20

2.3K 333 81
                                    

Jonghyun memeriksa berkas-berkas yang baru saja dikirimkan oleh sekretarisnya melalui email. Seperti biasa, waktu istirahatnya di kampus ia gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan kantornya. Pemuda tampan itu mengembuskan nafas pelan saat melihat nominal yang jauh dari perkiraannya.

"Hh... turun lagi." Gumam Jonghyun pelan. Ia mengusak rambutnya perlahan, wajah tampan Jonghyun tampak terlihat frustasi. Bagaimana tidak, sudah 6 bulan ini omzet perusahaan yang dipimpinnya mengalami penurunan. Ditambah beberapa waktu yang lalu, ia kalah tender dengan perusahaan rivalnya. Tentu saja Jonghyun frustasi. Ia takut kalau perusahaan yang telah dibangun susah payah oleh ayahnya, hancur begitu saja.

Itu memang kesalahannya karena ia tidak mempersiapkan dengan baik saat akan presentasi dihadapan kliennya. Tapi jangan lupakan kalau Jonghyun adalah mahasiswa juga kakak sulung dari Kim bersaudara. Jadi, tanggung jawabnya tidak hanya mengurus perusahaan. Namun pemuda tampan itu tidak menyangka bisa separah ini kerugian yang ia tanggung.

Cess~

Jonghyun berjengit kaget saat merasakan sensasi dingin menyentuh pipinya. Ia menoleh dan mendapati Minhyun nyengir sambil membawa dua kaleng soda.

"Ngagetin aja sih kamu." Kata Jonghyun.

"Salah kamu sendiri dipanggilin pake pura-pura nggak denger." Gerutu Minhyun sambil duduk di samping Jonghyun. "Laporan kantor lagi?"

"Iya nih. Laporan bulan ini."

"Kok kusut gitu muka kamu? Ada masalah di kantor?" tanya Minhyun. Jonghyun menggeser sedikit laptopnya agar menghadap Minhyun.

"Tuh liat, turun lagi." Keluh Jonghyun. Minhyun membaca laporan perusahaan Jonghyun perlahan, kemudian kembali mengarahkan benda itu pada pemuda yang ada disampingnya.

"Ya mungkin emang belum rejekinya. Nggak usah lesu gitu ah." Kata Minhyun.

"Tapi ini 6 bulan ini omzet terus-terusan turun. Gimana aku nggak pusing coba?" dengus Jonghyun.

"Gini ya, yang namanya usaha pasti ada untung ada ruginya, ada naik ada turunnya. Mungkin sekarang ini perusahaan papa kamu lagi waktunya dibawah." Ujar Minhyun seraya menepuk bahu Jonghyun pelan. "Kamu nggak usah ngerasa bersalah atau down gini. Harusnya kamu lebih semangat buat lebih baik lagi bangun perusahaan papa kamu."

"Hmm, kamu bener juga. Harusnya aku nggak boleh ngeluh kayak gini." Jonghyun kembali tersenyum lebar. "Makasih ya."

"Aku kan nggak nolong apa-apa, cuma bisa nyemangatin aja." Kata Minhyun.

"Tapi itu juga udah lebih dari cukup buat aku." Kata Jonghyun. Ucapannya terhenti ketika ponselnya berdering. Nama "Jung Nana", sekretarisnya, tertera disana.

"Halo, Kak?"

"Jonghyun, kamu udah terima email yang kakak kirim tadi pagi?" tanya Nana di seberang sana.

"Udah. Ini lagi aku baca-baca." Kata Jonghyun. Ia terbiasa memanggil serkretarisnya dengan sebutan "Kakak" karena umur mereka yang hanya terpaut 3 tahun.

"Ini nggak baik, Jong. Omzet perusahaanmu terus-terusan turun dalam kurun waktu 6 bulan. Kalo terus kayak gini, perusahaan papa kamu bisa hancur. Kamu bisa bangkrut, Jonghyun."

"Aku udah baca berapa kerugiannya. Tapi... aku nggak nyangka bisa sebesar itu." Sahut Jonghyun. "Aku harus gimana, Kak?"

"Aku nggak bisa banyak bantu. Mungkin Kalo kamu ngambil cuti kuliah beberapa waktu buat ngurus perusahaan papa kamu, semuanya bakalan kembali baik-baik aja kayak sebelumnya."

[1st Book] Trouble BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang