Aku kesiangan.
Hari ini aku datang ke sekolah di menit-menit terakhir sebelum bel masuk berbunyi. Dengan kecepatan penuh, aku berlari menyusuri koridor dan masuk ke kelasku dengan tergesa-gesa. Untungnya bel berbunyi ketika aku mencapai depan pintu kelas. Lega, aku pun kembali berjalan pelan.
"Pagi,"
Aku tersenyum kecil, berusaha untuk tidak terkejut, mendapatinya menduduki kursi di sebelahku. "Pagi juga."
Awalnya aku ingin bertanya kenapa dia pindah, tapi mungkin saja dia ingin duduk di depan seperti dulu. Dan karena kursi di depanku telah terisi, hanya tersisa bangku di sebelahku lah yang masih kosong.
Hari ini Jimin terlihat seperti biasanya. Hangat kepada orang-orang. Dan sekarang, aku termasuk orang-orang itu. Munafik kalau aku bilang aku biasa saja. Karena sungguh, aku merasa lega dan senang.
Aku ingin mengenalnya lebih. Sungguh. Sedari awal malah. Tapi aku tak pernah punya keberanian untuk menyapanya, dan dia juga tak pernah menyapaku, mengingat kami jarang kebetulan bertemu.
Pasti menyenangkan rasanya, bisa menjadi temannya. Dari dulu aku selalu berpikir seperti itu. Tapi, keinginanku tak pernah terealisasikan, mengingat, awal kami kenal saja, dia seperti beda terhadapku.
Tapi untungnya, sejak kejadian kemarin, hubungan kami mulai mencair. Meskipun aku tidak tahu penyebab dia menjadi seperti itu, setidaknya dia ada kesadaran dan keinginan untuk memperbaiki hubungan kami.
"Semalam kau tidur nyenyak?"
"Eh?"
"Maksudku--" dia terlihat menyesali pertanyaannya, "lupakan." akhirnya dengan pasrah.
Aku tertawa kecil, hal yang dia lakukan, tingkahnya saat gelagapan, sangat lucu. "Nyenyak." nyataku. "Hbu?"
Dia terlihat tidak percaya, memangnya aneh kalau aku bertanya balik?
"Nyenyak." jawabnya, disertai tawa kecil. "Kenapa perbincangan ini terasa agak aneh, ya?" tanyanya lebih seperti kepada diri sendiri, mengingat, dia yang memulai topik seperti itu. "Kayak, kita habis ngapain aja," lanjutnya disertai tawa.
Aku tersedak. Padahal aku sedang tidak meminum apapun. Rasanya pipiku memanas.
"Loh?" ucapnya ... kaget? "Kamu blushing?"
Aku menutup wajahku ketika melihatnya menertawaiku sambil menggelengkan kepala.
"Cute."
Aku merutuki diriku sendiri.
***
Bisa dibilang ini adalah hari pertemanan kami yang ke seminggu. Kami membicarakan banyak hal. Hubungan kami semakin dekat sejak dia memutuskan untuk duduk di sebelahku. Hari itu kami membicarakan banyak hal. Mengingat waktu itu ada rapat para pengajar, kelas kami hanya diisi oleh beberapa tugas mudah dan sisanya free class.
Karena itu, kesempatan kami untuk berbicara semakin luas. Sejak itu aku bisa menyimpulkan, Jimin adalah orang yang talkactive, dia juga punya info yang luas, termasuk gosip. Meskipun aku tidak punya banyak teman, bukan berarti aku tidak suka bicara. Aku justru senang punya teman seperti ini!
Saat istirahat, aku jarang keluar kelas. Aku terbiasa membuat bekal dari rumah. Jadi, saat istirahat tiba, Jimin menemaniku, katanya, dia gak lapar. Tapi kayaknya dia itu alasan agar dia menemaniku. Karena tadi, aku sempat mendengar suara perutnya berbunyi.
"Tidak nitip makanan ke teman?" tanyaku.
"Ah, aku kan nda lapar," dustanya.
"Yaudah, coba bekalku aja," pintaku, "gak abis juga kok ini."
"Oke."
Akhirnya, aku berbagi bekal dengannya. Memang benar bekalku tidak akan habis, karena aku membuat porsi cukup banyak hari ini. Biasanya aku akan berbagi bekal dengan Jungkook, apalagi dia ada ekskul sehabis pelajaran selesai.
Teringat Jungkook, sepertinya, hari ini dia tidak akan kebagian bekalku. Nanti aku traktir ke cafe dekat sekolah sajalah.
***
"Dalam rangka apa kau mentraktirku?"
Aku tersenyum cerah. Tadi setelah aku tak bisa menghabiskan makanku, Jimin benar-benarnya menyantapnya dengan lahap. Dia bahkan berkata bahwa masakanku sangat enak.
"Kenapa sih kau tak pernah memuji masakanku?"
"Hah?" tanyanya dengan ekspresi seakan itu adalah pertanyaan terakhir yang akan aku tanyakan di dunia ini. Dia mendecak, "Untuk apa, kau juga bukan istriku."
"Artinya Jimin mengganggapku istrinya, dong?
"Apa?"
***
Hbu : How 'bout you?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jimin?
FanfictionYang aku tahu, seorang Park Jimin adalah malaikat sekolah; baik, ramah, penolong. Aku tak mengenalnya, hanya tahu namanya dan sering melihatnya, tapi aku tak menyangka, dia memperlakukanku 180 derajat berbeda. Apa dia membenciku? [AU] fanfict you x...