"Kalian bertengkar lagi?"
"Aku sudah berusaha meminta maaf padanya. Tapi dia justru membuat semuanya semakin rumit," Desahku lemah dengan pandangan kosong.
"Ya Tuhan.. Lihatlah betapa buruknya penampilanmu saat ini. Apa kau tak bercermin sebelum datang ke rumahku? Atau jangan-jangan kau tak memiliki cermin lagi karena kalian saling memecahkan perabotan saat bertengkar," Ujar Hyeora bergidik ngeri membayangkan perkataannya.
"Benarkah aku terlihat seburuk itu?"
"Eoh. Matamu bengkak dengan dihiasi lingkaran hitam. Wajahmu pucat seperti orang mati. Dan tubuhmu, begitu kurus dari terakhir kali kita bertemu. Kau benar-benar terlihat seperti zombie!" Jelasnya.
"Kau benar. Aku memang sudah mati. Hatiku, jiwa, dan semua yang ada padaku telah mati. Choi Hye Ah sudah mati sejak Min Yoongi mengacuhkannya," Gumamku dengan mata memerah menahan sesak di dadaku.
"Hye Ah-ssi.."
"Ottokhae? Apa yang harus ku lakukan setelah ini, Hyeora-ssi? Bahkan saat ini untuk mengurus diriku sendiri saja aku kesulitan. Apa yang akan terjadi jika dia meninggalkanku? Aku tak yakin Yoon Ah akan baik-baik saja jika tinggal bersamaku. Tapi, aku juga tak mau jika putriku harus tinggal dengannya dan istri barunya. Akuㅡ"
"Hey! Kau ini bicara apa? Aku yakin Yoongi-ssi takkan sampai melakukan hal sebodoh itu. Kau lupa bagaimana perjuangan kalian selama lima tahun ini? Bahkan kalian pernah melalui yang lebih parah sebelum pernikahan resmi kalian. Tapi, bukankah pada akhirnya ia lebih memilihmu?"
"Aku.. aku hanya takut ia lelah padaku. Menghadapi wanita bertemperamen buruk sepertiku. Akuㅡhiks.." Lagi, air mata yang sudah ku tahan kembali mengalir dengan derasnya.
"Hah.. Kau tau, kau benar-benar terlihat sangat lemah dan menyedihkan. Choi Hye Ah yang dulu ku kenal adalah wanita yang tak mudah menyerah. Ia selalu bersikap bijak dalam menghadapi situasi apapun."
Hyeora benar. Aku yang dulu bukanlah seperti diriku saat ini. Dulu aku hanyalah seorang gadis pendiam yang lebih suka menyendiri. Menganggap bahwa aku hidup tanpa memerlukan bantuan orang lain di sisiku. Sekarang kepribadianku mulai berubah. Mungkin saat ini aku lebih banyak berinteraksi dengan orang. Tapi, sayangnya itu justru membuatku selalu bergantung pada orang lain. Pada pria yang saat ini menjadi suamiku.
"Saat ini kau hanya sedang kacau. Pikirkan baik-baik semua yang telah kalian lalui selama ini. Jangan mengambil tindakan yang justru akan mengakibatkan penyesalan seumur hidup. Dan lagi, berhentilah menangis! Kau membuat anakku terbangun karena suara cemprengmu itu, Nyonya Min," Hyeora beranjak dari duduknya seraya mengumpat dengan wajah kesal menuju ke asal suara tangisan.
Aku membulatkan kedua mata menatapnya. Wanita itu sungguh terdengar bijaksana saat menasehati tadi. Tapi, lihatlah betapa dengan kejam mulut manisnya itu mengumpat padaku yang masih menangis tersedu.
"Eoh, Hye Ah-ssi kau di sini?"
Terdengar sebuah suara mengalihkan tatapanku. Dengan cepat ku seka air mata yang mengalir di pipiku. Mencoba tersenyum untuk menetralkan raut wajahku agar terlihat tak buruk, yang ku yakini justru terlihat aneh.
"Oppa, kau sudah pulang? Maaf mengganggu istrimu yang seharusnya menyiapkan makan malam," Ujarku merasa bersalah.
Pria tampan itu tersenyum hangat membalas penyesalanku. Di dudukkan tubuhnya hingga kami saling berhadapan setelah sebelumnya ia meletakkan tas kerja dan jasnya di sofa sebelahnya.
"Gwaenchana, kami memang berniat makan malam di luar hari ini."
"Jinjayo? Syukurlah, aku jadi tak perlu merasa bersalah karenanya," Gumamku membuatnya tertawa.
"Kau terlihat tidak sehat. Apa terjadi sesuatu dengan kalian?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Ne?"
"Kau dan juga suamimu, Yoongi. Hari ini kami mengadakan rapat dan dia terlihat begitu buruk. Tak biasanya bocah penggila kerja itu mengacaukannya. Bahkan klien tidak cukup puas dengan kerjanya hari ini," Jelasnya membuat kedua mataku melotot.
"Eoh? Lalu bagaimana dengan Yoongi? Apa dia baik-baik saja? Dia tidak mengatakan apapun?" Tanyaku khawatir.
"Lebih buruk dari sebelum kami mengadakan rapat. Dan setelahnya ia mengurung diri di dalam ruangannya. Bahkan tak ada yang berani menganggunya. Dia seperti sedang menutupi sesuatu. Kalian sedang ada masalah, aku benarkan?"
Aku menundukkan kepala tak berani menatap wajah pria di hadapanku. Jari-jariku saling bertaut. Rasa cemas dan khawatir menghinggapiku begitu mendengar akan keadaan buruk pria yang aku cintai. Terlebih sudah lebih dari seminggu sejak kejadian itu ia tak pulang ke rumah. Entah ia berada di mana selama itu. Yang aku tau dari sekretaris yang selama ini ia tugaskan mengambil pakaiannya di rumah bahwa pria itu tidur di kantor.
"Aku tau aku tak berhak ikut campur akan kehidupan pernikahan kalian. Tapi, aku harap kalian bisa menyelesaikan semuanya dengan dewasa. Jangan sampai masalah pribadi seperti ini membuat nasib berjuta karyawan yang bergantung padanya ikut terlibat. Kau mengerti maksudku bukan, Hye-ah?"
Air mataku kembali menetes mendengar nasehat dari pria yang sudah aku anggap sebagai kakak keduaku setelah Hoseok Oppa. Pria ini sama dewasanya dengan istrinya. Dan aku ikut bersyukur karena pada akhirnya mereka dapat bersatu.
Kepalaku mengangguk tanda mengerti maksud ucapannya.
"Temuilah suamimu. Bicarakan masalah kalian dengan kepala dingin. Kau taukan, sifat Yoongi keras dan akan sulit jika tidak ada dari kalian yang berinisiatif untuk mengalah. Cobalah mengalah dan berpikir menurut pandangannya walaupun menurutmu itu salah. Jangan hanya saling mendiamkan seperti ini. Bukankah sikap kalian ini malah menyakiti satu sama lain?"
"Bagaimana jika ia semakin marah padaku? Aku takut jika kedatanganku semakin membuat suasana hatinya memburuk," Gumamku nyaris tak terdengar.
"Percayalah, justru kehadiranmu saat inilah yang bisa membuatnya lebih baik. Kalian saling membutuhkan. Hanya saja ego kalian sama-sama tinggi untuk menunjukkannya."
Dia benar. Kami memiliki tingkat ego yang tinggi. Kedua manusia keras kepala yang disatukan tidak akan menemukan titik terang jika tak ada yang mengalah.
Lihatlah betapa sejuknya tempat yang aku datangi saat ini. Jika dilihat dari usia pernikahan, kami justru lebih lama dibandingkan mereka. Tapi, sikap dewasa dan saling melengkapi yang dimiliki merekalah yang membuat rumah tangga yang lebih muda 1 tahun dari pernikahanku itu harmonis tanpa dibumbui permasalahan seperti kami.
"Pergilah. Bawa suamimu pulang. Kau tau, gara-gara dia menginap di sana, biaya listrik dan air di kantor naik. Aish, bocah itu benar-benar menyusahkan. Apa dia bermaksud melakukan korupsi melalui hal-hal kecil terlebih dulu."
Senyum yang tadinya bertengger di wajahku lenyap mendengar penuturannya. Aku tarik kembali kata-kataku mengenai pasangan suami-istri itu. Mereka benar-benar menyebalkan. Lihatlah bagaimana cara mereka menenangkan lalu menjatuhkan rasa nyaman seseorang melalui perkataannya. Dasar mulut sialan!
"Aku pergi," Ujarku acuh dengan wajah datar menatapnya.
"Eoh, sudah mau pergi? Kau tak berterima kasih atas siraman rohani yang sudah ku berikan? Setidaknya bujuk suamimu untuk menaikkan gajiku."
"Mimpi saja kau, Kim Namjoon sialan!"
___
Berusaha sebelum besok :v
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Imaginations • Myg ✔️
FanfictionSEQUEL OF STORY 'NEVER END'. ⚠Mature Content🔞|Completed✔|Private🔒 Bagaimana jika semua itu benar-benar tidak terjadi? Apa kau dapat membayangkannya? Full off mature konten🔞 Please, be a good readers⚠