Sepasang mata itu perlahan terbuka. Beberapa kali mengerjap guna menyesuiakan cahaya yang masuk ke matanya.
"Al, lo udah sadar?" Suara sang kakak terdengar begitu lembut.
Alka kembali menutup matanya dan membukanya lagi. Ia mengalihkan pandangannya ke arah sang kakak yang tampak khawatir. Ia juga melihat ketiga sahabatnya di ruang serba putih itu.
"Gue di mana?" tanyanya serak.
"Lo di rumah sakit. Tadi pagi lo pingsan di toilet sekolah," jawab Alan.
Alka mencoba bangkit dari posisi tidurnya. Dengan sigap, Alan membantu adiknya untuk duduk.
"Ngapain dibawa ke RS segala?" Alka kembali melemparkan pertanyaan.
"Lo tuh udah sekarat tadi Al. Kalo nggak dibawa ke sini, Kak Alan bakalan bawa pulang mayat ke rumah," jawab Farkhan. Sontak mendapat jitakan dari Rafa. Mendengar alasan itu, Alka terkekeh pelan.
"Kak?" panggil Alka.
"Kenapa? Masih sakit?"
Alka menggeleng. "Pulang," pintanya.
Alan menghela napasnya kasar. Baru saja adiknya itu terbangun setelah dalam hitungan jam tak sadarkan diri. Dan kini, dengan santainya meminta pulang. Padahal rasa khawatir sang kakak belum juga sepenuhnya menghilang.
"Nanti. Biar dokter periksa keadaan lo dulu," jawab Alan.
Alka menghela napas. Jujur, ia tak betah berlama-lama di tempat ini. Menghirup bau obat-obatan yang sangat ia benci.
"Gue keluar panggil dokter," ujar Irfan. Lelaki itu menghilang di balik pintu. Kembali lagi bersama seorang pria berjas putih.
"Gimana perasaan Adik? Masih pusing?" tanya sang dokter sembari memeriksa pasiennya.
"Udah mendingan, Dok. Cuma masih pusing dikit," jawab Alka.
"Adik saya sakit apa ya Dok?"
Pria berjas dokter itu mengerutkan kening. "Untuk saat ini, kami rasa adik kamu kena vertigo. Tapi ada gejala lain di luar penyakit itu," jawab dokter bernama Bambang itu.
Alan turut mengerutkan kening.
"Untuk sementara, kami mendiagnosis adik kamu mengalami vertigo. Tapi sebentar lagi Dokter Danang akan memeriksa lebih lanjut kondisi adik kamu. Kami takutnya jika itu bukan hanya sekedar vertigo, melainkan ada masalah dengan otak adik kamu," jelas Bambang.
Alan mengangguk paham meski rasa kekhawatirannya kian menjadi-jadi. Ia menatap sang adik yang kini menampilkan wajah memelas. Isyarat bahwa ia ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini.
"Itu Dokter Danang sudah datang," ucap Bambang saat pria paruh baya berjas putih mulai memasuki raungan itu.
Seorang dokter bernama Danang itu perlahan mendekati Alka. Sepasang matanya bersitatap dengan mata milik lelaki manis itu. Danang terperangah. Sepasang mata berbentuk almond itu, dengan sorot yang begitu indah, tampak tak lagi asing di matanya. Begitu mirip dengan sepasang mata milik seorang dari masa lalunya.
Jelas, Alka merasa gugup ditatap demikian. Lelaki itu mencoba menarik senyuman sopan yang malah membuat Danang semakin terperangah. Bahkan caranya menarik senyum pun sama dengan orang itu.
"Dokter Danang, ini pasien yang datang pagi tadi. Saya berharap Anda bisa memeriksanya lebih lanjut." Suara itu memitus kontak mata mereka. Danang beralih pandang ke arah Bambang dan tersenyum tipis.
"Hm... siapa nama kamu tadi? Alka ya?" tanya Bambang.
Alka mengangguk.
"Al ini Dokter Danang yang akan memeriksa keadaan kamu lebih lanjut. Mengingat bahwa saya bukan dokter ahli penyakit dalam, jadi saya mohon kerja samanya Dokter Danang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Younger Brother
Teen FictionCover by @byarfh_ "Gue pengen pinter kayak lo, Kak, walau cuma sebentar. Gue pengen jadi orang yang berguna, walau cuma sekali. Gue pengen dikenang banyak orang, walau akhirnya gue bakalan lupa segalanya. Gue egois, 'kan?" Alka Cahya Hermawan. Lelak...