Chapter 7. Bagas

6.3K 901 185
                                    

Bagas melewati ujiannya dengan baik.

Tidak ada tekanan lagi saat ini. Ia bisa bernafas dengan bebas untuk beberapa waktu ke depan. Ia hanya harus menyiapkan persiapan ujian masuk ke universitas.

Di samping itu, walaupun ia melakukan semuanya dengan baik dan lancar, Bagas masih merasa janggal akan sesuatu. Ia merasa bersalah pada seseorang dan hal itu seperti terus menjadi pikirannya.

Bagas merubah posisinya.

Satu detik kemudian, ia kembali merubah posisinya yang semula berbaring menyamping menjadi terlentang. Bagas terus melakukan itu beberapa menit ke depan sampai akhirnya ia membuka matanya.

Ia benar-benar tidak bisa tertidur.

Dengan menghela nafas, Bagas bangkit dan terduduk di atas tempat tidurnya. Matanya menatap sekeliling kamarnya yang gelap. Satu-satunya cahaya di kamar itu hanya berasal dari lampu tidur berbentuk anjing Siberian Husky miliknya.

Kemudian Bagas bangkit dan beranjak untuk duduk di kursi yang berada di depan meja belajarnya. Setelah menghidupkan lampu belajarnya, ia mencoba untuk membuka beberapa buku yang masih berserakan di atas sana.

Bagas mencoba untuk belajar. Ia berpikir daripada tidak bisa tidur dan hanya membuang-buang waktu, lebih baik ia menghabiskan waktu dengan belajar.

Tapi lima menit kemudian, Bagas mengacak rambutnya sendiri. Tidak ada satupun hal yang masuk ke dalam otaknya. Ini hanya sia-sia dan tidak akan berhasil.

Bagas bukan hanya tidak bisa tidur tapi ia juga tidak bisa berfikir.

Sebenarnya apa yang membuatnya bertingkah seperti itu?

Tapi Bagas merasa sebanyak apapun ia bertanya-tanya, jawaban atas pertanyaannya seakan terus ingin keluar tanpa bisa ditahan. Bagas tahu sekali tentang apa yang penyebab dari semua ini.

Pikirannya seketika teringat pada kejadian di Lullaby dimana ia menemukan sebuah fakta yang mengejutkan.

"Publik nggak tau kalo Pak Alfan punya Kakak cewek. Itu tadi anaknya. Mereka nungguin Ayahnya tuh anak."

Bagas tersentak. Kata-kata Abangnya muncul begitu saja di dalam otaknya. Lalu kemudian ia merutuki kebodohannya sendiri. Ia sempat berpikir mengenai hal yang tidak seharusnya ia pikirkan tentang Pak Alfan.

Alfan.

Sosok itu lah yang sedari tadi membuatnya sampai seperti ini. Bagas kini mengakuinya. Ia menghela nafas lalu bangkit dan kembali berbaring di atas tempat tidurnya setelah mematikan lampu belajarnya.

Bagas merasa harus meminta maaf pada Alfan. Ia sudah menuduh banyak hal dengan asumsinya kepada sosok itu. Tapi ia tidak tahu caranya untuk meminta maaf. Tidak mungkin bagi pelajar SMA untuk mendatangi kantor Prasetya, itu akan terlihat sangat aneh.

Selama satu bulan ini, sepertinya tidak ada celah baginya untuk bertemu dengan sosok itu. Bagas sangat menginginkan untuk bertemu dengan sosok itu tapi ia baru mempunyai waktu luang.

Bagas tidak pernah mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi dengan sosok itu. Seberapa banyak pun keinginannya untuk bertemu dengan Alfan, Bagas seperti tidak mempunyai celah.

Akhir-akhir ini Ayahnya tidak lagi mengajaknya untuk makan malam atau ke acara lainnya bersama dengan koleganya. Bagas tidak mempunyai ide untuk bertemu dengan sosok itu.

Ujian benar-benar menyita segalanya. Ia hampir mengutuk segala sesuatu yang berhubungan dengan sekolah jika tidak mengingat bahwa jika tidak bersekolah maka ia tidak akan bisa masuk ke dalam universitas.

When Love Happens [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang