Sejak tiga minggu lalu Elang memulai debutnya sebagai asisten pelatih ekstrakurikuler basket, semakin banyak adik-adik kelas yang mendatangi Elang yang berbasa-basi menanyakan tentang basket meskipun, niat dasarnya sangat kentara jika mereka menyukai Elang. Untungnya, pelatih basket cukup cerdas dengan mengadakan pemilihan tim basket sehingga tersisa hanya lima belas orang, komposisi cewek berjumlah enam dan sisanya adalah cowok.
Hari ini adalah hari Kamis, jadwal berlatih ekstrakurikuler basket bersamaan dengan jadwal latihan Alyssa, guna menghadapi kompetisi Bahasa Inggris bulan Februari besok. Siswa yang sudah pasti dikerahkan untuk mengikuti kompetisi itu adalah Alyssa dan Rayhan. Alyssa setidaknya merasa lega karena setelah kompetisi ini, Pak Imron tak mengharuskan dia mengikuti English Club lagi.
"Jadi, seperti yang pernah saya ajarkan tentang active dan passive sentences, saya akan mengulang semua dari awal."
Suara Pak Imron terdengar lantang, menggema di ruang kelas Alyssa yang hanya meninggalkan tiga orang, termasuk Alyssa dan Pak Imron. Satu sisanya adalah Rayhan, yang duduk tepat di samping Alyssa, mencatat jelas apa yang Pak Imron katakan. Alyssa tak mencatat sama sekali. Malas, rasanya mencatat sesuatu yang sudah pernah dia catat. Alyssa menyimpan semua buku catatannya dengan baik, dia hanya perlu membuka ulang dan membacanya.
Perhatian tiga penghuni kelas itu teralihkan saat tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Alyssa mengernyit begitu melihat Elang yang berada di balik pintu dengan senyuman lebar di bibirnya. Elang sedikit menunduk, memberikan penghormatan kepada Pak Imron yang menatap kedatangannya dengan heran. Elang masih mengenakan seragam sekolah yang tak lagi dikancingi, menampilkan kaus berwarna cokelat polos yang dia kenakan. Dia juga masih mengenakan celana abu-abu, tangannya menenteng bola basket berwarna biru.
"Ada apa, Elang?" tanya Pak Imron, masih dengan wajah bingungnya.
Cengiran Elang hilang saat cowok itu menjawab, "Gak ada apa-apa, sih, Pak. Saya mau ikut belajar aja, sekalian. Soalnya, saya pernah ketinggalan pelajaran Bapak waktu kena skorsing."
Rayhan mendesis seakan risih dengan kehadiran Elang, Alyssa mendengar dengan sangat baik. Tatapan Elang yang semula tertuju pada Pak Imron malah beralih kepada Alyssa dan cowok itu tersenyum yang mau tak mau membuat Alyssa balas tersenyum.
Pak Imron menghela napas. "Materi yang saya ajarkan di kelas kamu berbeda dengan yang saya ajarkan kepada Alyssa dan Rayhan saat ini, Elang."
Elang mengangguk. "Saya tahu, Pak. Tapi gak apa-apa. Saya mau tetap ikut belajar."
Pak Imron menatap Elang pasrah sebelum menganggukkan kepala. Memang pria paruh baya yang sudah menginjak usia lima puluh tahun itu paling malas berdebat atau mendebat siswanya yang keras kepala, apalagi Elang. Darah tingginya bisa naik sewaktu-waktu dan Pak Imron masih sayang pada nyawanya.
"Silahkan mengikuti, tapi jangan ganggu Alyssa dan Rayhan karena mereka sedang fokus untuk menghadapi kompetisi bulan lalu."
Elang menunjukkan sikap hormat. "Siap, Pak! Saya janji, gak akan ganggu!"
Setelahnya, Elang melangkah untuk duduk di kursi tepat di belakang Alyssa. Pak Imron menatap Elang untuk yang terakhir sebelum memulai pengajaran lagi ketika Elang yang satu tangannya terlipat, membiarkan tangannya yang satu lagi memainkan rambut Alyssa yang hari ini dikuncir kuda.
Alyssa menoleh dan menatap tajam Elang. "Apaan, sih?" Alyssa berujar, berbisik seraya menghempas tangan Elang.
Elang mengerucutkan bibir. "Masih ada makanan gak? Laper, nih." Elang berujar manja, seperti anak kecil yang meminta dibelikan balon.
Otomatis, Alyssa luluh ditatap seperti itu oleh Elang. Rasanya, Alyssa ingin mencubit pipi tirus Elang yang kurus, menyentuh dagu dan hidung lancipnya. Alyssa masih bingung bagaimana bisa Elang memiliki bentuk wajah seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDO
General FictionElang menyukai Alyssa dan rela melakukan apapun untuk cewek itu meskipun, hati Alyssa sulit berubah haluan. Hatinya masih dikuasai seorang cowok yang bahkan melihatnya saja tidak atau lebih dikenal dengan nama Irsyad.