Muka Dimas mengeras ia mencoba menahan emosinya dan langsung berjalan keluar kantin. Tapi sebelum menuju keluar kantin, Vania mengucapkan sesuatu yang membuat seluruh penghuni kantin histeris.
"Dim, gue mau kok sama lu," teriak Vania.
•••
Friska yang mendengar itu lantas membelalakan matanya. Kemudian Dimas berbalik arah dan menarik tangan Vania ke belakang sekolah. Vania yang merasa ditarik secara tiba-tiba terkejut.
Vania meringis sakit di pergelangan tangannya karena Dimas terlalu kencang menariknya.
"Woy, pelan-pelan dong. Sakit tangan gue," ucap Vania.
Dimas tidak menghiraukan Vania. Dimas terus berjalan hingga sampailah mereka di belakang sekolah.
"L-lu beneran Van?" tanya Dimas gugup.
Vania yang seolah mengerti kemana arah pembicaraan ini lantas mengangguk. Tapi Dimas menatap Vania seolah tidak yakin dengan hal itu.
"Aku serius Dimas, tapi tolong bantu aku untuk move on dari seseorang. Buat aku benar-benar nyaman denganmu," ucap Vania sambil menatap Dimas.
Dimas menatap dalam Vania. Kemudian ia tersenyum hangat. Vania terkesiap, bagaimana tidak? Laki-laki ini yang kata orang dingin dan cuek bersifat manis kepada Vania dan itu tidak berlaku bagi Vania karena apa yang orang katakan semua tentang Dimas, itu kesalahan besar.
Vania sadar, jika ia selama ini hanya mendengarkan kata orang tanpa tau faktanya sifat orang tersebut bagaimana. Dan ia juga sadar, kalau selama ini hanya melihat covernya saja tanpa tau isinya.
Mamanya pernah berkata jika, "Jangan menilai buku hanya dari covernya tapi nilailah dari isinya. Sama dengan percintaan, lihatlah hatinya bukan fisiknya. Jika kamu hanya melihat fisik pasti tak akan puas, mungkin puas tapi itu hanya sementara bukan? Bukannya kamu menginginkan cinta yang abadi? Dan yang membuat cinta seseorang abadi itu karena rasa nyaman dan rasa nyaman timbul karena terbiasa,"
"Jadi?" tanya Vania tersenyum.
"Jadian," jawab Dimas seraya mengacak rambut Vania gemas.
"Ih, rambut aku ancur kan. Gak cantik lagi nih," ucap Vania mengerucutkan bibirnya.
Dimas tersenyum dan mencubit pipi Vania "Ayo kita ke kelas," ucap Dimas lalu menarik Vania.
Di sepanjang koridor kelas banyak yang menatap mereka heran. Bagaimana tidak, mereka sekarang sedang berpegangan tangan. Vania menundukkan kepalanya, sedangkan Dimas menatap datar orang yang memperhatikan Vania dengan tatapan membunuh.
Setibanya mereka di depan kelas Vania, Dimas tersenyum manis
"Masuk sana, belajar yang bener. Entar pulang bareng ya?" ucap Dimas.Vania menganggukkan kepalanya dan ia memasuki kelas. Friska menatap Vania dengan tatapan menyelidik. Vania yang seolah mengerti tatapan tersebut, lantas menghampiri Friska dan menjelaskan masalah di kantin tadi. Friska mengangguk paham dengan sahabatnya itu.
"Kayaknya mulai dari sekarang lu butuh bodyguard deh," ucap Friska.
Vania menatap Friska heran "Buat apaan? Gue gapapa kok," jawab Vania yakin.
"Yaudah, gue takut aja kalau fansnya Dimas ngebully lu Vania," ucap Friska khawatir dengan sahabatnya itu.
"Gapapa kok, makasih loh udah khawatir. Jadi baper," ucap Vania tertawa.
"Hilih, receh mulu heran," jawab Friska.
Tiba-tiba kelas berubah menjadi sepi.
Bersambung...
Ps. Halo ada yang rindu Author? Jangan rindu itu berat, biar Dilan saja :( wkwk paan dah :v cerita pendek? Tenang ntar update lagi.
Sekali lagi Author mau menegaskan kepada kalian yang tidak meninggalkan vote/comment maka cerita selanjutnya akan saya private. Sekian terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gebetan
Teen Fiction[ FIRST STORY ] "Mengapa sifatmu seperti itu? Maksudku kadang dingin, kadang lembut, dan kadang juga pemarah? Aku bingung. Kau sangat sulit untuk di tebak, tidak seperti orang lain yang sifatnya sangat mudah kutebak. Apa kau memiliki gangguan Diso...