Alfan melihatnya.
Sosok itu ada di sana; dalam balutan jas berwarna hitam. Sosok itu hanya menarik atensinya pada detik pertama ketika Alfan menemukannya.
Alfan bisa melihat bagaimana ekspresi sendu yang Bagas perlihatkan selama acara berlangsung. Ia juga bisa melihat bagaimana ekspresi itu berganti secara cepat dengan ekspresi lainnya.
Kali ini Alfan bisa melihat ekspresi terganggu yang sosok itu tampilkan saat Bayu berbicara padanya. Lalu ekspresi kesenangan saat cowok berambut gondrong menghampirinya. Dan Alfan mengernyit saat ekspresi sendu itu kembali ketika sosok Luke mendekat padanya.
Alfan tidak bisa membaca akan bagaimana cara Bagas menatap sosok yang tengah berbahagia malam itu tapi perasaan tidak suka mencuat dalam dirinya saat melihat ekspresi tersebut.
Sekarang Bagas bergerak menuju stan minuman dan kedua mata milik Alfan sama sekali tidak pernah melepas sosok itu.
Ia bisa melihat bagaimana Bagas memperhatikan banyak minuman di sana. Ekspresi yang menurut Alfan adalah lucu sekarang tengah Bagas tampilkan. Ia tidak mempunyai ide kenapa memperhatikan ekspresi seseorang bisa semenarik ini. Atau mungkin itu hanya kepada Bagas.
Alfan hanya akan mencari tahu.
Kakinya melangkah secara perlahan dengan tatapan yang masih tertuju kepada objek yang sama.
Bagas hanya begitu mungil dan sedikit saja pandangannya turun ke bawah, Alfan akan menemukan pinggul yang sangat kecil. Bagas hanya membelakanginya sekarang dan Alfan bahkan merasa kebingungan saat keinginan untuk menggapai sosok itu dan membenamkan ke dalam pelukannya muncul ke permukaan.
Pengendalian yang kuat harus Alfan miliki. Tapi ia bersyukur ketika Bagas berbalik sesaat setelah ia sampai di hadapan bocah itu.
Alfan hanya diam saat menyadari bahwa kemeja mahalnya terkena cairan yang berasal dari gelas milik Bagas. Sebenarnya ia tidak mempermasalahkan itu. Fokusnya teralihkan pada semua ekspresi yang tengah Bagas tunjukan sekarang.
Itu hanya sangat menarik.
"Ya ampun." Bocah itu memekik. Ekspresinya bercampur antara panik dan takut. "Maaf, Pak. Saya nggak sengaja." Katanya; masih memekik.
Bagas menunduk dan Alfan masih bisa melihat wajah itu. Kini Bagas mengerutkan kedua alisnya setelah mengeluarkan sebuah sapu tangan berwarna biru; biru yang terkesan feminim sekali untuk seorang cowok. Itu yang Alfan pikirkan.
Ekspresi itu masih sama, kepanikan dan ketakutan Bagas bahkan bisa Alfan rasakan. Dan sekarang sosok itu menampilkan ekspresi lainnya; ekspresi tidak percaya saat menemukan bahwa noda pada kemejanya tidak kunjung hilang setelah beberapa lama menggerakan tangannya untuk mengusap-usap noda tersebut dengan sapu tangan biru itu.
Untuk itu, Alfan tidak bisa menahannya lagi. Ia mencengkram pergelangan tangan milik Bagas dan menyeret bocah itu menuju toilet.
Alfan bahkan merasa sedikit kesal pada dirinya sendiri saat darahnya terasa berdesir ketika melihat ekspresi terkejut yang Bagas layangkan. Ia mengumpat dalam hati. Ini adalah kali pertama Alfan merasakan hal semacam ini dan ia merasa heran pada fakta bahwa ia menyukainya.
Saat mereka sampai di depan wastafel yang berada di dalam toilet, Bagas menatapnya dengan pandangan bertanya dan Alfan berusaha mengalihkan perhatiannya sendiri dengan melepas jas miliknya. Tapi sepertinya itu sama sekali tidak membantu. Karena saat Alfan kembali pada Bagas, bocah itu tengah menatapnya dengan pandangan setengah bertanya setengah takut dengan matanya yang bulat.
Alfan hampir menggeram.
"Bersihin."
Alfan berusaha untuk menikmati semua ekspresi yang Bagas tampilkan tanpa menyentuh bocah itu sama sekali. Ia bisa melihat sosok itu membasahi sapu tangannya dengan air lalu mengusap-usap kemeja miliknya yang terkena noda tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Happens [END]
General FictionWhen Love Series #4 - When Love Happens © sllymcknn Alfan Prasetya adalah seorang CEO terkenal yang namanya sudah terdengar dimana-mana. Hal yang dilakukannya hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Hampir tidak ada waktu untuk memikirkan hal lainnya se...