Bagas menuruni tangga dan dahinya mengernyit saat mendapati Sang Ayah yang sedang duduk di ruang tengah dengan televisi menyala menampilkan drama yang dibintangi oleh Manu Winata, aktor muda yang sedang naik daun saat ini.
Tumben sekali Ayahnya menonton acara seperti itu. Tapi kemudian Bagas membiarkannya saja. Ia mendekati Sang Ayah lalu berpamitan karena ia akan pergi ke Lullaby sore ini. Sudah beberapa hari ini Bagas tidak bertemu dengan Sang Abang.
Lagipula Bagas merasa suntuk. Ia membutuhkan penyegaran untuk otaknya yang akhir-akhir ini telah bekerja keras memikirkan berbagai macam segala urusan untuk ujian yang akan datang.
Bagas menolak ketika Sang Ayah menawarkan diri untuk mengantarnya. Ia tahu bahwa Ayahnya baru saja pulang dari kantor, beliau butuh istirahat.
Bagas memilih untuk berjalan ke halte dan menaiki bus.
Walau awalnya Bagas hanya membutuhkan penyegaran untuk otaknya tapi begitu sampai di depan Lullaby, retina matanya mendapati Luke bersama Azura di dalam sana. Seketika hatinya mencelos.
Bagas hanya bisa menatap dengan nanar pemandangan tersebut.
Ingin sekali ia berbalik dan pergi secepatnya dari tempat itu tapi kedua kakinya hanya berjalan memasuki Lullaby. Tangannya mendorong pintu untuk terbuka dan kemudian ia masuk ke dalam.
Semua pemikiran atas Luke yang tengah bersama Azura dalam keserasian mereka seakan bunyar ketika kakinya yang terbungkus sepasang sepatu kets berwarna putih miliknya menyenggol sebuah bola. Sepertinya bola itu menggelinding ke arah kakinya.
Bola itu berwarna-warni dengan banyak motif lucu di sana. Bola khas anak kecil sekali. Bagas memungutnya dan mendongakan kepalanya, berusaha mencari si pemilik bola.
Kemudian matanya menangkap sosok anak kecil yang Bagas perkirakan berumur sekitar empat tahun tengah menarik-narik seseorang. "Daddy, daddy." Teriaknya.
"Bola Lylo." Sambungnya lagi; masih dengan tangan yang menarik-narik tangan seseorang. Ayahnya mungkin, terdengar dari caranya memanggil.
Dan Bagas tidak bisa merasa terkejut lebih dari ini saat matanya menemukan mata itu. Kedua mata yang dua bulan ini tidak ia jumpai. Sosok Alfan ada di sana.
Bagas mengigit bibirnya; menolak untuk memasang potongan puzzle yang berada di hadapannya. Ia berharap bahwa waktu berhenti saat sosok itu melangkah mendekatinya sambil mengangkat anak kecil tadi dalam gendongannya.
Dan Bagas tidak mengerti mengapa dadanya berdenyut saat melihat pemandangan itu.
"Itu miliknya."
Kata-kata dengan suara dingin yang berujuk pada bola itu membuat Bagas mengerjap beberapa kali.
Benda tersebut masih berada di gengamannya dan dengan cepat ia menyerahkan bola itu pada pemiliknya yang disambut dengan suka cita. Sosok kecil itu bahkan mengucapkan terimakasih dengan sangat manis lalu meminta turun dan berlari menuju seorang wanita yang sedari tadi duduk di kursinya.
"Mom, lihat bola Lylo." Katanya ceria dengan logat cadelnya. Sedangkan wanita yang terbilang cantik itu mengusap sayang helaian coklat sosok mungil itu diiringi senyuman di wajahnya.
Denyutan di hatinya bukanlah apa-apa dibandingkan saat ini. Dan Bagas masih mencari alasan kenapa ia merasakan rasa sakit itu. Padahal saat melihat Luke bersama Azura saja tidak sampai sesakit ini.
Ingin rasanya Bagas memukul-mukul dadanya agar rasa sakit itu bisa menghilang. Tapi hal itu tidak terealisasikan. Bagas berakhir dengan menundukan kepalanya dengan mata memanas.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Happens [END]
General FictionWhen Love Series #4 - When Love Happens © sllymcknn Alfan Prasetya adalah seorang CEO terkenal yang namanya sudah terdengar dimana-mana. Hal yang dilakukannya hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Hampir tidak ada waktu untuk memikirkan hal lainnya se...