Author Pov
Belum sempat Jimin melewati pagar rumah Jungkook, Jungkook kembali berdiri. Dengan sebisa mungkin, ia bangkit kembali. Jimin yang mendengar langkah Jungkook pun berbalik. Jungkook membalas memberinya bogeman mentah. "Dasar iblis," ujarnya kecil. Dia terus memberi pukulan pada Jimin tanpa henti.
"Ini semua salahmu, Sialan!" Ucap Jimin, tak terima.
Berhenti sejenak, Jungkook memiringkan kepalanya, sekarang dia tersenyum miring, "Sekarang kau menyalahkanku, eh? Bukankah kau yang terlalu pengecut, Pengecut?"
"Pengecut? Bukankah kau yang dari awal sudah menjadi pengecut! Kau sengaja berkata seperti itu dulu agar aku tak menyentuhnya, kan?" ujar Jimin, tak habis pikir dengan kilah Jungkook.
"Kalau iya, kenapa?"
Mereka berdua saling memberi pukulan;berbicara lewat pukulan yang mereka berikan. Seakan, dengan pukulan tersebut, akan membuktikan siapa yang pantas.
"JUNGKOOK, JIMIN!"
Seketika perkelahian tersebut terhenti oleh sebuah suara yang sangat mereka kenali.
Jungkook yang saat itu akan meleparkan bogemannya kepada Jimin, lantas segera mengalihkan pandangan padanya. Dengan perasaan yang bercampur aduk. Marah, takut, benci, dan ingin memiliki, membuatnya menghentikan aksinya dan langsung menghampiri gadis itu.
Dan lagi, dia melakukan hal yang memberi Jimin peringatan untuk berhenti.
***
Jimin sempat menahan nafas beberapa saat. Perasaannya mencelos saat itu juga. Dia tidak menyalahkan gadis itu. Sama sekali tidak. Dia sekali lagi kecewa melihat cara Jungkook demi mendapatkan gadis itu tanpa bersaing secara adil dengannya.
Jika bisa menangis, dia ingin saat itu juga menangis.
Lagi-lagi, dia harus mencoba mundur. Setelah bertekad untuk tidak menahan diri. Sekarang, semuanya kembali seperti awal lagi. Awal saat di mana dia kehilangan semua harapannya.
Jimin tidak memerhatikan mereka. Untuk sementara, dia berusaha menenangkan diri. Badannya terasa sakit semua. Dia bahkan tidak tahu bagaimanakah atau semenyedihkan apakah dia sekarang.
Jimin menutup matanya sebentar, berusaha menerima apa pun yang sudah dia lewati hingga hari ini. Jika saja boleh, dia ingin sekali ada keajaiban terjadi saat ini juga. Tapi dia tahu, terlalu berharap itu sakit. Apalagi untuk sesuatu yang mustahil kemungkinannya.
Jimin menatap mereka. Dia tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Tapi yang jelas, Jimin harus mengungkapkan hal yang ingin dia sampaikan sejak dulu. Setidaknya dia hanya perlu tahu. Aku tak akan mengharapkan apa pun.
Jimin pun berjalan menghampiri mereka. Dia mencoba untuk tidak menguping banyak hal, karena dia tahu, jika banyak yang ia ketahui, maka rasa sakitnya akan bertambah besar.
Menyadari kehadiran Jimin, mereka pun terdiam. Sang gadis, menatap Jimin dengan lembut. Dia berusaha keras untuk tidak menyentuh wajah Jimin yang terluka.
Kendati bertanya kau tidak apa apa?, sang gadis justru berkata, ayo aku obati.
Jimin tersenyum menahan perih. Dimana lagi aku bisa menemukan gadis sebaik dia?
"Aku baik-baik saja," ujar Jimin lembut. Jimin menyentuh rambut gadis itu, sembari menatap gadis itu dengan penuh rasa sakit dan sayang. "Terima kasih," ujarnya dengan suara tercekat.
Gadis itu menatapnya dengan sedih dan bingung. Jimin tahu, gadis itu punya banyak pertanyaan yang mungkin saja ingin ia tanyakan. Tapi Jimin tidak bisa berkata banyak, pukulan Jungkook tadi, benar-benar menguras tenaganya.
Jimin menyentuh pipi gadis itu dengan lembut. Dia tak ingin melakukan hal lain, dia ingin menyampaikan kata-kata yang tak sempat ia sampaikan.
"Aku menyukaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jimin?
FanfictionYang aku tahu, seorang Park Jimin adalah malaikat sekolah; baik, ramah, penolong. Aku tak mengenalnya, hanya tahu namanya dan sering melihatnya, tapi aku tak menyangka, dia memperlakukanku 180 derajat berbeda. Apa dia membenciku? [AU] fanfict you x...