Cupu O 🤓

(8)Hehehe

Tolong lompat ke chapter 3 karna ini chapter 8

Seperti biasa kini Oliver sedang duduk di perpustakaan sambil membaca buku yang ayahnya berikan kemarin, itu adalah buku tentang bisnis. Mengingat Oliver adalah satu-satunya pewaris perusahaan ayahnya sehingga ia harus belajar mengelola bisnis. Bahkan ayahnya memasukkannya di kelas bisnis

Didepan Oliver kini ada Agnes yang juga sedang membaca buku yang Oliver berikan kemarin

"ver gue ke toilet dulu ya?" kata Agnes sambil meringis

Oliver hanya menganggukkan kepalanya

*

15 menit berlalu, tapi Agnes belum juga kembali dari toilet. Oliver berusaha tenang sampai seseorang datang menghampirinya

"pu nih, kerjain secepatnya. Besok kudu udah kelar, kalo nggak awas Lo" kata Diaz sambil melempar buku ke arah Oliver

Oliver hanya menatap buku yang Diaz lempar ke arahnya

Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Diaz dari belakang

"apaan sih" kata Diaz mengabaikan tepukan pundak itu

"apa Lo hah" kata seseorang yang menepuk pundak Diaz

Suara itu terdengar tidak asing di telinga Diaz. Seketika mata Diaz dibuat melotot sempurna ketika ia memutar tubuhnya 180 derajat, ia sangat terkejut karena orang yang menepuk pundaknya adalah Agnes

"apa Lo hah? Lo kemaren udah kalah kenapa Lo masih nindas si Oliver hah. Lo ngelanggar perjanjian bangsat" cerca Agnes sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Diaz

Seketika semua anak yang sedang membaca buku di perpustakaan mengalihkan perhatian mereka ke Agnes Oliver dan Diaz

"nes udah nes ini perpustakaan, nggak baik kalo ribut di sini" kata Oliver mencoba menghentikan emosi Agnes

Meski susah untuk menghentikan kemarahan Agnes, Oliver tetap melakukannya

Oliver tau Agnes memang sulit dihentikan jika sudah marah seperti ini

Oliver memegangi tubuh Agnes yang berusaha untuk memukul Diaz

"biarin ver, biar dia malu, biar semua orang tau kalo salah satu Most Wanted di universitas ini yang mereka bangga banggain itu nggak lebih dari seorang pecundang yang ngelanggar janjinya. Seorang Diaz Kalber adalah seorang PECUNDANG"

Diaz terus menunduk dari tadi karena menahan rasa malu

Tak ingin Agnes memakinya lebih tajam lagi. Diaz kemudian mengambil buku yang ia lempar ke Oliver tadi dan kemudian pergi dari perpustakaan dengan rasa malu dan dendam yang tak terbendung lagi

Setelah Diaz keluar dari perpustakaan kemarahan Agnes mulai sedikit demi sedikit mereda

"nes tenaga nes, duduk dulu" kata Oliver

"seharusnya Lo biarin gue ngehajar si bangsat tadi, biar dia nggak nindas Lo lagi" kata Agnes masih emosi

"udah nes sekarang ayo ikut aku!"

"kemana?" tanya Agnes yang masih marah

"beli SATE" goda Oliver

Seketika wajah Agnes merona merah

"ayo jangan malu"

Oliver tau semarah marahnya Agnes, dia tidak akan menolak makanan yang bernama SATE

***

Oliver dan Agnes kini sedang duduk di warung pinggir jalan sambil memakan sate. Oliver berfikir mengapa Agnes tadi bilang kalo Diaz ngelanggar perjanjian, perjanjian apa yang dimaksud Agnes

Oliver memberanikan diri untuk bertanya pada Agnes karena rasa penasaran yang terus menghantuinya

"eee nes aku boleh nanya nggak?"

"nggak, ya boleh lah pake izin segalak"

"kamu tadi bilang kalo Diaz ngelanggar perjanjian, emangnya perjanjian apa nes?"

"ooo itu, jadi gini ver kemaren kan gue ama tu tai cicak kan tanding basket. Nah kita buat perjanjian kalo dia yang menang gue kudu traktir dianggap bakso selamanya satu semester, kalo gue yang menang gue minta dia berhenti nindas Lo" kata Agnes

"nah tadi pas gue balik dari toilet, gue liat dia nindas Lo. Ya gue marahlah, secara dia itu udah nyia-nyiain perjuangan gue di lapangan basket kemaren"

"udah Lah nes" kata Oliver

"lu tu apaan sih, gue itu berusaha buat ngelindungin Lo, gue nggak mau kejadian itu terulang lagi ver"

"kejadian, kejadian apa nes?"

"upps keceplosan gue"

***

Diaz keluar dari perpustakaan dengan sangat malu

"awas aja Lo nes, gue bakal buat Lo nyesel ngelakuin semua ini ke gue, Lo kira gue akan diem aja, gue nggak bakal diem gitu aja"

"seorang Diaz Kalber akan buat hidup seorang Maria Agnes Karla berantakan"

1717

DON'T FORGET VOTE AND COMMENT

.
.
.
.

SHOFIYAH