2. Hukuman

16.2K 1.1K 69
                                        

"Al, lo jadi ikutan seleksi calon Bantara, nggak?" Suara nyaring itu menghentikan langkah Alka. Lelaki itu berbalik. Membiarkan teman-temannya berlalu sedangkan ia menatap Rain yang masih berdiri di depan pintu kelas.

"Lo bilang apa?" Alka setengah berteriak.

"Ck, baru bangun tidur ya gitu." Rain mengambil langkah mendekati Alka yang masih bingung di tempatnya. Jam pelajaran terakhir hari ini kosong. Sebagian siswa menghabiskannya dengan kesibukan masing-masing. Sedangkan Alka lebih memilih tenggelam dalam mimpi.

"Siang ini seleksi pertama," ujarnya.

Alka hanya mengangguk.

"Denger lo?" Rain menatap wajah polos Alka. Jelas jika kesadaraan lelaki itu belum sepenuhnya kembali.

"Terus kenapa?" tanya Alka. Rain mendengus. Kesal dengan Alka yang belum sepenuhnya paham.

"Lo jadi ikut seleksi, kan?"

"Oh, jadi dong." Alka menaik-turunkan alisnya dengan bangga.

"Terus daftarnya kapan?"

Rain membuang napasnya kasar. "Udah daftar. Tinggal hari ini seleksi," jelasnya.

"Kapan?"

"Kemarin. Lo ikut gue sebentar." Rain menggandeng tangan Alka. Lelaki yang terbilang manis dengan perawakan kecil itu menurut. Mata beriris hitam, bibir tipis berwarna merah, serta umurnya yang baru menginjak lima belas tahun membuat wajah itu turut terkesan imut.

"Lo mau bawa gue ke mana?" tuntut Alka.

"Toilet."

"Ngapain?" Sepasang mata itu sontak membulat.

"Coba lo ngaca di cermin! Muka lo hancur banget dah. Cuci muka biar segar! Keliatan banget kalau lo habis molor," jelas Rain.

Alka mengangguk paham. Lelaki itu melangkah menuju toilet.

"Gue tunggu di depan kelas XII IPA-2!" seru Rain.

***

Alka memandang bayangan wajahnya lewat cermin di depan wastafel. Sesekali ia menggelengkan kepalanya. Ia sudah membasuh wajahnya beberapa kali, tetapi ia belum juga merasa segar. Kepalanya terasa pening. Ia mengusap belakang kepalanya berkali-kali. Mematahkan lehernya ke kiri-kanan, atas-bawah guna menghilangkan rasa kaku di tengkuknya.

Ponsel di sakunya bergetar.

Rain: Lama banget sih lo? Molor lagi di kloset?

Alka tak membalasnya. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Membasuh kembali wajahnya yang masih tampak kusat. Menata rambutnya dan dasi yang bertengger di kerah baju.

"Lo lama banget sih?" Suara nyaring itu menyambut Alka saat ia sampai di depan ruang kelas XII IPA-2. Ia menarik senyum semanis mungkin. Dengan harap amarah Rain sedikit mereda.

"Bagaimanapun juga, gue harus keliatan rapi di depan senior." Rain menyengir mendengar alasan itu.

"Lo harusnya juga," ujar Alka. Lelaki itu memangkas jarak di antara keduanya. Merapikan rambut hitam Rain yang sedikit berantakan karena tiupan angin.

"Nah, ginikan jadi cakepan dikit." Alka tersenyum puas. Ia tak langsung mundur. Masih berada di jarak sedekat itu, sepasang matanya menatap manik mata Rain. Iris mata yang juga berwarna hitam itu menyambut tatapannya. Bentuk mata yang lebih lebar dari milik Alka itu tampak begitu indah. Dengan bulu mata lentik dan garis mata hitam tegas.

My Younger BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang