiden pas seleksi pertama?" Alan membelalakkan matanya.
"Hm?"
"Pas Irene digombalin kelas sepuluh, lo ada di sana juga?"
Alka mengangguk.
"Yang bener lo?" Kini Alan mengguncangkan bahu Alka.
"Iya."
"Beruntung ya lo ada di sana. Gue bayangin pasti mukanya si Irene merah kek kepiting rebus...." Tawa Alan kembaki menyembur. Begitu keraas sembai memukul bahu Alka.
"Lo tau kenapa tadi gue ketawa sendiri?" tanya sang Kakak di sela tawanya.
Alka mengangkat bahu.
"Nih, Irene lagi curhat ke gue soal adek kelas kampret itu, katanya." Alan kembali terkikik geli.
Alka mengernyitkan keningnya. "Lo kenal Kak Irene?" tanya Alka.
"Dia temen deket gue dari kelas sepuluh," jawab Alan.
Kini giliran Alka yang membulatkan mata pandanya.
"Hah? Benaran lo?"
Alan mengangguk.
"Eh, kalau gitu, tolong bilangin ke dia kalau gue minta maaf. Gitu, ya?" pinta Alka.
"Maaf?" Alan berkerut kening.
"Gue nggak berani nemuin Kak Irene. Takutnya dia masih baper sama masalah tadi," jelas Alka.
"Hah?" Alan masih tampak bingung.
"Gue yang gombalin Kak Irene," jawab Alka. Suaranya mencicit selagi menggigit bagian bawah bibirnya.
"Kampret lo!" Sontak Alan menjitak kepala adiknya. Alka meringis.
"Please Kak. Gue nggak mau nanti bokapnya ke sini minta gue nikahin Kak Irene gara-gara buat dia baper."
"Anjir lo! Yang ada Om Rio kesini buat bunuh lo!" sentak Alan.
"Kan gue cuma bercanda."
"Lo 'kan juga ngomong kalau Om Rio maling?"
"Nggak! Gue ngomong itu ke Rain. Bukan ke Kak Irene," bela Alka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Younger Brother
Teen FictionCover by @byarfh_ "Gue pengen pinter kayak lo, Kak, walau cuma sebentar. Gue pengen jadi orang yang berguna, walau cuma sekali. Gue pengen dikenang banyak orang, walau akhirnya gue bakalan lupa segalanya. Gue egois, 'kan?" Alka Cahya Hermawan. Lelak...