Bagas terus menatap sebuah benda yang sedari tadi berada di atas meja belajarnya.
Itu adalah kemeja milik Pak Alfan.
Benda itu sudah Bagas cuci hingga bersih dan wangi. Tapi sampai sekarang, ia belum mempunyai kesempatan untuk mengembalikan benda itu pada pemiliknya.
Ingin rasanya Bagas menitipkan benda itu kepada Sang Ayah yang mempunyai frekuensi lebih banyak untuk bertemu dengan sosok Alfan. Tapi Bagas kembali berpikir; tindakannya tersebut mungkin akan terkesan tidak sopan.
Jadi Bagas memutuskan untuk mengembalikan benda itu sendiri pada pemiliknya. Walaupun ia tidak tahu kapan.
Bagas memang bertemu sosok itu pada pesta pertunangan Luke dan Azura, tapi pertemuan itu adalah sesuatu yang mendadak baginya. Bagas bahkan tidak mengetahui akan kedatangan sosok itu dalam pesta semacam itu.
Lagipula Bagas tidak membawa kemeja milik Alfan pada saat itu. Ditambah ia malah hanya menambah masalah kepada Alfan; menumpahkan minuman pada kemeja mahal milik sosok itu.
Mengingat hal itu, Bagas menghela nafasnya.
Sudah bagus untuknya ketika Alfan tidak meminta biaya ganti rugi untuk kemeja yang bahkan harganya tidak bisa Bagas bayangkan. Ia mencoba melupakan tingkah sosok itu yang terkesan aneh; menyuruhnya membersihkan noda pada kemejanya dengan posisi yang begitu err.. canggung. Untuk Bagas, tentu saja.
Tapi kemudian Bagas membiarkannya begitu saja. Sekarang masalah utamanya adalah sebuah kemeja mahal di hadapannya yang sama sekali bukan miliknya dan harus dikembalikan pada pemiliknya.
Bagas bertekad untuk mengembalikannya pada Alfan. Jadi ketika Ayahnya mengajak dirinya untuk makan malam bersama sosok itu, Bagas akan membawa benda itu bersamanya.
Bagas sudah bersiap. Ia hanya mengenakan celana denim dengan t-shirt berwarna biru muda dipadukan dengan jaket jeans berwarna biru tua. Ayahnya berkata bahwa ia tidak perlu memakai pakaian formal; toh ini hanya makan malam di akhir minggu.
Makan malam yang bahkan masih Bagas pertanyakan hingga saat ini. Para pebisnis sepertinya suka sekali untuk mengadakan perjamuan tertentu yang menurutnya hanya membuang-buang uang dan juga waktu.
Tapi kemudian Bagas mengangkat bahunya. Ia sama sekali tidak paham untuk masalah bisnis seperti itu.
Bagas menuruni tangga ketika Ayahnya telah bersiap. Ia menaiki mobil dan duduk di samping Sang Ayah yang duduk di belakang kemudi.
Dan di luar dugaan, Ayah membawa mobilnya ke hotel yang pernah Bagas datangi tempo hari lalu saat mengantarkan berkas yang diminta oleh Sang Ayah.
Ingatan-ingatan dimana Bagas memasuki salah satu kamar hotel dan mengganti bajunya dengan baju milik Alfan hanya tiba-tiba terlintas di pikirannya. Lalu ketika ingatan bagaimana Alfan mendekat ke arahnya dan membelai kulit pipinya dengan lembut juga berbisik padanya dengan suara yang tidak kalah lembut, hanya mampu membuat Bagas merasa hangat pada kedua pipinya.
Bagas hanya tersadarkan oleh suara pintu lift yang terbuka. Kemudian ia merasa setengah takjub dan setengah tidak percaya pada dirinya sendiri bahwa sedari tadi, semua bagian otaknya hanya memikirkan sosok Alfan Prasetya.
Pada saat ia mengikuti Ayahnya dari belakang dan mereka memasuki sebuah ruangan, matanya hanya seketika menangkap sosok yang sedari tadi berada dalam otaknya; tengah berdiri untuk menyambut kedatangannya.
Ehem, maksudnya kedatangannya bersama Sang Ayah.
Bagas mencoba tersenyum dan membalas sapaan seorang laki-laki paruh baya yang berada di samping sosok Alfan. Dan belakangan Bagas tahu bahwa sosok itu adalah Ayah dari Alfan. Pantas saja wajah mereka terlihat sangat mirip. Bahkan Ayah dari Pak Alfan masih terlihat gagah pada umurnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Happens [END]
Ficción GeneralWhen Love Series #4 - When Love Happens © sllymcknn Alfan Prasetya adalah seorang CEO terkenal yang namanya sudah terdengar dimana-mana. Hal yang dilakukannya hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Hampir tidak ada waktu untuk memikirkan hal lainnya se...