Hujan 19, BINTANG

1.6K 77 0
                                    

Sirens - Tom Odell

"Bintang!" seorang perempuan dengan tubuh mungil mengguncangkan tubuhku berkali-kali setelah truk itu menghantamku.

Wajahnya tidak jelas karena pandangan mataku buram, tapi aku melihat ada air mata disana. Wajahnya  menjadi samar-samar seiring kesadaranku mulai menghilang. Aku benar-benar merasa nyawaku dicabut dengan paksa, rasanya sakit sekali.

Semua badanku remuk, aku tak bisa menggerakkan apapun selain menatap wajah perempuan itu. Siapa dia? Kenapa dia terlihat mirip seperti Biru? Aku tahu itu Biru dari bentuk matanya yang khas.

Suara sirene mobil ambulan mulai terdengar. Semua orang-orang berdesak-desakan untuk melihatku yang sekarang sudah tak berdaya.

Perempuan itu menangis menjerit dan memanggil namaku dengan sekuat tenaga. Sayang sekali, aku tidak mendengar apa-apa setelah itu.

Kenapa perempuan itu terlihat begitu takut kehilanganku? Apakah aku ini adalah orang yang begitu spesial baginya?

Aku membuka kedua mataku. Aku melihat langit-langit kamarku yang familiar. Tadi… mimpi? Ah, aku mengusap wajahku, aku bermimpi itu lagi.

Kenapa sih, aku harus mimpi hal seperti itu? Dan juga kenapa mimpinya mirip sekali dengan apa yang diceritakan Biru. Sungguh, perempuan itu seperti… Gila. Apa jangan-jangan aku dikutuk olehnya?

Badanku merinding, jangan sampai! Aku kan memang tidak suka kalau lagi serius malah dijawab dengan jawaban tidak logis seperti itu.

Aku menghela nafas. Mimpi itu terasa nyata sekali. Rasa sakit itu benar-benar aku rasakan, seperti memang ingin mati. Dan perempuan itu… Apa memang Biru?

Kepalaku mulai sakit, kenapa aku harus mengalami ini sih? Aku sama sekali tidak mengerti dan bingung.

Aku melihat jam dinding biru yang tergantung di dinding diatas meja belajarku. Jam dua pagi. Rasa mengantukku menghilang dan ingin segera beranjak dari kasur.

Senja… aku jadi terpikir tentang Senja, pasti perempuan itu masih tidur. Bagus kalau begitu, jangan sampai ia bangun jam segini.

Aku berharap hubunganku dengan Senja baik-baik saja. Aku sudah menyukainya sejak masih kecil. Ya, Senja adalah teman masa kecilku.

Aku jadi sedikit lega, mengingat Senja membuat rasa takut dan kesakitan itu menghilang.

Hah…. apa aku harus membicarakannya lagi dengan Biru? Tapi melihatnya begitu terluka karena aku jadi tidak enak mendekatinya.

Aku tahu, dia terluka karena aku, dari tatapan matanya dan dari sikapnya yang seakan menjauhiku. Oke, kayaknya aku harus minta maaf, aku juga nggak mau ada orang lain terluka karena aku, rasanya nggak enak.

Baiklah, aku akan berbicara lagi dengan Biru dan meminta maaf besok.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang