1

3.3K 197 0
                                    

"Selamat pagi, Bu,"

Aku bisa mendengar dan melihatnya menyapa orang-orang di sepanjang koridor sekolah. Posisiku yang berada tepat di belakangnya, membuatku mengetahui semuanya. Dengan suara lembut dan tatapan hangatnya, dia menyapa orang-orang. Dia benar-benar orang yang ramah.

Aku tak mengenalnya, hanya tahu namanya. Namanya Park Jimin. Dia dikenal sebagai ketua kelas yang baik dan mendapat julukan si hati malaikat oleh para anggota sekolah. Awalnya, menurutku, itu julukan yang agak berlebihan. Tapi, setelah beberapa kali melihatnya seperti ini, aku jadi sadar, itu julukan yang mungkin hanya bisa dimiliki olehnya. Maksudku, dia memang orang yang pantas untuk mendapatkan julukan seperti itu.

Aku sebenarnya juga ingin disapanya. Tapi aku jarang bertemu dengannya. Dan juga, kami jarang berpas-pasan. Jadi momen dia menyapaku, belum pernah terjadi.

Setelah melewati koridor depan, kami pun berjalan ke arah yang berbeda. Dia ke arah kiri, dan aku ke belokan sebelah kanan. Jadi, hanya sampai di sanalah aku bisa melihat seorang Park Jimin.

***

Belakangan ini, banyak sekali yang membicarakan Park Jimin. Aku jadi penasaran, bagaimana ya rasanya menjadi temannya?

Semester ini katanya akan ada pembauran kelas. Dan katanya pengumuman pembagian kelasnya akan ditempel di mading besok. Kenapa firasatku mengatakan aku akan sekelas sama Park Jimin ya?

Mengingat rumor yang tersebar, kelas ini benar-benar membuat murid untuk berbaur dengan sesamanya, sehingga, murid-murid yang belum pernah sekelas berkemungkinan besar akhirnya bisa sekelas. Tapi aku tidak yakin sih, apa iya pihak sekolah mau bekerja keras sampai segitunya?

Sekarang sudah waktunya pulang. Aku pun segera berkemas sebelum akhirnya aku akan ketinggalan bus seperti hari kemarin. Para murid segera berhamburan keluar karena tidak ingin berlama-lama di kelas lagi. Rasa penat memang, harus belajar dari pagi hingga jam 3 sore begini.

Setelah keluar kelas, melewati koridor, akhirnya aku sampai di gerbang sekolah. Agar sampai ke perhentian bus, aku harus berjalan selama 3 menit lagi.Tapi aku harus menemui temanku terlebih dahulu untuk mengambil buku catatanku. Dan dia berjanji akan bertemu denganku di depan gerbang sekolah usai pelajaran terakhir.

"Hoi!" Aku bisa merasakan seseorang menepuk pundakku.

Aku menoleh ke belakang, dan menemukan Jeon Jungkook berdiri dengan senyuman kelincinya sambil memegangi buku catatanku. Aku tersenyum kecil, lalu bergantian melihat catatanku yang berada di genggamannya kemudian kembali memandangi wajahnya. "Kau sudah mencatatnya, kan?"

"Untuk apa aku mengembalikannya kalau aku belum mencatatnya?"

Aku memutar bola mataku. "Aku sangat mengenalmu, Jeon Jungkook."

Aku sudah berteman dengannya sejak kami berumur 8 tahun. Selalu satu sekolah sejak sekolah dasar, dan dia selalu ketinggalan pelajaran di sekolah. Dia sangat malas belajar. Makanya aku selalu meminjamkannya catatan, bahkan sebelum dia sadar diri untuk melengkapi catatannya. Aku selalu memberinya tenggang waktu karena aku juga membutuhkan buku catatanku untuk kugunakan saat di sekolah. Tapi dia selalu lupa sehingga akhirnya dia tidak mencatat apapun.

Haruskah aku yang membuatkannya catatan?

Jungkook hanya tertawa. Dia benar-benar punya suara yang merdu ketika tertawa. Suara tawanya sangat khas.

"Aku belum pulang, masih ada ekskul," katanya tanpa kutanya, "Aku tahu kau pasti akan bertanya."

Aku tersenyum masam. Sedari kemarin, Jungkook harus rutin menghadiri ekskul atletiknya karena sebentar lagi dia akan mengikuti lomba guna mewakili sekolah. Maka itu, aku tidak bisa pulang bersamanya. Ya, walaupun kami sama-sama naik bus, sih.

"Yaudah, aku pulang dulu."

Setelah mengambil catatanku dan melambai ke Jungkook, aku melanjutkan perjalananku ke perhentian.

Dan saat itulah, aku melihat Park Jimin di sana. Yang sudah memandangiku dari kejauhan.

Kenapa dia memandangiku seperti itu?

Jimin?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang