33

2.2K 309 98
                                    

Haknyeon membuka pintu bercat putih itu dengan perlahan. Yang pertama kali menyambutnya adalah suara mesin elektrokardiograf yang terpasang di tubuh mungil sosok manis yang terbaring disana. Sepasang manik kelam yang selalu berpendar lucu itu kini memilih untuk terpejam damai. Begitu pun dengan bibir mungil yang sering merentetkan kalimat polos nan menggemaskan, kini memilih untuk terkatup rapat.

Haknyeon menarik kursi dengan halus, tanpa menimbulkan suara apapun. Ia duduk dengan tenang, tangannya meraih tangan kurus yang terbebas dari infus itu, lalu meremasnya lembut. Dulu tangan ini selalu hangat dalam genggamannya, tetapi sekarang tangan itu terasa dingin.

"Ung~"

Bunyi statis membalas sapaan Haknyeon. Tak apa, Haknyeon sedikit menghibur diri dengan tersenyum tipis.

"Nggak capek tidur terus? Kapan mau bangun, hm?"

Lagi-lagi tak ada suara yang menyahut. Haknyeon mengusap tangan itu dengan lembut dan penuh cinta.

"Kakak-kakak kamu udah kayak orang gila liat kamu kayak gini, padahal kamu baru aja tidur sehari. Nggak ada niatan bangun terus jitakin mereka, hm?"

Haknyeon tekekeh sendiri, ia membayangkan Euiwoong bangun dan mengomeli Kim bersaudara dengan lontaran kalimat polos tetapi menyebalkan, khas Kim bersaudara.

"Mimpi apa sih, sampe kamu nggak mau bangun? Cerita sama kakak, gih. Kak Haknyeon mau dengerin kamu nih."

Hembusan nafas kasar terdengar, Haknyeon berusaha untuk tidak sedih ataupun menangis. Tetapi nyatanya percuma, karena sekarang hatinya sudah teriris perih melihat sosok yang ia cintai terbaring tak berdaya seperti ini.

"Kakak kangen godain kamu, kakak kangen diomelin sama kakak-kakak kamu gara-gara bikin kamu ngambek, kakak kangen kamu yang sering kebingungan ngerjain soal." Suara Haknyeon bergetar, nyaris terderngar parau. "Kakak kangen kamu, Ung~"

Untuk kali ini saja, Haknyeon membiarkan dirinya terlihat lemah dihadapan Euiwoong. Sekali ini saja, Haknyeon mengijinkan pipinya lembap oleh lelehan airmata yang sudah ia tahan cukup lama. Hanya hari ini saja, Haknyeon membiarkan dirinya pasrah pada egonya yang tertawa menang.

"Kalo aja kemarin kakak nggak telat keluar kelas, pasti sekarang kita udah jalan-jalan ke Lotte World. Kalo aja kemarin kakak lebih cepet ngeh kamu ada diantara anak-anak yang tawuran, pasti sekarang kita udah nikmatin es krim vanilla kesukaan kamu berdua. Maafin kakak, ya. Kakak ingkar janji lagi sama kamu, sama kakak-kakak kamu. Kakak gagal jagain kamu. Maafin kakak ya, Ung." Ujar Haknyeon lirih. Kepalanya menunduk dan mencium punggung tangan Euiwoong dengan lembut.

"Ayo cepet bangun. Kita masih punya banyak agenda jalan-jalan yang belum dilakuin. Kamu juga harus marahin kakak-kakak kamu yang sekarang kondisinya awut-awutan. Mereka juga kangen sama berlian kesayangan mereka." Haknyeon berdiri, kemudian ia menyibak poni Euiwoong perlahan. Sebuah ciuman mendarat lembut disana, cukup lama.

"Kakak sayang sama kamu, Kim Euiwoong."


oooOooo


Jonghyun menghentikan langkah kakinya di depan lemari penyimpanan abu jenazah orang tuanya. Penampilannya sangat jauh dari kata baik-baik saja, lusuh dan berantakan. Pemuda sulung itu sendirian, Youngmin enggan untuk ikut turun karena sedang dalam mood yang buruk.

"Ma, pa... Jonghyun dateng lagi. Kalian nggak bosen kan, Jonghyun samperin terus kayak gini?"

Jonghyun mengusap pintu kaca itu dengan lembut. Senyum tipis terpatri di wajahnya.

[1st Book] Trouble BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang