Hujan 14

2K 101 2
                                    

Suara cicitan burung terdengar di sekitar lapangan sekolah yang didiami Biru dan kawan-kawannya. Sinar lembut dari matahari masih begitu tidak menyilaukan dipagi hari. Malah membuat siapapun menjadi semangat.

Yah kecuali Biru. Ia menatap tas pink besarnya yang berada dibawah kakinya. Ia merasa kesulitan membawa tas itu karena berat. Isi tas itu adalah beberapa baju, handuk, perlengkapan wanita, perlengkapan mandi, charger, dan dompet.

"Minta bantuan nggak nih?"

Suara menyebalkan itu membuat Biru langsung memajukan bibirnya. Langit, berdiri disamping Biru dengan senyum jahilnya. Biru pun mengalah dan menghela napas.

"Iya-iya."

Langit tersenyum menang lalu membawa tas Biru yang langsung jatuh kebawah. Biru mendelik.

"Hati-hati dong!"

"Anjir! Isinya apaan nih? Bom?!" ucap Langit memperhatikan tas pink Biru dengan waspada. Biru langsung memukul lengan Langit kesal.

"Enak aja! Namanya juga wanita ya begini." sungut Biru langsung mengambil tasnya. Sejujurnya ia tidak kuat mengangkat ini, tapi mau bagaimana lagi, gengsi Biru jadi sangat besar. Langit langsung memegang lengan Biru untuk mencegah perempuan itu berjalan meninggalkannya sambil membawa tas milik Biru yang super berat itu.

"Yaelah, baperan. Mau dibawain nggak?" tanya Langit sekali lagi. Biru langsung melepaskan pegangan tangan Langit lalu melangkah acuh meninggalkan Langit yang menghela napas. Langit sangat heran, ada apa sih dengan anak itu sampai-sampai sensitifnya serem gitu?

"Hai, Ngit." sapa Mentari—perempuan dengan rambut panjang yang diikat satu, tersenyum manis kearah Langit.

"Heiii, Tari!" balas Langit sambil menepuk pundak Mentari berkali-kali dengan pelan tentunya.

"Abis berantem lagi sama Biru?" tanya Mentari yang membuat mood Langit turun lagi.

"Iya nih. Itu bocah abis kesambet apaan ya jadi galak gitu." Langit menghela napas, Biru yang ia kenal bukanlah seperti ini. Biru bukan tipe cewek yang gampang sensitif.

"Yaudah, maafin aja. Ayok, kita baris! Mau dimulai tuh." Mentari melangkah mendahului Langit. Mata sipit Langit memperhatikan anak-anak kelas sepuluh yang sedang berdiri berjejer berdasarkan kelompok kakak pembimbing yang sudah ditentukan.

Hari ini adalah hari dimana semua anak kelas sepuluh diwajibkan mengikuti Latihan Kepemimpinan Dasar atau disingkat LDK.

Langit menyeret kakinya lemas menuju kelompoknya.

Mentari yang sudah berdiri dibarisan kelompoknya meperhatikan Langit yang sedang berjalan menuju kelompoknya. Hati Mentari sakit melihat Langit yang sedih karena Biru.

Langit tidak pernah memberitahu siapapun tentang perasaanya, bahkan sahabatnya saja tidak dikasih tahu. Tapi, Mentari tahu. Ia sangat tahu, kalau Langit mencintai Biru. Hanya dirinyalah seorang yang tahu.

Dan sialnya, ia malah mencintai Langit, semenjak Langit menyelamatkannya waktu itu.

Maka dari itu, hatinya kini sesak sekali. Ia berharap bisa memberitahu perasaannya kepada Langit, tapi pada akhirnya ia malah memendamnya.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang