10

1.4K 129 1
                                    

Apa yang baru saja aku ucapkan?

Sekarang, dengan suasana yang mulai mencekam, Jungkook menatapku sangsi. "Apa?" tanyanya. Mendadak aku ingin memutar waktu.

Dia terlihat diam sejenak. Seperti sedang memikirkan sesuatu yang mungkin saja jika salah diucapkan, akan mengacaukan segalanya. Apa yang akan diucapkannya?

"Apa yang terjadi denganmu dan Jimin sejak pesta ulang tahun itu?"

Dia tahu?

"Aku melihatnya," ujarnya, mengalihkan pandangan ke arah jendela, seakan muak melihatku. "Hanya sekilas."

"Maksudmu sekilas?"

"Aku. Melihat. Kalian. Berdua." Ujarnya penuh penekanan. Dia bahkan menghiraukan pesanannya yang sudah datang.

Dia marah?

Aku mencoba memikirkan kata yang tepat, aku tidak tahu apa yang salah dari hubunganku dengan Jimin yang membaik, apa dia melihatku menangis? Jika iya, mungkin saja dia salah sangka, berpikir jika Jimin menyakitiku lagi.

"Kami berteman." Ujarku jujur. Dan kami sangat dekat sekarang. "Oh, dia bahkan mau mengantarku tadi!" kataku cerah. Berharap semoga Jungkook juga mengubah ekspresinya cerah karena melihatku baik-baik saja.

Berbanding terbalik dengan harapanku, tatapan Jungkook justru terlihat jengah, "Mengantarmu? Dengan apa?

"... bus?"

"Cih."

"Kenapa kau marah?"

"Aku tidak marah."

"Ya, kau marah."

"Terserah."

"Kau tahu, Jimin benar-benar orang yang menyenangkan." lanjutku, berusaha membuat Jungkook berpikir kalau aku dengan Jimin memang berbaikan. "Kami sangat dekat sekarang, aku harap kami--" belum selesai aku mengakhiri kalimatku, Jungkook segera berdiri.

Sangat terlihat jelas dia berusaha tidak terlihat jengah dan terlihat tidak peduli. "Aku harus ke klub dulu, aku harus mempersiapkan diri untuk lomba klub juga. Selamat tinggal."

Tanpa membiarkanku menahannya, dia pergi meninggalkanku dengan cepat.

Apalagi sekarang?

***

Baru kali ini aku melihat Jungkook seperti itu. Aku tahu dia terkadang seperti anak-anak, tapi, melihatnya meninggalkanku tanpa alasan yang jelas membuatku sedikit kesal padanya. Aku yakin dia tidak berkemauan untuk meminta maaf sampai aku duluan yang menghampirinya, seperti dulu-dulu.

Sayang sekali, walaupun rasa kesalku padanya sangat tinggi, aku tidak ingin berlama-lama tak berbicara dengannya. Aku harus bicara dengannya baik-baik. Mungkin saja tadi aku melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang ingin dia ceritakan tapi aku merusaknya?

Aku memutuskan untuk ke rumahnya setelah aku pulang. Sesampainya di area perumahan Jungkook, aku tidak punya keberanian untuk menapaki jalan lebih jauh. Pikiranku berkecamuk ke segala arah. Ada dua pria di sana, dua orang yang ku kenal dengan jelas.

Jimin? Jungkook?

Mereka saling kenal? dan terlebih lagi, apa-apaan itu tatapan benci yang mereka berikan satu sama lain?

Mereka tidak sedang berkelahi, kan?

Aku tidak berani mendekat. Kalau pun aku mendekat, tidak dengan cara seterang-terangan ini. Kendati menghampiri mereka, aku bersembunyi di pohon besar, dan berikutnya aku akan berlari bersembunyi ke semak hias besar yang tak terlalu jauh dari mereka. Aku harus mendengar apa yang mereka bicarakan. Saat mereka lengah, aku langsung berlari bersembunyi.

"Ini semua salahmu, Sialan!"

"Sekarang kau menyalahkanku, eh? Bukankah kau yang terlalu pengecut, Pengecut?"

"Pengecut? Bukankah kau yang dari awal sudah menjadi pengecut! Kau sengaja berkata seperti itu dulu agar aku tak menyentuhnya, kan?"

"Kalau iya, kenapa?"

Aku mengintip. Obrolan mereka tidak terlalu jelas. Tidak mengerti ke mana arah pembicaraan ini. Tak lama, entah apa lagi yang mereka bicarakan, sepersekian detik juga mereka langsung saling berkelahi.

Mataku membesar. Kenapa bisa seperti ini!?

Aku tak bisa diam saja kalau begini!

Tanpa berpikir panjang, aku berlari ke arah mereka, sambil berteriak.

"JUNGKOOK, JIMIN!"

Saat itu juga Jungkook menghentikan aksinya yang hampir saja melemparkan bogeman mentah ke arah Jimin. Melihatku, dia berlari ke arahku. Dan tanpa diduga, dia memelukku.

Kemudian, menciumku.

Jimin?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang