1. Mimpi Buruk

23.9K 1.5K 99
                                    

Jari-jari lentik itu menyusuri tiap foto yang terletak di atas meja. Tepat di bawah tangga yang menghubungkan lantai dasar dan lantai atas rumah itu. Sebuah rumah besar dengan desain modern yang terletak di kawasan elit.

Jari-jari itu berhenti kala sepasang matanya menangkap sebuah foto. Foto ukuran 10R dengan bingkai kayu bercat hitam sederhana, tetapi tampak bernilai. Ia mengmbilnya, mengamati dengan saksama sebuah potret diri itu dengan kening berkerut.

"Kak Alan...." Terdengar gumaman dari bibir merahnya.

"Kenapa?"

Gadis pemegang foto itu terlonjak kala mendengar sebuah suara yang bersumber tepat di belakang kepalanya.

"Sialan! Ngagetin gue aja lo." Mata gadis itu membulat. Melotot ke arah lelaki yang kini terkekeh di depannya.

"Kenapa? Ganteng ya?" Lelaki itu kembali bertanya.

"Kenapa bisa ada foto Kak Alan di rumah lo?" Gadis itu tak langsung menjawab. Berbalik melempar sebuah tanya.

"Itu... karena takdir," jawab lelaki itu. Ia melangkahkan kakinya menuju sofa yang tak jauh dari tempat gadis itu berdiri.

"Kak Alan siapa lo?" Gadis itu masih bertanya. Sejenak, ia menatap teman laki-lakinya.

Lelaki itu tak peduli. Ia malah sibuk mengamati hasil foto dari kamera.

Merasa terabaikan, gadis itu mendengus sebal. Ia kembali memperhatikan objek foto yang ada di tangannya. Seorang lelaki--yang ia kenal dengan nama Alan dan seorang wanita seumuran ibunya tengah tersenyum lebar ke arah kamera. Dengan sebuah piala bertuliskan: Juara I Lomba Debat Bahasa Inggris Tingkat Nasional, kedua orang itu tampak sangat bahagia.

Masih memegang foto itu, kini sepasang mata gadis itu memandang foto yang lain. Sebuah foto dengan objek dua remaja masing-masing berseragam putih biru dan putih abu-abu. Senyum bahagia juga terukir di kedua wajah yang menghadap kamera itu.

"Oh, Kak Alan kakak lo? Kalian saudaraan?" tanya gadis itu, terkejut.  Sedangkan lelaki itu kini fokus pada kameranya.

"Nggak."

"Terus? Sepupu?"

"Suadara benaran, bukan saudaraan," jawab lelaki itu. Sedangkan si gadis mulai kesal. Namun, ia tetap mencoba bersabar. Masih ada hal lain yang perlu ia tanyakan dengan lelaki menyebalkan itu.

"Inikan foto pas Kak Alan dapat juara. Emang lo nggak ikut foto?" tanya gadis itu, lagi.

"Gue ada di situ?"

"Nggak ada."

"Ya udah. Berarti gue nggak ikut foto."

Amarah gadis itu mulai memuncak.

"Alka!" gertak gadis itu. Lelaki yang dipanggil Alka kembali terkekeh.

"Eh Rain, lo lagi PMS, ya?" tanya Alka dengan ekspresi serius. Sepasang mata panda itu beralih pandang dengan kening yang berkerut.

"Kenapa emang?" Rain--cewek itu menyahut.

"Hari ini, lo suka marah-marah."

"Sialan lo!" umpat Rain. Gadis itu menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan, mencoba meredam emosi.

"Gue nanya beneran nih. Kenapa lo nggak ikut foto ini?" ulangnya sembari menunjukkan foto Alan dan ibunya.

"Oh itu, gue tukang fotonya," jawab Alka.

"Terus yang ini," Rain menunjuk foto yang ia duga sebagai foto kelulusan Alka, "nyoko lo di mana?" tanyanya.

"Pas itu, Mama lagi di luar kota."

My Younger BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang