Malditos Amigos!

29 2 0
                                    

Lenganku terlepas dari genggaman Kevin ketika kami memasuki Basement.
Genggaman? Hah!

Tumben, tidak seperti biasanya. Aku hanya diam diseret-seret oleh Kevin. Aku bahkan tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun saat dia menyeretku. Bibirku kelu. Bahkan Aku nggak nolak saat Kevin memasukkanku ke dalam mobilnya. Biasanya. Aku akan langsung marah hanya karena ia menyentuh ujung lengan bajuku saja. Sekarang. Aku bagaikan boneka yang dia bisa perlakukan sesuka hatinya. Apa yang terjadi padaku?

Tidak. Itu tidak benar. Ini bukanlah diriku. Aku diam bukan berarti aku telah menerimanya jadi temanku. Bukan karena aku mulai membuka diri dengannya. Tapi kenyataannya. Aku memang sengaja bersikap seperti itu.

Heh! Aku merasa hal yang sangat menyenangkan akan terjadi padaku. Dan hal yang menyenangkan itu akan dimulai dari sekarang. Sekarang.

Ternyata. Lokasi nya tak terlalu jauh dari tempat Gym. Kevin turun terlebih dulu. Sementara aku masih menopang dagu di depan jendela mobil seakan perjalanan kami masih jauh. Seakan menikmati setiap pemandangan indah yang terpampang di depanku. Jalan Boston yang indah dengan segala kemegahan Kota metropolitan era modern.

Bayangkan. Aku harus berpura-pura menikmati semua keindahan ini seakan aku terhanyut ke dalamnya. Padahal aku sama sekali tak tertarik sedikit pun. Bahkan untuk menikmati hidupku di Dunia yang hina ini aku merasa muak. Tapi bukan berarti aku harus hidup sia-sia dan membuang segala penderitaanku. Aku tak seburuk itu.

"Mau sampai kapan Lo disitu hah?! Ayo turun cepet! Apa Lo mau gue gendong?." Celetuk Kevin sembari memperbaiki rambutnya menggunakan jemari tangan. Aku hanya membalasnya datar tanpa memandangnya.

"Lo suka ama gue yah?."

"Njir! Berhentilah membual di depan gue. Cepet turun dari Mona gue."

"Cih. Ternyata Lo lebih stress dari yang gue duga."

Aku membuka pintu mobil dan membantingnya dengan keras hingga kacanya sedikit retak. Awalnya aku hanya bercanda karena dia sepertinya sangat menyayangi mobil jelek itu. Mona katanya. Cih. Siapa nama Jalang yang dia gunakan.

Tak kusangka respon Kevin sangat berbeda dari ekspektasiku. Malah over sekali. Sangat memalukan. Dia menubruk mobilnya itu dan memeluknya sembari mengelus mesra. Najis. Sepertinya aku salah bergaul. Syukurlah sikap memalukannya itu tak menjadi santapan orang-orang karena kami masih berada di Basement.

"Mona sayang. Apa yang terjadi pada Lo? Tangan Lo terluka. Astaga kasihan sekali tubuh sexy Lo. Jangan khawatir Gue bakal ngebawa Lo ke bengkel termahal hingga Lo bisa mulus seperti sedia kala."

"Woy bangsat! Apa yang Lo lakuin pada Mona gue Hah?!." Lirik Kevin.

"Gue nggak merkosa Mona Lo jadi nggak usah marah kayak orang kerasukan. Mobil jelek gitu aja pakai disayang-sayang segala kayak pacar."

"Apa Lo bilang! Gue membelinya dengan kerja keras dan keringat gue sendiri tahu. Gue menabung selama 3 tahun."
"Menyedihkan. Menabung selama 3 tahun Lo hanya mampu beli rongsokan itu. Gue tahu Lo kere tapi ternyata Lo lebih menyedihkan. Gue bisa beliin Lo 10 Mona kalo Lo mau. Sekalian Mona yang asli."

"Tch. Gue nggak butuh uang Lo.Kali ini Lo gue maafin."

"Pero (Tapi)........." Kevin menatapku sinis. Aku membalasnya dengan lebih tajam lagi hingga dia mengalah dan menoleh pergi.









Yah disinilah aku. Berakhir berdiri di depan sebuah kamar. 107. Di lantai 11. Aku hanya mendelik pada Kevin minta penjelasan.

Ternyata. Tempat yang Kevin tuju adalah Hotel bintang 5. Hotel Villa Magna. Damn!

The Lost HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang