Hujan 17

2K 86 0
                                    

Jangan Hilangkan Dia - Rossa

Murid kelas sepuluh kembali mengikuti pelajaran seperti biasa setelah libur satu hari sehabis pulang dari LDK.

Wajah Biru semakin pucat saja, ia duduk lemas dibangkunya dengan kepala yang bersandar dimeja. Kepala Biru sakit dan kedua matanya sembab karena kebanyakan menangis semalaman.

Ia sama sekali tidak menemukan foto dirinya dengan Bintang didalam kotak pinknya. Ia berteriak kencang didalam hatinya, padahal itu satu-satunya kenangan yang ia miliki setelah ia kembali lagi ke masa lalu. Seharusnya Biru memeluk erat-erat foto itu saat kembali ke masa lalu lagi.

Hatinya masih begitu pedih, melihat Bintang sangat dekat dengan Senja waktu LDK. Semua kenangan tentang Bintang yang berusaha mendekatinya perlahan luntur digantikan dengan Bintang yang sedang mendekati Senja.

Apa jangan-jangan.. Bintang menyukai Senja? Biru ingin rasanya sekarang menjatuhkan dirinya dari lantai empat. Biru merasa tidak kuat menghadapi ini semua.

Perasaan takut dan cemas mulai menghampiri Biru. Biru menggigit bibir bawahnya.

'Jangan hilangkan dia, Tuhan.. Jangan, jangan buat Bintang hilang… Buat dia suka sama aku lagi……' Biru tidak mau Bintang harus bersama dengan Senja—perempuan yang ia benci.

Karena perempuan itu sangat caper didepan Bintang. Biru tidak rela, sumpah demi apapun, Biru tidak rela.

"Bi!"

Satu hentakan pukulan di bahu kirinya membuat Biru mendongak kearah Langit yang sedang menatapnya khawatir.

"Lu kenapa?" tanya Langit. Ia berniat untuk bertemu dengan teman-temannya di kelas Biru, saat ia melihat Biru sedang sendirian dibangkunya sambil tiduran Langit khawatir kalau Biru sakit.

"Nggak kenapa-kenapa…." Biru menggeleng lemas. Kepalanya begitu sakit. Sebenarnya Biru ingin sekali berteriak "GUE NGGAK BAIK-BAIK AJA! JAUHIN ITU CEWEK NYEBELIN DARI BINTANG!!". Tapi mau dikata apa nanti sama Langit?

"Kalau ada masalah cerita…" Langit duduk disamping Biru. Tatapan ganas dari murid perempuan di kelas Biru tertuju kearah Biru. Biru menyikut lengan Langit.

"Mendingan lo jauh-jauh deh, tuh liat, para serigala menatap buas kearah gua." ucap Biru tak ingin cari masalah dengan para perempuan fansnya Langit. Langit mulai menyadari tatapan-tatapan tak mengenakkan itu.

"Yaudah mending ikut gue ke kantin yuk. Kan ini istirahat, lo seharusnya ke kantin sama Mawar."

"Nggak ma-"

Langit langsung menarik Biru menjauhi para serigala-serigala itu yang siap menerkam Biru. Biru pun pasrah ditarik Langit karena ia malas menolak Langit.

Karena sekalinya serius, Langit akan menjadi orang yang paling keras kepala di dunia ini.

"Mau mesen apa? Gua traktir deh."

"Serius?" tanya Biru berbinar. Sejujurnya ia tidak enak makan tapi kalau ditraktir begini adalah kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan.

"Iyalah, ngapain gua bohong." Langit masih sibuk melihat-lihat seluruh stan kantin, memilih untuk membeli makanan apa. Dari samping, Biru terpana dengan wajah Langit yang memang ganteng banget.

Hidung yang mancung, putih bersih, tinggi kayak galah, mata sipit yang mencerminkan khas orang china, dan perawakan yang tegas. Pantas saja banyak cewek ingin menjadi pacarnya. Tapi, kenapa Langit masih jomblo kalau banyak perempuan yang mengincarnya? Dan juga kenapa Biru bisa berteman dengan cowok seganteng Langit padahal wajah Biru pas-pasan?

"Kalau ngelihat gue mulu ntar jatuh cinta.." ucap Langit yang membuyarkan lamunan Biru. Biru sadar bahwa ia menatap wajah Langit tanpa berkedip. Biru mengalihkan wajahnya, ia takut kalau Langit malah berpikir yang enggak-enggak.
"Cepetan, mau mesen apaan.." desak Langit tak sabar. Biru pun dengan asal menjawab ia mau mie ayam. Langit menyuruh Biru mencari tempat duduk sedangkan Langit memesan dua mangkuk mie ayam.

Biru tidak menemukan Mawar dan Mentari. Mungkin Mawar seperti biasa di perpustakaan setelah dari kantin sedangkan Mentari mungkin di lapangan bola mengingat perempuan itu mencintai sepak bola.

Langit duduk berhadapan dengan Biru. Wajah Biru menjadi sedikit memerah mengingat kejadian memalukan itu. Entah kenapa wajah ganteng Langit bikin Biru kikuk sekarang.

Untung saja laki-laki itu tidak sadar karena sedang melihat smartphonenya.

"Bi, lu kenapa deh? Kalau gua tanya selalu nggak kenapa-kenapa.." tanya Langit dengan mata yang tetap menatap smartphonenya. Biru menghela napas pelan, ingin rasanya ia menceritakan segalanya ke Langit, tapi mengingat reaksi Bintang membuat Biru enggan menceritakannya. Biru juga takut sahabatnya itu akan menjauhinya lalu menceritakannya ke Mawar dan Mentari.

"Nggak kenapa-kenapa.." tanya Biru kembali menegaskan bahwa ia tidak apa-apa.

Langit pun memilih diam, ia juga tidak ingin memaksa Biru untuk bercerita. Tapi Langit bersumpah, ia mengetahui bahwa Biru memang ada masalah.

"Ngit, kenapa sih lo percaya banget sama Tuhan?"

Langit langsung menghentikan acara mengetiknya di smartphonenya lalu menatap Biru dengan kilatan mata yang penuh arti. Biru menelan air ludahnya, ia tidak pernah melihat wajah Langit seperti ini. Penuh ambisi ingin menjelaskan tentang pertanyaan Biru. Biasanya laki-laki ini cuek abis.

"Kenapa? Lo nanya kenapa?" Langit memasukkan smartphonenya disaku celana sekolahnya.

"Karena Dialah yang menciptakan kita."

Biru menggigit bibirnya pelan. Alasan yang sederhana namun entah kenapa menohok hati Biru.

"Dialah yang menyelamatkan kita dalam kesengsaraan.." Langit menjelaskan membuat Biru menunduk. Menyelamatkan? Kenapa Langit dengan gampang bilang seperti itu didepan Biru yang sedang sangat menderita? Biru tersenyum remeh membuat Langit menatapnya bingung.

"Menyelamatkan apanya? Buktinya aja gua nggak diselamatin tuh…"

Wush.. Langit terdiam mendengar ucapan Biru. Benar dugaan Langit, bahwa Biru memang ada masalah yang menghimpitnya sekarang.

"Silahkan.." dua mangkuk mie ayam sudah ada diatas meja Biru dan Langit.

"Oke, mendingan makan aja dulu, biar otak lo agak pinteran."

Deg, jantung Biru seakan berhenti saat Langit mengucapkan kata-kata itu. Ingin rasanya Biru menangis lalu berlari meninggalkan Langit namun entah kenapa tatapan tajam Langit membuatnya membeku ditempat. Lalu seperti mengendalikan Biru, Biru langsung mengambil suapan pertama.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang