Chapter 6

1.5K 113 14
                                    

Hujan

" Apa tempatnya masih jauh,,,? " tanyaku pada Zen

" sebentar lagi kita akan sampai..."

" tempatnya benar-benar jauh, mengapa kita harus mendakit di cuaca sepert ini... " ujar Hiyori dengan ngos-ngosan

" bersabarlah,,, " pinta Zen

Aku tak menyangka tempat yang aku tuju benar-benar jauh, bagaimana bisa nenek menyuruh kami pergi mencari bunga kesukaanya di hutan dibukit belakang rumah ini. Aku pikir itu mudah namun nyatanya sangat melelahkan.

"  itu dia,,, " seru Zen

Aku melihat ke arah yang di tunjuk Zen tampak hamparan Bunga dengan warna ungu yang sedang bergoyang-goyang liuk-kiuk tertiup angin di depan kami

Aku melihat ke arah yang di tunjuk Zen tampak hamparan Bunga dengan warna ungu yang sedang bergoyang-goyang liuk-kiuk tertiup angin di depan kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Pantas saja, nenek menyukainya bunganya sangat indah " gumamku

" ayo kita petik,, " ajak Zen

Kami berdua pun memetik setangkai demi setangkai hingga terkumpul 2 ikat bunga .

" ayo kita balik, sepertinya langit sudah mulai mendung " ungkap Zen menatap ke arah langit

" baiklah, sebaiknya kita bergegas pulang agar tidak kehujanan..."

Di perjalanan pulang kami mempercepat langkah kami agar tidak kehujanan, namun karena tempatnya cukup jauh, kami akhinya di guyur hujan deras ditengah jalan.

ZRRrrrZzzzz........

Hujan turun dengan sangat deras. Aku terus saja berjalan di bawah derasnya hujan hingga aku tanpa sadar terpeleset oleh tanah yang licin..

BruUkk.....

"Aww... " erangku. Pantatku mendarat tepat diatas tanah dengan cukup keras

" kau tak apa-apa Hiyori...? "

" tidak,, aku baik-baik saja,," aku berusahan menahan rasa sakit di pantatku.

Zen pun membuka jubah yang ia gunakan. Aku terperanjat melihatnya

" Ap...apa,,, Yang kau lakukan..? " tanyaku dengan kaget

Ia membuka jubahnya dan menutup kepalaku dan kepalanya dan duduk tepat di depanku

" Ap.. apa ini...? "

" istirahat lah sebentar di sini, kita akan berteduh sejenak,, kita bisa terluka jika berjalan di jalan yang licin seperti ini "

" Ba....bbaiklah.. "  kataku dengan malu-malu

Aku tak bisa tenang berada dalam posisi seperti ini, berada dalam jubah yang menutupi wajah kami dan Zen terus saja memandangku tanpa berkedip membuatku jadi canggung.

" jangan melihatku terus... "

" mengapa..? " tanya Zen

" entahlah.. "

" aku pikir kau menyukai wajahku " ungkapnya dengan tersenyum polos

Dadaku tiba-tiba rasanya sesak dan berdebar-debar hingga aku rasanya bisa mendengarnya walau hujan sedang turun dengan derasnya. Zen membuatku tak karuan

"Hiyori,,, " panggilnya

" Lihat ke arahku,, " pintanya lagi

Aku pun memandang wajahnya, lagi-lagi aku tersihir akan tatapan mata birunya..

"App..apa...? "

" apa kau senang bersamaku..? "

" tentu saja, kita kan teman.."

" begitu ya,,," ungkap Zen lirih. Aku hanya mengangguk

" sepertinya hujan makin deras, aku agak sedikit kedinginan " gumanku

"  aku akan menghangatkanmu..." kata Zen seraya mendekat ke arah wajahku.

Bibirnya pun langsung mendarat tepat di bibirku. Aku bisa merasakan bibirnya yang dingin. Aku terperanjat dengan apa yang dilakukan Zen

"  bagaimana...? " tanyanya setelah menciumku dengan senyum mautnya. Aku pun langsung menampar pipinya yang dingin.

PlaKkk....

" ada apa? " tanyanya sembari memegang pipinya. Jubah yang menutupi wajah kami pun terbuka. Wajah kami kembali basah oleh guyuran hujan

" kau menciumku... " teriakku

" lalu...? "

" apa maksudmu dengan kata Lalu...?" aku tak mengerti dengan respon yang Zen berikan.

" Hiyori.. "

"  jangan mendekat.." teriakku sembari beranjak berdiri.

" ayo kita segera kembali penginapan..." sambungku

" tidak... " ujar Zen dengan langsung menarikku ke pelukannya. Dan lagi-lagi ia kembali menciumku.

" aku menyukaimu... " ucapnya lirih dengan memandang ke arah wajahku

" menyukai bukan berarti mencintai... "

Zen pun kembali menciumku di tengah guyuran hujan yang membasahi kami

" aku juga mencintaimu.. " jawabnya dengan tersenyum.

Lagi-lagi dadaku terasa sesak, rasanya seperti sulit bernafas. Aku tidak bisa berpikir di situasi seperti ini.

" mengapa kau lakukan ini padaku,, " kataku sembari menangis menutupi wajahku dengan kedua tanganku, aku tak tahu mengapa air mataku  tiba-tiba mengalir keluar

" angkat wajahmu Hiyori... " suara Zen terdengar lembut

" Apa...? " tanyaku

"  apa kau marah padaku? "

"  tentu saja,, kau menciumku tiba-tiba dan tanpa izinku, kau membuatku terlihat bodoh di depanmu "

" kalau begitu aku akan meminta izin padamu untuk melakukanya.."

Dan Zen pun kembali menciumku....

Snow (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang