Part 15

13.3K 1K 21
                                    

Happy Reading......

Musa sedang mengaji, Kaila segera bergegas menyiapkan diri. Dia ingin segera pulang ke rumah, Kaila ingin menyendiri. "Pak, aku pulang." ucap Kaila membuat Indra terkejut. "Tidak menunggu Musa?" tanya Indra dan Kaila hanya menggeleng lalu menganggukkan kepala tanda pamit dan berjalan keluar rumah.

Kaila menghirup udara pagi yang dingin dan terasa segar menerpa wajahnya. Kaila mulai berjalan meninggalkan rumah yang di anggapnya penuh rasa sakit. Karena Kaila yakin, Musa senang tinggal di rumah itu,  di sana banyak kenangan istrinya.

*****

Musa menutup Qurannya dan merapihkan sejadah, sarung dan Quran ke dalam lemarinya.

"Kau bertengkar dengan neng Kaila nak?" tanya Indra membuat Musa terkejut.

"Tidak pak.." ucap Musa.

"Kaila sudah pulang." ucap Indra.

"Kapan? Kenapa gadis itu tak menungguku?" gerutu Musa.

Indra tersenyum pada anaknya.

"Apa yang semalam kalian bahas? Mungkin ada kata-katamu yang menyinggung perasaan Kaila." ucap Indra.

"Kaila menanyakan Intan pak.." ucap Musa lesu dan menceritakan semuannya.

Indra tersenyum.

"Mungkin neng Kaila sudah ada rasa padamu nak, dia cemburu..." tebak Indra membuat wajah Musa merona.

"Ah bapak, itu tak mungkin. Kaila galak..." ucap Musa sambil tersenyum geli.

"Kejarlah istrimu, kasihan dia pulang sendiri." ucap Indra.

"Baiklah pak, Musa berangkat dulu. Assalamualaikum..." ucap Musa sambil mencium tangan ayahnya. "Wa'alaikum salam.." balas Indra.

Musa segera berjalan ke luar rumah dan mengejar Kaila. Musa berlari untuk mengejar Kaila, sementara Kaila menangis sepanjang jalan.

Dia merindukan kebebasannya di kota, dia merasa di buang oleh keluarganya dan harus hidup bersama keluarga orang lain yang dia sendiri merasa asing. Apa arti pernikahannya jika dia dan Musa tidak saling menyukai? Kaila meneteskan air matanya, Kaila sudah mulai menyukai Musa karena hanya Musa pria yang menperlakukannya dengan baik dan manis, meski kadang Kaila sebal dengan sikap agamaisnya. Kaila duduk di tepi bukit sambil menatap indahnya pemandangan di pagi hari.

Musa melihat Kaila sedang duduk di tepi bukit, dia memeluk kedua lututnya sambil menelungkupkan wajahnya. Musa menghampirinya dan menyentuh pundak Kaila.

"Kaila..." bisik Musa membuat Kaila terkejut dan langsung menengadah melihat Musa yang sudah berdiri di hadapannya. Musa mengusap air mata Kaila, mungkin bapaknya benar, Kaila mencintainya dan merasa terluka karena Musa berkata jika Intan masih istrinya.

Kaila  berdiri lalu menunduk untuk menutupi mata sembabnya.

"Kenapa kau disini?" tanya Kaila.

"Mengantarmu pulang, saya tak mau terjadi apa-apa sama kamu." ucap Musa sambil tersenyum manis membuat jantung Kaila berdegup kencang. Wow perasaan apa ini? pikir Kaila dan mulai menggeratkan kepalan tangannya menahan agar hatinya tak luluh. Ingat, yang Musa cintai hanya si mayat Intan!

Kaila menghela nafas.

"Aku bisa pulang sendiri, kau harus bekerja bukan?" ucap Kaila sambil berjalan meninggalkan Musa.

"Aku akan mengantarmu pulang." ucap Musa sambil mengikuti Kaila. "Pergi sana Musa!" ucap Kaila kesal namun Musa terus mengikutinya.

Kaila yang merasa sebal dengan Musa mendengus kesal. "Apa kau sebaik ini pada setiap perempuan?" sindir Kaila.
"Tidak, hanya orang-orang tertentu." ucap Musa.

"Aku tahu kau mengantarku karena kau takut pada ayahku!" ucap Kaila.

"Tidak juga Kaila." ucap Musa sambil menatap punggung gadis itu.

"Pergilah Musa!" usir Kaila namun Musa masih mengikutinya.

"Terserah!!" ucap Kaila ketus.

Musa memperhatikan Kaila, gadis itu memang cantik, Musa suka apa lagi jika Kaila menggunakan kerudung pasti lebih cantik!

Musa tersenyum membayangkan Kaila berjilbab dan tersenyum kepadanya.

"Siapa nama istrimu itu?" pancing Kaila membuyarkan lamunan Musa. "Intan." ucap Musa, padahal Kaila.sudah tahu nama si mayat itu.

"Sudah sedekat apa kau dengan Intan?" tanya Kaila sambil memilih jalan agar tidak terjatuh.

"Maksudnya?" tanya Musa bingung.

"Kau sudah menyentuhnya? Kalian pernah berciuman atau melakukan hubungan seks?" tanya Kaila cuek,  membuat wajah Musa merona. Apa Kaila ingin tahu jika dia sudah bercinta dengan Intan? Sejauh itukah? pikir Musa geli.

Musa tersenyum dan enggan menjawab.

"Setelah tiga bulan, kita bercerai!" ucap Kaila membuat tubuh Musa menegang. Musa menarik lengan Kaila.

"Pernikahan itu sesuatu yang sakral dan kau tak boleh mempermainkannya!" ucap Musa tegas.

"Dari awal aku tak tahu jika kita akan menikah, andai aku tahu pasti aku memilih mati dari pada menikahimu!" ucap Kaila pedas membuat Musa menahan amarahnya.

"Saya takkan menceraikanmu." ucap Musa keras.

"Kau harus menceraikanku, kau mencintai Intan dan menganggapnya masih istrimu kan? Lantas untuk apa kau menahanku di sini?" tanya Kaila berapi-api. Musa tersenyum sinis.

"Aku tak mau menjadi istri kedua, perusak rumah tangga orang!" ucap Kaila membuat Musa geli. Pikiran Kaila memang aneh, mungkin karena ucapan Musa yang masih menganggap Intan istrinya. Ya, Musa memang salah. Musa tersenyum tipis.

"Aku takkan menceraikanmu, sampai kapan pun." ucap Musa santai.

Kaila menatap tajam ke arah Musa.

"Silahkan saja, suatu saat kau akan menyesal karena telah menahanku di sini!" ucap Kaila sambil berjalan cepat meninggalkan Musa.

"Kaila, jangan jalan ke situ!" teriak Musa yang khawatir Kaila terjatuh karena di jalan itu batunya licin.

Kaila tak menggubris, dia tetap berjalan ke sana dan..

Bruk!!

Tubuh Kaila terjatuh dan kakinya terkilir.

"Akhh..." ringgis Kaila kesakitan. Musa segera berlari ke arahnya.

"Keras kepala!" ucap Musa datar dan Kaila hanya menatap Musa dengan mata berkaca-kaca.


Tbc

MUSA (Tamat/ Tersedia Dalam Bentuk PDF) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang