Chapter 15

1K 76 0
                                    

Ingatan

Setelah kunjunganku kemarin ke rumah Kak Daichi, gantian Kak Daichi yang mengujungiku. Seperti biasa jika bertemu Zen keduanya saling pandang dengan tajam.

Bahkan kedatangan Kak Daichi membuat Mitsuki dan kedua temannya girang bukan main. Karena ada dua Cogan di penginapan.

Kami semua bertegur sapa diluar rumah. Kak daichi mengajak kami berenam untuk melakukan perang bola salju.

" Ayo, kita bagi tim menjadi dua,, bukankah ini seru, kita bisa mengenang masa kecil kita Hiyori,," ujar Kak Daichi. Aku hanya menganguk menyetujui idenya

" Senpaii,, kami juga boleh ikut kan..? " tanya Mistsuki dengan genit

" tentu saja,, dua tim ini terdiri dari aku dan Pria aneh itu.." tunjuk Kak Daichi pada Zen.

Aku sekelompok dengan Kak Daichi dan Tanaka. Sedangkan Zen sekelompok dengan Mitsuki dan Temari.

Perang bola salju pun dimulai. Bibi Mizuki dan Toru serta nenek hanya melihat kami dengan tertawa.

Kak Daichi melempar bola saljunya pada Zen terus menerus sedangakan Zen pun juga fokus membidik Kak Daichi pula.

Entah mengapa Mitsuki dan Temari pun terus saja menyerangku dengan bola salju. Mereka berdua tidak berusaha menyerang Tanaka yang setim denganku.

Aku benar-benar kesal dan berusaha membalas mereka.

Beberapa saat kemudian, tubuhku sudah penuh dengan salju yang dilemparkan Mitsuki. Salju yang mencair di bajuku bisa ku rasakan dengan ngilu.

Aku pun berhenti untuk bermain dan segera kembali ke penginapan. Namun Mitsuki terus saja melemparku dengan salju alhasil aku pun terjatuh.

Melihat aku yang terjatuh. Zen pun segera berlari menghampiriku di ikuti dengan Kak Daichi. Mitsuki dan kedua temannya pun hanya berkumpul dan melihatku dari jauh.

" Hiyori, kau tak apa,,? " tanya Zen dengan panik

" Tidak apa-apa, semuanya hanya baik-baik saja.." jawabku.

Tepat saat itu salju sudah kembali turun. Mitsuki dan kedua teman-temannya pun masuk kedalam.

" Hiyori, ayo kita masuk,, " ujar Kak Daichi

Namun tiba-tiba saja angin sedikit berhembus. Daichi yang melihat angin yang menerpa wajah Zen teringat sesuatu di masa lalu. Dengan cepat Kak Daichi menari lenganku dari Zen.

" Menjauh, dari Hiyori..." hardiknya

" Ada apa Daichi..? ini bukan saatnya kita berdua bertengkar" balas Zen

" Hiyori, sebaiknya kau masuk duluan ada yang ingin aku bicarakan dengan pria ini.."

" lebih baik bicara di dalam, salju sudah mulai turun,, " ujarku

" Daichi, apa yang ingin kau katakan,,," tanya Zen

" Benar,ada apa Kak?? Mengapa tiba-tiba begini,,, " tanyaku yang tak mengerti dengan ucapan Kak Daichi

" Hiyori,, dia bukan manusia.. " seru Kak Daichi dengan dingin

" Kau harus menjauh darinya.."

" Kak Daichi, aku tak mengerti,,,"

" Hiyori,, aku pernah berkata padamu, saat pertama kali aku bertemu dengannya. Aku bertanya pada Zen saat itu, apa kita pernah bertemu sebelumnya? Namun ia mengatakan tidak bukan.? "

" itu bohong, aku sudah mengingatnya dengan jelas,, Pria ini sudah ada dari kita masih kecil,, "

" Kau ingat Hiyori saat kita kecil dan bermain salju seperti ini. Aku melemparmu bola salju dan kau terjatuh hingga menangis,, dan seorang pria asing datang menghampirimu dan membuatkan boneka salju, Pria itu adalah Pria yang sedang berdiri didepan kita......" tunjuk Kak Daichi pada Zen.

Aku hanya diam dan memandang ke arah Zen. Aku mengerti sebagian jati diri Zen yang telah aku ketahui namun fakta bahwa ia sudah hidup selama itu tidak membuatku terkejut.

Pasalnya Zen memang sudah bercerita tentang umurnya namun tidak tentang yang Kak Daichi katakan.

Aku sedikit senang karena sudah bertemu Zen sudah sejak lama. Namun aku bingung bagaimana menjelaskannya pada Kak Daichi.

" Kak Daichi nih bicara apa? Itu tidak mungkin. Pria itu pasti sudah tua sekarang..." sanggahku.

Aku mencoba memberi kode agar Zen pergi namun ia hanya menatapku dengan biasa saja. Membuatku gemas melihatnya.

" Hiyori, percayalah padaku,, dia bukan manusia,, lihat dulu ia selalu menggunakan jubah yang menutup tubuhnya padahal cuaca sedang sangat panas, aneh bukan,,?? " sambung Kak Daichi kembali.

" itu memang benar,, semua yang kau katakan benar,,," sahut Zen dengan datar.

Aku benar-benar terkejut dengan jawaban Zen. Aku berusaha menyuruhnya untuk tidak bicara yang bukan-bukan ia malah dengan santainya membuka jati dirinya

" Kau mau apa, setelah tahu semua itu? " tanya Zen kembali

" aku akan menjauhkan Hiyori darimu,," 

" tidak, Kau tidak bisa menjauhkan Hiyori dariku.." sahut Zen

" sudahlah, ayo kita masuk salju sudah turun dari tadi aku sudah mengigil kedinginan karena salju yang sudah mencair di pakeanku.." keluhku berharap mereka berdua menghentikan perdebatan mereka..

Rencanaku berhasil menghentikan mereka. Kak Daichi menggandeng tanganku dan berjalan masuk kedalam rumah. Namun sesaat sebelum  masuk kedalam. Zen menghempaskan tangan Kak Daichi dari tanganku.

" Hiyori, akan bersamaku,, pulanglah sebelum badai salju,, ibumu pasti khawatir..." tukas Zen dengan dingin.

Kak Daichi hanya menatap kesal pada Zen. Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang ingin Kak Daichi katakan pada Zen. Namun mengingat cuaca yang akan buruk. Kak Daichi memutuskan untun balik duluan.

" Hiyori, ingat kau harus berhati-hati padanya..." pesan Kak Daichi sebelum ia pergi. Aku pun masuk kedalam rumah dan segera mengganti pakeanku.

Karena cuaca yang dingin. Membuatku jadi malas untuk keluar kamar. Aku lebih memilih untuk meringkuk di kasurku yang hangat. Sembari mengingat kejadian yang barusan terjadi.

" Hiyori.. " panggil Zen.
Aku tersentak dari lamunanku. Lagi-lagi ia datang tiba-tiba dan membuatku kaget.

" Zen..." ujarku dengan kesal

" aku kaget tahu... " sambungku

" Ah, maaf .."

" cepat atau lambat Kak Daichi akan mengetahui tentang kau dan hubungan kita,," tuturku

"aku berharap dia lebih cepat tahu dan berhenti menggangguku.. " jawab Zen dengan datar. Ia berjalan mendekat kearahku dan duduk di tepi kasur. Aku pun bangun dari pembaringanku.

" seharunya, aku mengatakan itu padamu sebelum Daichi memberitahumu..." keluh Zen

" Tak apa, kau sudah cerita tentang kehidupanmu sebelumnya jadi aku tak terlalu terkejut,, malahan aku senang kalau aku ternyata sudah bertemu denganmu sebelumnya..."

"benarkah...? " tanya Zen

Aku hanya menganguk dan tersenyum padanya. Ku raih tangannya dan mengenggamnya agar Zen tidak lagi merasa bersalah.

Yang ku khawartikan bukan kebohongan Zen padaku namun identitasnya yang tidak boleh di ketahui oleh orang lain.

😆😆😆

Snow (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang